Kamis, 14 Oktober 2010

Demensia

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Demensia ( demensia senil, sindroma otak kronis ) lebih merupakan gejala dan bukanlah suatu kondisi penyakit yang jelas. Biasanya bersifat progesif dan ireversibel dan bukan merupakan bagian normal dari proses penuaan. Ditandai dengan penurunan umum umum fungsi intelektual yang bisa meliputi kehilangan ingatan, kemampuan penalaran abstrak, pertimbangan dan bahasa, terjadi perubahan keperibadian dan kemampuan menjalankan aktifitas hidup sehari-hari semakin memburuk.
Gejala biasanya tidak jelas pada saat awitan dan kemudian berkembang secara perlahan sampai akhirnya menjadi sangat jelas dan mengganggu. Tiga jenis demensia nonreversibel yang paling sering adalah penyakit Alzheimer, demensia multi infark, dan campuran penyakit Alzheimer dan demensia multi infark.
Penyakit Alzheimer adalah suatu penyakit progesif yang ditandai oleh kematian luas neuron-neuron otak terutama didaerah otak yang disebut nukleus basalis. Saraf-saraf dari daerah ini biasanya berproyeksi melalui kemusfer serebrum ke daerah-daerah otak yang bertanggung jawab untuk ingatan dan pengenalan. Saraf-saraf ini mengeluarkan asetikolin, yang penting peranannya dalam membentuk ingatan jangka pendek di tingkat biokimiawi.
Penyakit Alzheimer kadang disebut sebagai demensia degeneratif primer atau demensia senil jenis Alzheimer, dibandingkanmerekan yang meninggal akibat sebab-sebab lain, pada otak pasien yang meninggal akibat penyakit Alzheimer terjadi penurunan sampai 90% kadar enzim yang berperan dalam pembentukan asetikolin, kolin asetiltransferase. Dengan demikian, dengan tidak adanya asetilkolin paling tidak ikut berperan menyebabkan penyakit Alzheimer seperti : mudah lupa dan mengalami penurunan fungsi kognitif. Pada para pengiap penyakit ini, neurotransmitter lain juga tampaknya berkurang.
Penyakit Alzheimer biasanya timbul pada usia setelah 65 tahun dan menimbulkan demensia senilis. Namun penyakit ini dapat muncul lebih dini dan me¬nyebabkan demensia prasenilis. Tampaknya terdapat predisposisi genetik untuk penyakit ini, terutama pada penyakit awitan dini. Pada 1% sampai 10% kasus, biasanya diderita 0 % bayi, angka prevalensi berhubungan erat dengan usia. Bagi individu diatas 65 tahun penderita dapat mencapai 10%, sedang usia 85 tahun angka ini meningkat mencapai 47,2%. Dengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit Alzheimer menjadi penyakit yang bertambah banyak.
Sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya penyakit ini, tetapi ada 3 teori utama mengenai penyebabnya : virus lambat, proses otoimun, dan keracunan aluminium. Akhir-akhir ini teori yang paling populer (meskipun belum terbukti) adalah yang berkaitan dengan virus lambat. Virus-virus ini mempunya masa intubasi 2 – 30 tahun; sehingga transmisinya sulit dibuktikan. Teori otoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibodi-antibodi reaksi terhadap otak pada penderita penyakit Alzheimer. Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium bersifat neuro toksik, maka dapat menyebabkan perubahan neurofibrilar pada otak. Deposit aluminium telah di identifikasi menyertai penyakit ini berbeda dengan yang terlihat pada kercunan aluminium.
B. Perumusan Masalah
Dalam makalah ini, kelompok III mencoba merumuskan masalah sebagai berikut :
A. Pengertian Alzheimer
B. Etiologi
C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klinik
E. Penatalaksanaan dan
F. Proses Keperawatan ( menurut Gordon )

BAB II
ISI
A. Pengertian Alzheimer
Demensia tipe Alzheimer adalah proses degeneratif yang terjadi pertama-tama pada sel yang terletak pada dasar otak depan yang mengirim informasi ke korteks serebral dan hipokarpus sel yang terpengaruh pertama kali kehilangan kemampuaanya untul mengeluarkan asetilkolin, lalu terjadi degenerasi. Jika degenerasi ini mulai berlangsung, dewasa ini tidak ada tindakan yang dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali sel-sel itu atau menggantikannya. Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, terutama menyerang orang yang berusia 65 tahun keatas. Penyakit Alzheimer merupakan gangguan degeneratif dari korteks serebral yang dikareakteristikan oleh demensia dengan kerusakan memori progesif, fungfi kognitif, bahasa dan kemampuan perawatan diri.

B. Etiologi.
Usia dan riwayat keluarga adalah faktor resiko yang sudah terbukti untuk penyakit Alzheimer. Bila anggota keluarga ada yang menderita penyakit ini, maka diklasifikasikan sebagai familiar. Komponen familiar yang non spesifik meliputi pencetus lingkungan dan determinan genetik. Penyakit Alzheimer yang timbul tanpa diketahui ada riwayat familiarnya disebut sporadik. Usaha penelitian intensif saat ini sedang dilakukan untuk mengidentifikasi kromosom dan gen tertentu yang merupakan predisposisi seseorang yang mengalami penyakit ini.
C. Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokiamia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit Alzheimer. Antara lain serabut neuron yang kusut dan plak senile atau neuritis. Kerusakan neuron terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya otak normal lansia. Sel utama yang terkena penyakit ini adalah yang menggunakan neurotransmiter asetilkolin.

D. Manifestasi klinik
Tahap awal
• Tidak ingat akan kejadian yang belum lama terjadi
• Tidak dapat mengenali sesuatu/benda yang sebenarnya sudah pernah tahu
• Hilang ingatan
• Gangguan emosi seperti depresi, ketakutan
• Lesu, tidak acuh pada aktivitas sekitarnya.
Tahap akhir
• Tidak dapat mengenali saudaranya sendiri
• Berangan-angan
• Sukar berjalan, lama kelamaan berjalan dengan menyeretkan kaki
• Mengalami serangan tiba-tiba (seizures) pada beberapa penderita.


E. Penatalaksanaan
- Pendidikan terhadap pasien dan keluarganya mengenai alat-alat bantu ingatan, diet dan tindakan-tindakan pengamanan mungkin dapat memperlambat perkembangan gejala.
- Pemberian obat cognex untuk memperlambat atau mengembalikan gejala-gejala dini penyakit Alzheimer.

F. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian fisik didasarkan pada pengkajian neurologis menunjukkan kemunduran yang progesif dari kondisi fisik dan mental. Keluarga atau orang terdekat melaporkan pasien memperlihatkan penurunan daya ingat ringan, tidak tertarik pada lingkungan, kurangnya perhatian. Bila penyakit menjadi berat, kehilangan daya ingat terhadap hal-hal yang telah lama menjadi tetap masih baik, kepribadian mengalami kemunduran gangguan motorik seperti aproksia menjadi tampak. Pada tahap akhir koordinasi antara tangan dan mata lemah. Control terhadap defekasi dan berkemih hilang, tidak mengenali keluarga lagi, sering terjadi inkoherensi pada bicaranya, langkaah jalannya menjadi atoksis terjadi perubahan emosional secara menonjol. Penurunan berat badan terjadi saat pasien lupa makan, agitasi meningkatkan dan menolak makan.
b. Kaji respon keluarga dan orang terdekat terhadap kondisi pasien dan dampaknya terhadap lingkungan rumah.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan proses berfikir yang berhubungan dengan neuron dan demensia progesif.
2. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan perilaku impulsive, kerusakan pertimbangan, kurang penglihatan dan disfungsi perilaku.
3. Ansietas yang berhubungan dengan kehilangan kognitif dan penurunan daalam konsep diri.
4. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan denga kehilangan kognitif.
5. Defisit perawatan diri yang berhubbungan dengan konfusi, kehilangan kognitif dan perilaku disfungsi.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas, kelambatan berpikir dan tidak keseimbangan aktivitas.
3. Intervensi Keperawatan
a. Mendukung Fungsi Kognitif
Karena kemampuan kognitif pasien menurun, maka perawat harus memberikan lingkungan yang kalem dan mudah dikenali yang membantu pasien menginterprtasi lingkungan sekitar dan aktivitasnya. Stimulus lingkungan harus dibatasi dan rutinitas yang biasa diteruskan. Cara berbicara yang tenang, menyenangkan dan dengan memberikan penjelasan jelas dan sederhana, ditambah dengan penggunaan alat Bantu dan isyarat ingatan akan membantu meminimalkann kebingungan dan disorientasi serta memberikan rasa aman kepada pasien.
b. Peningkatan Keamanan Fisik
Lingkungan yang aman akan memungkinkan seseorang bergerak bebas dan meenghilangkan kekhawatiran keluarga yang mencemaskan mengenai keamanan. Untuk menghindari jatuh atau kecelakaan lain, semua sumber berbahaya yang jelas harus dihilangkan. Masukan medikasi dan makanann pasien harus dipantau. Lingkungan yang bebas bahaya memungkinkan pasien mandiri secara maksimal dan memiliki rasa otonomi.
c. Mengurangi Ansietas
Meskipun kehilangan kognitifnya cukup parah, namun ada saat dimana pasien sadar akan cepat menghilangkan segala kemampuannya. Pasien menjadi sangat membutuhkan dukungan emosional yang dapat memperkuat citra diri yang positif.
d. Meningkatkan Komunikasi
Untuk memperbaiki interprtasi pasien terhadap pesan, perawat harus tetap tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan sudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata seringkali telah lupa atau ada kesulitan mengorganisasi dan mengapresiasikan pikiran. Instrukssi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu. Kadang pasien dapat menunjuk suatu objek atau menggunakan bahasa non verbal untuk berkomunikasi.
e. Meningkaatkan Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.
Perubahan patofisiologi pada korteks serebri mengakibatkan pasien yang mengalami defisit perawatan diri mencapai kemandirian fisik. Upaya ditujukan untuk membantu pasien memelihara fungsi kemandirian selama mungkin. Memelihara martabat dan otonomi pribadi penting bagi penderita Alzheimer. Dia haarus didorong menentukan pilihan bila diperlukan dan berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri sebanyak mungkin.
f. Meningkatkan Aktivitas Dan Istirahat Yang Seimbang
Kebanyakan pasien Alzheimer menunjukkaan gangguan tidur dan perilaku melamun. Perilaku tersebut terjadi bila pasien merasa bosan, tidak bisa diam, agitasi atau disorientasi, terutama pada suasanan baru dan biasanya pada malam hari. Pasien yang melamun diluar rumah kadang tidak bisa pulang lagi, sehingga beresiko mengalami kecelakaann dan cedera. Bila terjadi gangguan tidur dan pasien tidak bisa tidur maka daapat dibantu dengan musik susu hangat atau garukan punggung dapat membantu pasien agar rileks.
4. Evaluasi
1. Mempertahankan funngsi ingatan yang optimal
2. Memperlihaatkan penurunan dalam perilaku yang bingung
3. Daapat bergerak bebas dan mandiri disekitar rumah
4. Mengungkapkan rasa keamanan dan terlindung
5. Mengungkapkan perasaan ketenangan dan kepuasan diri
6. Menunjukan peningkatan kemempuan untuk memahami pesan
7. Menunjukkan kemampuan untuk mengekpresikan diri secara verbal
8. Dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari pada tingkat yang diperkirakan.
9. Mengunngkapkan kesadaran tentang maartabat dan otonomi
10. Tetapkan pola tidur dan istirahat pada jadwal teratur
11. Mengurangi perilaku melamun pada malam hari
12. Menetapkan pola aktivitas pada jadwal yang ditetapkan

5. 11 Pola Fungsi menurut Gordon berkaitan dengan Penyakit Alzheimer
1. Persepsi kesehatan, penatalaksanaan kesehatan
Gejala : Perlu bantuan/tergntung pada orang lain
Tanda : Tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk.
Lupa untuk pergi ke kamar mandi, lupa langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk buang air atau tidak dapat menemukan kamar mandi.
Kurang berminat atau lupa tentang waktu makan; ketergantungan pada orang lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya di meja, makan dan menggunakan alat makan.
2. Nutrisi, Pola metabolisme
Gejala : Riwayat episode hipoglikemia ( merupakan faktor predisposisi ).
Perubahan dalam pengecapan, napsu makan, mengingkari terhadap rasa lapar/kebutuhan untuk makan.
Kehilangan berat badan
Tanda : Kehilangan kemampuan untuk mengunyah
Menghindari atau menolak makan ( mungkin mencoba menyembunyikan keterampilan ).
Tampak semakin kurus ( tahap lanjut )
3. Tidur, pola istirahat
Gejala : merasa lelah
Tanda : siang malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur.
Letargi: penurunan minat/perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/mengikuti acara program televisi
4. Kognitif, pola perseptual
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutam perubahan kognitif, dan atau gambaran yang kabur, diare, pusing atau kadang-kadang sakit kepala.
Adanya keluhan dalam penurunan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang baru berlalu, penurunan tingkah laku.
Tanda : Kerusakan komunikasi: afasia dan disfasia; kesuliatan dalam menemukan kata-kata yang benar ( terutam kata benda ); bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan subtansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar.
5. Persepsi diri, Pola konsep diri
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi atau orang khayalan.
Tanda : menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk melakukan kewajiban mungkin juga tangan membuka buku tanpa membacanya ).
Duduk dan menonton yang lain
Aktivitas utama mungkin menumpuk benda tidak bergerak, gerakan berulang ( melipat-membuka liputan-melipat kembali kain ), menyembunyikan barang-barang, atau berjalan-jalan.
Emosi labil : mudah menangis, tertawa tidak pada tempatnya; perubahan alam perasaan (apatis, letargi, gelisah, lapang pandang sempit, peka rangsang); marah yang tiba-tiba diungkapkan (reaksi katastrofik);depresif yang kuat delusi; paranoia lengket pada orang.
6. Peran, pola berhubungan
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan
Faktor psikososial sebelumnya; pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku.
Tanda : kehilangan kontrol sosial, perilaku tidak tepat.
7. Pola eliminasi.
Gejala : dorongan berkemih (dapat mengindikasikan kehilangan tonus otot)
Tanda : Inkontinensia urine/feses; cenderung kostipasi/impaksi dengan diare.
8. Aktivitas Pola latihan
9.
10. Koping, Pola toleransi stres
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius (mungkin menjadi faktor prediosposisi/faktor akselerasi)
Trauma kecelakaan (jatuh, luka bakar, dan sebagainya)
Tanda : Ekimosis, laserasi.
Rasa bermusuhan/menyerang orang lain.
11. Kepercayaan dan Keyakinan

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan yang terutama menyerang orang yang berusia diatas 65 tahun tapi tidak menutup kemungkinan dapat juga menyerang anak-anak, bahkan bayi.
Pasien dengan penyakit Alzheimer mengalami banyak kehilangan neuron-neuron hipokarpus dan korteks tanpa disertai kehilangan parenkim otak, juga terdapat kekusutan neuro fibrilar.
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti.
Pengkajian keperawatan yang dimaksudkan oleh Gordon yaitu 11 pola fungsi mencakup keseluruhannya dari penyakit Alzheimer ini.

B. Saran
 Belum banyaknya kajian tentang Penyakit Alzheimer di Indonesia mengakibatkan minimnya sumber mengenai jumlah pasti masyarakat indonesia yang menderita penyakit Alzheimer.
 Mengajak semua pihak yang menggeluti bidang kesehatan untuk lebih mensosialisasikan penyakit Alzheimer agar pencegahan dini dapat dilakukan.

Sabtu, 02 Oktober 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT GOITER

PENDAHULUAN
Tumor pada kelenjar tiroid diklasifikasikan berdasarkan sifat benigna atau maligna selain berdasarkan ada tidaknya tirotoksikosis dan kualitas pembesaran kelenjar tersebut yang dapat menyebar atau ireguler. Jika pembesaran kelenjar tiroid cukup membuat kelenjar tersebut terlihat pada leher, tumor ini dinamakan Goiter atau gondok. ( Susanne, keperawatan medikal bedah Brunner, hal.1315)

PENGERTIAN
TIPE GOITER
 Goiter toksik
Goiter yang disertai dengan hipertiriodisme. Hipertiroidisme dapat didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau akibat asupan hormon tiroid secara berlebihan. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan.

 Goiter nontoksik
Etiologi goiter non toksik antara lain adalah defisiensi iodium atau gangguan kimia intra tiroid oleh berbagai faktor.

 Simple goiter atau Goiter koloid
Tipe penyakit goiter yang sering ditemukan terutama pada kawasan geografis yang kekurangan iodium. Penyakit ini disebabkan oleh defisiensi iodium dan konsumsi sat goitrogenik dalam jumlah yang lebih besar oleh pasien dengan kelenjar tiroid yang rentan. Zat ini mencakup pemberian iodium atau litium secara berlebihan untuk pengobatan manik-depresif.
Simpel goiter menggambarkan keadaan hipertropi kompensatoripada kelenjar tiroid yang kemungkinan disebabkan stimulasi kelenjar tiroid. Kelenjar hipofisis menghasilkan tirotropin atau TSH, yaitu suatu hormon yang mengontrol pelepasan hormon dari kelenjar tiroid, produksinya meningkat, jika aktivitas tioid berada dibawah normal seperti pada iodium tidak cukup untuk produksi hormon tiroid. Penyakit goiter semacam ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher, yang terjasi secara berlebihan, dapat mengakibatkan kompressi trakea.
Apabila tindakan operatif dianjurkan, komplikasi pasca operatif dapat dikurangi dengan menempatkan keadaan ioditiroid pra operatif yang ditimbulkan oleh pengobatan dengan preparat anti tiroid dan pemberian senyawa iodida pra operatif untuk mengurangi ukuran serta vaskularisasi.

 Goiter noduler
Kelenjar tiroid tertentu bersifat noduler karena ada satu atau beberapa daerah hiperplasia (pertumbuhan berlebihan) dalam keadaan yang tampaknya serupa dengan keadaan yang menyebabkan timbulnya simple goiter. Akibat kelainan ini tidak terdapat gejala, tetapi ukuran nodul yang terbentuk tidak jarang meningkat secara perlahan dan kemudian turun kedalam rongga thoraks sehingga menimbulkan gejala penekanan. Sebagian nodul berubah menjadi maligna dan sebagian lainnya disertai keadaan hipertiroid.

GOITER NON TOKSIK
Untuk menghindari kesimpangsiuran pada pembahasan penata laksanaan asuhan keperawatan, penulisan makalah ini dibatasi hanya pada pembahasan goiter non toksik.
Goiter non toksik merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang sampai 16 % wanita dan 4 % pria yang berusia antara 20-60 tahun (patofisiologi, EGC hal. 1077).

ETIOLOGI
Etiologi goiter non toksik antara lain adalah defisiensi iodium atau gangguan kimia intra tiroid oleh berbagai faktor (patofisiologi, EGC hal. 1077).

PATOFISIOLOGI
Akibat defisiensi iodium atau gangguan kimia intra tiroid kapasitas kelenjar tiroid untuk mensekresi tiroksin terganggu, mengakibatkan peningkatan kadar TSH dan hiperplasia dan hipertropi folikel-folikel tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid pada pasien goiter non toksik sering bersifat eksaserbasi dan remisi disertai hiperevolusi dan involusi pada bagian-bagian kelenjar tiroid. Hiperplasia mungkin bergantian dengan fibrosis, dan dapat timbul nodula-nodula yang mengandung folikel-folikel tiroid.

GAMBARAN KLINIS
Secara klinis pasien dapat memperlihatkan penonjolan disepertiga bagian bawah leher. Goiter yang besar dapat menimbulkan masalah kompresi mekanik, disertai pergeseran letak trakea dan eusofagus, dan gejala-gejala obstruksi.

PENGOBATAN
Terapi goiter antara lain dengan penekanan TSH oleh hormon tiroid. Pengobatan dengan tiroksin yang lama akan mengakibatkan penekanan TSH hifosis, dan penghambatan fungsi tiroid disertai atropi kelenjar tiroid. Goiter yang besar mungkin perlu dibedah untuk menghilangkan gangguan mekanis dan kosmetis yang diakibatkannya. Pada masyarakat dimana goiter timbul sebagai akibat kekurangan iodium maka garam dapur harus diberi tambahan iodium.

PENCEGAHAN
Penyakit simple goiter atau gondok endemik dapat dicegah dengan memberikan senyawa iodiumkepada anak-anak dikawasan yang kandungan iodiumnya buruk. Jika asupan merata iodium kurang dari 40 mg/hari, kelenjar tiroid akan mengalami hipertropi . Organisasi kesehatan sedunia (WHO) menganjurkan iodisasi garam hingga mencapai konsentrasi satu bagian dalam 100.000 yang sudah cukup untuk pencegahan goiter. Di Amerika Serikat, garam beriodium merupakan satu-satunya cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit goiter dalam masyarakat yang rentan.

ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian
 Aktifitas/istirahat
Gejala : insomnia, sensivitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat.
Tanda : atropi otot

 Sirkulasi
Gejala : palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda : disritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur, peningkatan tekanan darah dengan takanan dada yang berat, takhikardi saat istirahat, sirkulasi kolap, syok (krisis tirotoksikosis).

 Eliminasi
Gejala : urine dalam jumlah yang banyak, perubahan dalam faeces.

 Integritas ego
Gejala : mengalami stress yang berat baik maupun fisik
Tanda : emosi labil (euphoria sedang sampai delirium), depresi.

 Makanan/cairan
Gejala : kehilangsn berat badan mendadak, nafsu makan meningkat, makannya sering, kehausan, mual dan muntah.
Tanda : pembesaran tiroid, goiter, edema non pitting terutama daerah pretibial.

 Neurosensori
Tanda : bicara cepat dan parau, gangguan status mental dan perilaku, seperti bingung, disorientasi, gelisa, peka rangsang, delirium, psikosis, stupor, koma, tremor halus pada tangan, tanpa tujuan, beberapa bagian tersentak-sentak, hiperaktif reflek tendon dalam (RTD).
Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri orbital/fothopobia

 Pernafasan
Tanda : frekwensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, sumbatan jalan nafas, terjadi penekanan.


 Keamanan
Gejala : tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, kebutuhan meningkat akan iodium (G), alergi etrhadap iodium (Hi).
Tanda : suhu meningkat 37,4 derajat celcius. Diaforesisi, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, exoftalmus: retraksi, iritasi padakonjungtiva dan berair. Puritus, lesi, eritema ( sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.

 Seksualitas
Tanda : penurunan libido, hipomenorhea dan impotensi.

 Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : adanya riwayat keluarga mengalami masalah itroid, riwayat hipotiroidisme, terapi hormon tiroid atau pengobatan antitiroid, dihentikan terhadap pengobatan antitiroid, dilakukan pembedahan tiroidektomi sebagian, riwayat pemberian insulin yang menyebabkan hipoglikemia, gangguan jantung atau pembedahan jantung, penyakit yang baru terjadi (pnemonia), trauma, periksaan rontgen fhoto dengan zat kontras.

b. Diagnosa keperawatan
1. Nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya pembesaran jaringan pada leher, penekanan trakhea.
2. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan adanya penekanan daerah oesofagus, penurunan nafsu makan.
3. Gangguan konsep diri (harga diri rendah) berhubungan dengan tidak efektifnya coping individu, adanya pembesaran pada leher.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.

c. Intervensi
Diagnosa 1
Rencana tindakan :
1. Pantau frekwensi pernafasan , kedalaman, dan kerja pernafasan
2. Auskultasi suara nafas, catat adanya perubahan suara patologis
3. Waspadakan klien agar leher tidak tertekuk/posisikan semi ekstensi atau eksensi pada saat beristirahat.
4. Ajari klien latiahan nafas dalam
5. Selidiki keluhan kesulitan menelan
6. Persiapkan operasi bila diperlukan.

Diagnosa 2
Rencana tindakan :
1. Kaji adanya kesulitan menelan, selera makan, kelemahan umum dan munculnya mual dan muntah.
2. Pantau masukan makanan setiap hari dan timbang berat bada setiap hari serta laporkan adnaya penurunan.
3. Dorong klien untuk makan dan meningkatkan jumlah makan dan juga beri makanan lunak, dengan menggunakan makanan tinggi kalori yang mudah dicerna.
4. Beri/tawarkan makanan kesukaan klien.
5. Kolaborasi : konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet tinggi kalori, protein, karbohidrat dan vitamin.

Diagnosa 3
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat perubahan rentang harga diri rendah
2. Pastikan tujuan tindakan yang kita lakukan adalah realistis
3. Sampaikan hal-hal yang positif secara mutlak untuk klien, tingkatkan pemahaman tentang penerimaan anda pada pasien sebagai seorang individu yang berharga.
4. Tentukan untuk perilaku manipulatif, identifikasi konsekensi untuk pelanggaran ini dengana cara yang berbelit-belit.
5. Diskusikan masa depan klien, bantu klien dalam menetapkan tujuan-tujuan jangka pendek dan panjang.


Diagnosa 4
Rencana tindakan :
1. Tinjau kembali proses penyakit dan harapan masa datang
2. Berikan informasi yang tepat dengan keadaan individu
3. Identifikasi sumber stress dan diskusikan faktor pencetus krisis tiroid yang terjadi, seperti orang/sosial, pekerjaan, infeksi, kehamilan
4. Berikan informasi tentang tanda dan gejala dari penyakit gondok serta penyebabnya
5. Diskusikan mengenai terapi obat-obatan termasuk juga ketaatan etrhadap pengobatan dan tujuan terapi serta efek samping obat etrsebut
6. Beri dukungan moril dapat menjalankan semua anjuran/informasi yang didapat baik oleh petugas kesehatan maupun keluarga.

PENYIMPANGAN KDM PENYAKIT GOITER


Defesiensi iodium/Gg kimia intra tiroid Perubahan litium dan iodium berlebihan


Zat goiterroenik



simple goiter/goiter koloid Goiter noduler


Gangguan kelenjar tiroid


Gangguan sekresi tiroksin


Kompensatorik stimulus kel.tiroid




Hipetropi peningkatan TSH hiperplasia

Maligna
Pembesaran pada leher kelainan kel.tiroid nodul Hipertiroid

Berlebih : kompresi trakhea turun kerongga thorax
Dan oesofagus
Penekanan daerah setempat


Obstruksi jalan nafas
Gg pernafasan Gg pola nutrisi
Nafas tidak efektif



Efektifitas coping tidak Gg konsep diri (HDR)


Ketidakmampuan masalah kurang informasi kurang Pengetahuan

DAFTAR PUSTAKA

1. Marlyna E Doenges, dkk, Nursing Care Plans, edisi 2, F.A Davis C ompany, Philadelphia, 1984.
2. Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah, jilid 3, terjemahan, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung, 1996.
3. Hotma Rumaharbo, S.Kp. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistim Endokrin, EGC,1999.
4. Barbara Engram, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC, Jakarta,1998.
5. Susanne, Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddart. EGC. Jakarta.
6. Sylvia A. Price, Dkk. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 4, EGC, Jakarta, 1995.