Kamis, 30 Desember 2010

SUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RISIKO BUNUH DIRI

Modul ini berisi panduan agar Saudara dapat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien risiko bunuh diri. Saudara dapat mempelajari isi modul ini, mengerjakan latihan-latihan sesuai panduan, sehingga saudara mampu menangani pasien yang berisiko bunuh diri. Selamat mempelajari modul ini !

A. Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari modul ini saudara diharapkan mampu:
1. Melakukan pengkajian pasien yang berisiko bunuh diri
2. Menetapkan diagnosa keperawatan pasien risiko bunuh diri
3. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien risiko bunuh diri
4. Melakukan tindakan keperawatan pada keluarga pasien risiko bunuh diri
5. Melakukan evaluasi kemampuan pasien dan keluarga pasien risiko bunuh diri
6. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pasien risiko bunuh diri

B. Pengkajian

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, kita mengenal tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu:

1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan: “Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”

Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah

2. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.

Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.


3. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

Berdasarkan jenis-jenis bunuh diri diatas dapat dilihat data-data yang harus dikaji pada tiap jenisnya.

Setelah melakukan pengkajian, saudara dapat merumuskan diagnosa keperawatan berdasarkan tingkat risiko dilakukannya bunuh diri (lihat pembagian tiga macam perilaku bunuh diri pada halaman sebelumnya).

Jika ditemukan data bahwa pasien menunjukkan isyarat bunuh diri, masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah: Harga diri rendah. Bila saudara telah merumuskan masalah ini, maka tindakan keperawatan yang paling utama dilakukan adalah meningkatkan harga diri pasien (selengkapnya lihat modul harga diri rendah).

C. Diagnosa Keperawatan

Jika ditemukan data bahwa pasien memberikan ancaman atau mencoba bunuh diri, masalah keperawatan yang mungkin muncul :

Bila saudara telah merumuskan masalah ini, maka saudara perlu segera melakukan tindakan keperawatan untuk melindungi pasien.


.D. Tindakan Keperawatan

Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Risiko Bunuh Diri

1. Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri
a. Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat
b. Tindakan : Melindungi pasien

Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat melakukan tindakan berikut:
1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman
2) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang)
3) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan obat
4) Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri


SP 1 Pasien: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri

Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini


2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri

a. Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang
mengancam atau mencoba bunuh diri

b. Tindakan:
1) Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan pasien sendirian
2) Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya disekitar pasien
3) Mendiskusikan dengan keluarga ja untuk tidak sering melamun sendiri
4) Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur

SP 2 Keluarga: Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang
mencoba bunuh diri
Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini


Isyarat Bunuh Diri dengan diagnosa harga diri rendah
1. Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri
a. Tujuan:
1) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
2) Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
3) Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
4) Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
b.Tindakan keperawatan
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
a) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
b) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
e) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian masalah
c) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik

SP 2 Pasien: Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri
Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini


SP 3 Pasien: Percakapan untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri

Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini

SP 4 Pasien: Berikut ini percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pada pasien isyarat bunuh diri

Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien isyarat bunuh diri
a. Tujuan : keluarga mampu merawat pasien dengan risiko bunuh diri.
b. Tindakan keperawatan:
1) Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
a) Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang penah muncul pada pasien.
b) Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien berisiko bunuh diri.

2) Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri
a) Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
b) Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
(1) Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien di tempat yang mudah diawasi, jangan biarkan pasien mengunci diri di kamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian di rumah
(2) Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri. Jauhkan pasien dari barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri, seperti: tali, bahan bakar minyak / bensin, api, pisau atau benda tajam lainnya, zat yang berbahaya seperti obat nyamuk atau racun serangga.
(3) Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apabila tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukan tanda dan gejala untuk bunuh diri.
c) Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut di atas.
3) Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien melakukan percobaan bunuh diri, antara lain:
a) Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan upaya bunuh diri tersebut
b) Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan bantuan medis
4) Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
a) Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan
b) Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara teratur untuk mengatasi masalah bunuh dirinya.
c) Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip lima benar yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara penggunakannya, benar waktu penggunaannya

SP 2 Keluarga: Percakapan untuk mengajarkan keluarga tentang cara merawat
anggota keluarga berisiko bunuh diri. (isyarat bunuh diri)
Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini

SP 3 Keluarga: Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat bunuh diri

Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini


Latihan 8: Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini

SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan Pulang bersama keluarga dengan pasien risiko bunuh diri

Peragakan bersama pasangan anda komunikasi dibawah ini
ORIENTASI
“Assalamualaikum pak, bu, hari ini B sudah boleh pulang, maka sebaiknya kita membicarakan jadual B selama dirumah”Berapa lama kita bisa diskusi?, baik mari kita diskusikan.”
KERJA
“Pak, bu, ini jadual B selama di rumah sakit, coba perhatikan, dapatkah dilakukan dirumah?’ tolong dilanjutkan dirumah, baik jadual aktivitas maupun jadual minum obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh B selama di rumah. Kalau misalnya B terus menerus mengatakan ingin bunuh diri, tampak gelisah dan tidak terkendali serta tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, tolong bapak dan ibusegera hubungi Suster H di Puskesmas Ingin Jaya, puskesmas terdekat dari rumah ibu dan bapak, ini nomor telepon puskesmasnya: (0651) 853xxx
Selanjutnya suster H yang akan membantu memantau perkembangan B

TERMINASI
“Bagaimanpak/bu? Ada yang belum kelas?” Ini jadual kegiatan harian B untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat K di puskesmas Indrapuri. Jangan lupa kontrol ke puskesmas sebelum obat habis atau ada gejala yang tanpak. Silahkan seloesaikan administrasinya.

Ringkasan tindakan keperawatan untuk pasien berisiko bunuh diri
berdasarkan perilaku bunuh diri yang ditampilkan

Tiga macam perilaku bunuh diri
Tindakan keperawatan untuk pasien Tindakan keperawatan untuk keluarga
1. Isyarat bunuh diri Mendiskusikan cara mengatasi keinginan bunuh diri

Meningkatkan harga diri pasien

Meningkatkan kemampuan pasien dalam menyelesaikan masalah Melakukan pendidikan kesehatan tentang cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri
2. Ancaman bunuh diri
3. Percobaan bunuh diri Melindungi pasien Melibatkan keluarga untuk mengawasi pasien secara ketat

E. Evaluasi

1. Evaluasi kemampuan pasien dan keluarga

PENILAIAN KEMAMPUAN PASIEN DAN KELUARGA
DENGAN MASALAH RISIKO BUNUH DIRI

Nama pasien : .................
Nama ruangan : ...................
Nama perawat : ...................
Petunjuk pengisian:
1. Berilah tanda (V) jika pasien dan keluarga mampu melakukan kemampuan di bawah ini.
2. Tuliskan tanggal setiap dilakukan penilaian

No
Kemampuan Tanggal

A Pasien
1 Menyebutkan cara mengamankan benda-benda berbahaya
2 Menyebutkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
3 Menyebutkan aspek positif diri
4 Menyebutkan koping konstruktif untuk mengatasi masalah
5 Menyebutkan rencana masa depan
6 Membuat rencana masa depan
B Keluarga
1 Menyebutkan pengertian bunuh diri dan proses terjadinya bunuh diri
2 Menyebutkan tanda dan gejala resiko bunuh diri
3 Menyebutkan cara merawat pasien dengan bunuh diri
4 Membuat jadual aktivitas dan minum obat klien di rumah (discharge planning)
5 Memberikan pujian atas kemampuan pasien

2. Evaluasi kemampuan perawat
PENILAIAN KEMAMPUAN PERAWAT
DALAM MERAWAT PASIEN RISIKO BUNUH DIRI

Nama pasien : .................
Nama ruangan : ...................
Nama perawat : ...................
Petunjuk pengisian:
Penilaian tindakan keperawatan untuk setiap SP dengan menggunakan instrumen penilaian kinerja (No 04.01.01).
Nilai tiap penilaian kinerja masukkan ke tabel pada baris nilai SP.


No
Kemampuan Tanggal

A Pasien
SP I p
1 Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
2 Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
3 Melakukan kontrak treatment
4 Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
5 Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
Nilai SP I p
SP II p
1 Mengidentifikasi aspek positif pasien
2 Mendorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri
3 Mendorong pasien untuk menhargai diri sebagai individu yang berharga
Nilai SP II p
SP III p
1 Mengidentifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien
2 Menilai pola koping yang biasa dilakukan
3 Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif
4 Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
5 Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif dalam kegiatan harian
Nilai SP III p
SP IV p
1 Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
2 Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis
3 Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan yang realistis
Nilai SP IVp
B Keluarga
SP I k
1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala risiko bunuh diri, dan jenis perilaku bunuh diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3 Menjelaskan cara-cara merawat pasien risiko bunuh diri
Nilai SP I k
SP II k
1 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan risiko bunuh diri
2 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien risko bunuh diri
Nilai SP II k
SP III k
1 Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning)
2 Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
Nilai SP III k
Total Nilai: SP p + SP k
Rata-rata


F. Dokumentasi Asuhan Keperawatan

Pendokumentasian atau pencatatan dilakukan pada semua tahap proses perawatan.
Berikut adalah panduan pengkajian pada pasien risiko bunuh diri
Pengkajian:
1. Keluhan utama _______________________________________________________
2. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan ____________________________
3. Konsep diri : Harga diri ________________________________________________
(Umumnya pasien mengatakan hal-hal yang negatif tentang dirinya, yang menunjukan
harga diri yang rendah)
4. Alam perasaan ( ) Sedih ( ) Ketakutan ( ) Putus asa ( ) Gembira berlebihan
(Pasien umumnya merasakan kesedihan dan keputuas asaan yang sangat mendalam)
4. Interaksi selama wawancara ( ) Bermusuhan ( ) Tidak kooperatif
( ) Mudah tersinggung ( ) Kontak mata kurang ( ) Defensif ( ) Curiga
(Pasien biasanya menunjukkan kontak mata yang kurang)
5. Afek ( ) Datar ( ) Tumpul ( ) Labil ( ) Tidak sesuai
(Pasien biasanya menunjukkan afek yang datar atau tumpul)
6. Mekanisme koping mal adaptif (cara penyelesaian masalah yang tidak baik)
( ) Minum alkohol ( ) Reaksi lambat ( ) Bekerja berlebihan
( ) Menghundar ( ) Mencederai diri ( ) Lainnya
(Pasien biasanya menyelesaikan masalahnya dengan cara menghindar dan
menciderai diri)
7. Masalah psikososial & lingkungan
( ) Masalah dengan dukungan keluarga ( ) Masalah dengan perumahan


G. Terapi Aktivitas Kelompok

Terapi kelompok yang dapat dilakukan untuk pasien dengan bunuh diri adalah:
1. TAK stimulasi persepsi untuk harga diri rendah
a. Sesi 1: Identifikasi hal positif pada diri
b. Sesi 2: Melatih positif pada diri


2. TAK sosialisasi
TAK sosialisasi terdiri dari tujuh sesi yaitu:
a. Sesi 1: Kemampuan memperkenalkan diri
b. Sesi 2: Kemampuan berkenalan
c. Sesi 3: Kemampuan bercakap-cakap
d. Sesi 4: Kemampuan bercakap-cakap topik tertentu
e. Sesi 5: Kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
f. Sesi 6: Kemampuan bekerjasama
g. Sesi 7: Evaluasi kemampuan sosialisasi

Panduan secara lengkap untuk melaksanakan TAK tersebut di atas dan format evaluasinya dapat dilihat pada Buku Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok

H. Pertemuan Kelompok Keluarga

Asuhan keperawatan untuk kelompok keluarga ini dapat diberikan dengan melaksanakan pertemuan keluarga baik dalam bentuk kelompok kecil dan kelompok besar. Lebih rinci panduan pertemuan keluarga ini dapat dilihat di modul lain. Demikian juga dengan format evaluasi untuk pasien dan perawat akan ditampilkan di modul khusus yang membahas pertemuan keluarga.

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN KELUARGA BERENCANA PADA Ny “S” AKSEPTOR SUNTIK CYCLOFEM

NO. REGISTRASI : 05 12 07
TGL. KUNJUNGAN : 14 JANUARI 2009
TGL. PENGKAJIAN : 14 JANUARI 2009

LANGKAH I : IDENTIFIKASI DATA DASAR
A. Identifikasi Istri/Suami
Nama : Ny “L”/Tn “A”
Umur : 26 thn/27 thn
Nikah / Lamanya:1 X / ± 5 thn
Suku : Toraja/ Toraja
Agama : Kristen/ Kristen
Pendidikan : SMA/ SMA
Pekerjaan : IRT/ Kopka TNI
Alamat : Asrama Linut 300

B. Data Biologis/ Fisiologis
1. Ibu datang ke RS TK II Pelamonia, ingin menjadi akseptor KB suntik Cyclofem.
2. Ibu mempunyai 2 orang anak, dengan anak terakhir berumur 3 thn.


C. Riwayat Kesehatan Lalu dan Sekarang
- Ibu mengatakan tidak ada riwayat penyakit jantung, ginjal dan DM, hipertensi.
- Ibu pernah di Secsio Cesarea pada kelahiran anak pertama.
- Ibu tidak pernah mengalami gangguan haid sebelumnya.
- Ibu tidak pernah dirawat di RS karena penyakit serius.
- Tidak ada riwayat penyakit kelamin dan kulit.
- Ibu mengatakan tidak ada riwayat alergi.
- Ibu mengatakan tidak ada riwayat kebergantungan terhadap obat, alkohol.
3. Riwayat reproduksi
- Riwayat haid
a. Menarche umur 15 thn
b. Siklus haid 28 – 30 hari.
c. Lamanya haid 5 – 7 hari
d. Tidak ada dismenorhoe.
4. Riwayat obstetri dan ginekologi
- P II A0
- Ibu mengatakan tidak pernah ada riwayat ginekologi.
- Ibu mengatakan tidak pernah ada riwayat PMS.
5. Riwayat KB
- Ibu mengatakan tidak pernah menggunakan kontrasepsi lain selain kontrasepsi suntik 1 bulan cyclofem.
- Alasan selama ini menggunakan kontrasepsi suntik adalah karena sudah tidak ingin punya anak lagi.
6. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum baik.
- BB sekarang : 58 kg BB lalu : 56 kg.
- TTV : TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/i
S : 36 ºC
P : 24 x/i
7. Kegiatan sehari-hari
a. Kebutuhan nutrisi
- frekuensi : 3x sehari
- nafsuh makan : baik
* Tidak ada perubahan setelah menggunkan kontrasepsi.
b. Eliminasi
- BAK frekuensi : 3-4 x sehari
- BAB frekuensi : 1x sehari
* Tidak ada perubahan setelah menggunakan kontrasepsi.
c. Personal hygiene
- Mandi : 2x sehari
- Mencuci : 3 x seminggu
8. Data psikologi dan spiritual, social.
- Ibu senang menjadi akseptor KB suntik.
- Tidak ada kendala dari pihak lain (suami dan keluarga).
- Hubungan ibu dengan suami sangat harmonis.
- Ibu beragama Kristen dan taat menjalankan ibadah.
- Ibu beryakinan bahwa pelaksanaan KB suntik tidak bertentangan dengan agama.

LANGKAH II : IDENTIFIKASI DIAGNOSA / MASALAH AKTUAL
Diagnosa : Akseptor KB Cyclofem 1 bln
DS : - Ibu ingin menjadi akseptir KB.
- Ibu mengatakan ini suntikan yang ke dua.
DO : Tertulis pada kartu ibu menjadi akseptor KB suntik dan di suntik pada tanggal 10-12-2008 dan kembali tanggal 10-01-2009.
Analisa dan iterprestasi data
Suntikan cyclofem dapat menghambat pengeluaran FSH dan LH sehingga tidak terjadi pelepasan duum juga dapat mengubah suasana endometrium sehingga tidak sempurna untuk implementasi hasil konsepsi dan juga mengentalkan lendir seruiks sehingga sulit di tembus oleh sperma.
Masalah Aktual : tidak ada

LANGKAH III : IDENTIFIKASI DIAGNOSA / MASALAH POTENSIAL
Tidak ada data yang menunjang.

LANGKAH IV : TINDAKAN SEGERA / KOLABORASI
Tidak ada data yang menunjang.


LANGKAH V : RENCANA TINDAKAN
Diagnosa : Akseptor KB dengan suntikan cyclofem 1 bilan
Tujuan: - Pemberian pembayaran suntikan KB terlaksana.
- Kecemasan teratasi
Kriteria : - Ibu bersedia menjadi Akseptor KB.
- Ibu tidak merasa cemas dan takut.
- Ibu memahami keuntungan dan kerugian KB
Rencana tindakan
1. Sambut ibu dengan senyum, sapa, salam, sopan, dan santun.
Rasional : Dengan senyum, sapa, salam, sopan dan santun ibu akan merasa nyaman dan diperhatikan serta menjalin hubungan baik antara bidan dan lien.
2. Jelaskan pada ibu tentang keuntungan dan kerugian cyclofem.
Rasional : Mengurangi kecemasan klien dan menentukan tindakan selanjutnya.
3. Kaji tingkat kecemasan.
Rasioanl : Untuk mengetahui kecemasan klien dan menentukan tindakan selanjutnya.
4. Berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya dan beri dukungan moral pada ibu.
Rasional : Agar ibu lebih tenang dalam menghadapi masalahnya.
5. Observasi tanda – tanda vital.
Rasional : Merupakan indikator untuk menentukan tindakan selanjutnya.
6. Lakukan penyuntikan cyclofem pada bokong ibu yaitu 1/3 spina iliaka ( anterior superior ) secara IM.
Rasioanl :Untuk memenuhi keinginan akseptor.
7. Anjurkan ibu untuk datang kembali 1 bulan yang akan datang pada tanggal 14 – 02 - 2009.
Rasional : Dengan memberitahukan ibu jadwal suntikan berikutnya ibu tidak akan lupa datang sesuai tanggal yang telah ditentukan.

LANGKAH VI : IMPLEMENTASI
Tanggal 14 – 01 – 2009
1. Menyambut ibu dengan senyum, sapa, salam, sopan, dan santun.
2. Menjelaskan tentang kandungan – kandungan cyclofem.
3. Menjelaskan pada ibu tentang keuntungan dan kerugian cyclofem
Keuntungan :
a. Menimbulkan efek lebih cepat menghilang setelah suntikan dihentikan.
b. Menimbulkan perdarahan haid teratur tiap bulan.
c. Kurang menimbulkan perdarahan bercak ( spotting )
d. Kurang menimbulkan amenorea
e. Mudah di dapat.
Kerugian :
a. Penyuntikan lebih sering
b. Biaya keseluruhan tinggi
c. Kemungkinan efek samping dari suntik adalah sakit kepala, pusing – pusing, mual, kalau cocok badan akan menjadi gemuk, kalau tidak cocok badan akan menjadi kurus.
d. Biasa terjadi gangguan haid yaitu kadang gatal seluruh badan, kadang timbul bercak – bercak hitam di wajah / jerawat, kadang terjadi hipertensi dan kadang terjadi penurunan libido dalam jangka panjang.
4. Mengkaji tempat kecemasan ( kecemasan ibu baik )
5.Memberikan kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya dan berikan dukungan moral pada ibu.
6. Mengobservasi tanda – tanda vital:
TD = 120/80 mmHg S = 36ºC
N = 80 X/I P = 20X/i
7. Menyuntikkan ibu dengan cyclofem 0,5 cc
8. Menjadwalkan kunjungan bulan berikutnya tanggal 14 – 02 – 2009.
9. Ibu bersedia datang pada tanggal tersebut untuk melanjutkan suntikan.
LANGKAH VII : EVALUASI
1. Ibu mengerti tentang keuntungan dan kerugian suntikan 1 bulan cyclofem.
2. Ibu bersedia menjadi akseptor KB.
3. Kecemasan ibu berkurang.
4. Wajah ibu tampak tenang.
5. Ibu sudah disuntik cyclofem 0,5 cc
6. Tnggal kembalinya 14 – 02 – 2009
7. Ibu mengerti dan mengetahui efek samping suntik cyclofem 1 bulan.
8. Ibu bersedia datang sesuai jadwal suntikan berikutnya .





















PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN
KELUARGA BERENCANA
( S O A P )

NO. REGISTRASI : 05 12 07
TGL. KUNJUNGAN : 14 JANUARI 2009
TGL. PENGKAJIAN : 14 JANUARI 2009

Identifikasi Istri / Suami
Nama : Ny “L”/Tn “A”
Umur : 26 thn/27 thn
Nikah / Lamanya:1 X / ± 5 thn
Suku : Toraja/ Toraja
Agama : Kristen/ Kristen
Pendidikan : SMA/ SMA
Pekerjaan : IRT/ Kopka TNI
Alamat : Asrama Linut 300

SUBJEKTIF (S)
1. Ibu datang ke RS TK II Pelamonia, ingin menjadi akseptor KB suntik cyclofem.
2. bu mengatakan tidak ingin melahirkan lagi.
3. Ibu tidak takut dan cemas menghadapi kegagalan pemakaian kontrasepsi.
4. Ibu mengatakan lebih menyukai suntikan karena biasanya tidak haid.

OBJEKTIF (O)
1. Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
2. Tidak ada pembesaran massa pada kedua payudar.
3. Tidak ada nyeri tekan pada pembesaran abdomen.
4. Tidak ada kelainan pada vulva dan vagina.
5. Tidak ada varices dan odema pada vagina.
6. TTV : TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/i
S : 36 ºC
P : 20 x/i

ASSESMENT (A)
Akseptor KB suntik cyclofem 1 bulan.

PLANNING (P)
Tanggal 14 Januari 2009
1. Menyambut ibu dengan senyum, sapa, salam, sopan dan santun.
2. Menjelaskan pada ibu tentang cyclofem, dimana saat ini di Indonesia telah tersedia kontrasepsi suntik 1 bulan sekali yaitu cyclofem.
3. Memberikan penyuluhan tentang keuntungan dan kerugian dari kontrasepsi suntik cyclofem 1 bulan.
4. Mengobservasi tanda – tanda vital.
5. Menyuntikkan ibu dengan cyclofem 0,5 cc.
6. Menjadwalkan kunjungan bulan berikutnya tanggal 14 – 02 – 2009.

KTI Asuhan Kebidanan pada Ny “ M “ dengan Retensio Plasenta di Rumah sakit Bhayangkara Mappa Oudang

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah mortalitas dan morbiditas ibu masih merupakan masalah yang besar dari tahun ke tahun diseluruh dunia. Di berbagai Negara, dilemma ini merupakan fenomena yang sangat kompleks. Resiko kematian ibu karena adanya komplikasi pada masa kehamilan dan proses persalinan yang sering terjadi adalah perdarahan, eklamsia, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Sebagian besar kasus perdarahan terjadi karena retensio plasenta yang merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka kematian ibu. ( http://www.path.org./file/Indonesia online diakses tanggal 17 juni 2009 )
Menurut Word Health Organization ( WHO ) mencatat pada tahun 2007 bahwa tiap tahunnya angka kematian ibu lebih dari 300 hingga 400/100.000 kelahiran hidup, perempuan meninggal yang disebabkan perdarahan 28 %, eklamsia 12 %, abortus 13 %, sepsis 15 %, partus lama 8 %, dan penyebab lain – lain 2 %. Sedangkan di negara – negara ASEAN seperti : Singapura 6/100.000 kelahiran hidup, Malaysia 41/100.000 kelahiran hidup, Thailand 44/100.000 kelahiran hidup, Filipina 170/100.000 kelahiran hidup. Tingginya angka kematian ibu di Indonesia karena masih adanya anggapan persalinan sebagai kodrat perempuan yang dapat berjalan dengan sendirinya, sehingga masalah kehamilan adalah urusan personal kaum perempuan yang harus ditanggung sendiri oleh perempuan.( http://www.dinkes-sulsel.go.id diakses tanggal 17 juni 2009 )
Angka Kematian Ibu ( AKI ) di Indonesia berhasil diturunkan dari 270 per 100.000 KH pada tahun 2004 menjadi 262 per 100.000 KH pada tahun 2005, 255 per 100.000 KH pada tahun 2006 dan tahun 2007menjadi 248 per 100.000 KH, hal ini menadakan penurunan angka kematian ibu mencapai 0,07 % tiap tahunnya. Namun meskipun demikian kondisi ibu belum merubah status Indonesia sebagai negara dengan angka kematian ibu tertinggi di Asia Tenggara karena angka kematian ibu di negara – negara Asia Tenggara lainnya masih jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia. Hal ini terjadi karena masih minimnya jumlah tenaga kesehatan yang terampil dalam penanganan persalinan dan komplikasinya. Disamping itu, tingkat pengetahuan sebagian masyarakat tentang kehamilan dan persalinan masih rendah. Serta factor ekonomi, perilaku, dan budaya. ( http://www.groups.yahoo.com/group/ppiindia online di akses tanggal 17 juni 2009 )
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. ( Candida,2008,hal 178 )
Di Sulawesi Selatan berdasarkan data yang diperoleh dari profil Dinas Kesehatan, pada tahun 2008 tercatat angka kematian ibu 266/100.000 kelahiran hidup yang disebabkan perdarahan 73 kasus ( 51,8 % ), eklamsia 39 kasus ( 27,7 % ), infeksi 8 kasus ( 5,6 % ).
Data yang diperoleh dari medical record di Rumah Sakit Bhayangkara Mappa Oudang 2008, dari jumlah ibu yang melahirkan yaitu sebanyak 759 orang perdarahan 49 orang, yang disebabkan oleh atonia uteri 19 orang, Rest plasenta 17 orang, Robekan jalan lahir 9 orang, Retensio Plasenta 4 orang.
Adanya resiko dari Retensio Plasenta yang menyebabkan kematian ibu sehingga mendorong penulis untuk mengkaji permasalahan dengan memaparkan lewat karya tulis ilmiah ini sebagai wujud perhatian dan tanggung jawab dalam memberikan kontribusi pemikiran pada berbagai pihak yang berkompeten dengan masalah tersebut guna mencari solusi yang terbaik dari permasalahan dengan menerapkan dalam manajemen asuhan kebidanan khususnya pada kasus Retensio Plasenta yang diuraikan dalam tujuh langkah varney.
B. Ruang Lingkup Permasalahan
Adapun ruang lingkup dalam pembahasan karya tulis ini meliputi asuhan kebidanan pada Ny “ M “ dengan Retensio Plasenta di Rumah sakit Bhayangkara Mappa Oudang Tangggal 7 s/d 9 juni 2009
C. Tujuan Khusus
1. Tujuan umum
Dapat melaksanakan Asuhan Kebidanan pada Ny “ M “ dengan Retensio Plasenta di Rumah sakit Bhayangkara Mappa Oudang Tanggal 7 s/d 9 juni 2009 dengan menggunakan asuhan kebidana sesuai dengan kompetensi dan wewenang bidan.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melaksanakan pengkajian dan analisis data pada Ny “ M “ dengan Retensio Plasenta di Rumah sakit Bhayangkara Mappa Oudang Tanggal 7 s/d 9 juni 2009.
b. Dapat menganalisis dan menginterpretasikan data untuk menegakkan diagnosa / masalah aktual pada Ny “ M “ dengan Retensio Plasenta di Rumah sakit Bhayangkara Mappa Oudang Tanggal 7 s/d 9 juni 2009
c. Dapat menganalisis dan menginterpretasikan data untuk menegakkan diagnosa / masalah potensial pada Ny “ M “ dengan Retensio Plasenta di Rumah sakit Bhayangkara Mappa Oudang Tanggal 7 s/d 9 juni 2009.
d. Dapat melaksanakan tindakan segera / kolaborasi guna memecahkan masalah pada Ny “ M “ dengan Retensio Plasenta di Rumah sakit Bhayangkara Mappa Oudang Tanggal 6 s/d 9 juni 2009.
e. Dapat merencanakan tindakan dalam asuhan kebidanan pada Ny “ M “ dengan Retensio Plasenta di Rumah sakit Bhayangkara Mappa Oudang Tanggal 6 s/d 9 juni 2009.
f. Dapat melaksanakan tindakan asuhan kebidanan pada Ny “ M “ dengan Retensio Plasenta di Rumah sakit Bhayangkara Mappa Oudang Tanggal 6 s/d 9 juni 2009.
g. Dapat mengevaluasi hasil tindakn asuhan kebidanan pada Ny “ M “ dengan Retensio Plasenta di Rumah sakit Bhayangkara Mappa Oudang Tanggal 6 s/d 9 juni 2009.
h. Dapat mendokumentasikan semua temuan dan asuhan kebidanan yang telah dilaksanakan pada Ny “ M “ dengan Retensio Plasenta di Rumah sakit Bhayangkara Mappa Oudang Tanggal 6 s/d 9 juni 2009.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat ilmiah
Sebagai bahan acuan atau pedoman institusi jurusan kebidanan dalam penyusunan karya tulis ilmiah.
2. Manfaat praktis
Sebagai sumber informasi bagi tenaga bidan di Rumah sakit Bhayangkara Mappa Oudang khususnya yang berkaitan ddengan Retensio Plasenta.


3. Manfaat peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penulisan serta merupakan tambahan yang sangat berharga dalam penerapan asuhan kebidanan dengan Retensio Plasenta.
E. Metode Penulisaan
Metode yang digunakan untuk menulis karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut
1. Studi Kepustakaan
Mempelajari atau membaca berbagai literature yang berhubungan dengan Retensio Plasenta.
2. Studi Kasus
Dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah dalam asuhan kebidanan yang meliputi pengkajian data, analisa dan perumusan diagnosa / masalah aktual, diagnosa masalah potensial, perencanaan asuhan, pelaksanaan asuhan, dan evaluasi serta dokumentasi asuhan kebidanan. Untuk menghimpun data / informasi dalam pengkajian dengan menggunakan tehnik sebagai berikut:
a. Anamnese
Yaitu penulis mengadakan tanya jawabdengan ibu, suami dan keluarga yang terlibat tentang masalah yang dialami klien guna mendapatkan data yang diperlukan untuk memberikan asuhan kebidanan.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemerikasaan fisik dilakukan secara sistematis mulai pemriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi, dan pemeriksaan penunjang ( laboratorium ) dengan menggunakan format pengkajian yang telah disusun sebelumnya untuk mendapatkan data yang objektif mengenai keadaan klien.

c. Pengkajian Psikososial, Spritual, dan Ekonomi.
Pengkajian psikososial dilakukan untuk mengetahui status emosional, Serta pola interaksi klien terhadap keluarga, petugas kesehatan dan lingkungannya serta pengetahuan tentang kesehatan.
3. Studi Dokumentasi
Membaca dan mempelajari status kesehatan yang berhubungan dengan keadaan Ny “ M “, baik yang bersumber dari catatan dokter, bidan maupun dari sumber lain yang menunjang dengan masalah Ny “ M “
4. Diskusi
Diskusi dengan tenaga kesehatan yaitu dokter dan bidan maupun pembimbing demi kelancaran penulisan karya tulis ini.
F. Sistematika Penulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Tinjauan Umum Tentang Persalinan
1.Pengertian Persalinan
a. Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. ( Depkes RI,2007,hal 37 )
b. Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. ( Sarwono, 2005 hal 180 )
c. Persalinan normal adalah persalinan yang berjalan dengan kekuatan sendiri, spontan dengan presentase belakang kepala, aterm dan hidup. (Chandranita,2008,hal 21 )
d. Persalinan normal adalah proses pengeluaran buah kehamilan cukup bulan yang mencakup pengeluaran bayi,plasenta dan selaput ketuban,dengan presentase kepala ( posisis belakang kepala ), dari rahim ibu melalui jalan lahir ( baik jalan lahir lunak maupun kasar ), dengan tenaga ibu sendiri ( tidak ada intervensi dari luar ), ( http://www.kalbe.co .id/files/cdk/files/19 diakes tanggal 17 juni 2009 ).
2. Etiologi Persalinan
a. Teori penurunan hormone
1 – 2 minggu sebelum partus mulai terjadi penurunan kadar hormone estrogen dan progesterone.Progesteron bekerja sebagai penenang otot – otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah,sehinggal timbul his bila kadar progesterone turun. Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke 15 hingga aterm meningkat, lebih – lebih sewaktu partus. ( Wiknjosastro H, 2005, hal 181)
b. Teori plasenta menjadi tua
Dengan tuanya kehamilan maka vilil koriales mengalami perubahan – perubahan,sehingga kadar estrogen dan progesterone menurun sehingga menimbulkan kontraksi rahim.( Wiknjosastro H,2005,hal 181 ).
c. Teori distensi rahim
Rahim yang menjadi membesar dan meregang menyebabkan iskemia otot–otot rahim,sehingga mengganggu sirkulasi utero plasenter, sehingga plasenta mengalami degenerasi yang menyebabkan nutrisi pada janin berkurang sehingga hasil konsepsi akan segera keluar.( Wiknjosastro H,2005,hal 181 )
d. Teori iritasi mekanik
Tekanan pada ganglion servikale ( fleksus frankenhauser ) yang terletak di belakang serviks, misalnya oleh kepala janin yang akan menimbulkan kontraksi uterus. ( Mochtar R 1998,hal 92 ).



3. Tanda-tanda permulaan persalinan ( Mochtar,1998,hal )
a. Lightening atau settling atau dropping,yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida pada multipara tidak begitu kentara.
b. Perut kelihatan lebih melebar,fundus uteri turun.
c. Perasaan sering-sering atau susah kencing ( polakisuari ) karena kandung kemih tertekan oleh bagian bawah janin.
d. Perasaan sakit diperut dan oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari uterus,kadang-kadang disebut “false labor pains”.
e. Serviks menjadi lembek,mulai mendatar,dan sekresinya bertambah,bias bercampur darah ( bloody show ).
4 . Tanda-tanda inpartu ( Mochtar R,1998,hal 93 )
a. Rasa sakit oleh adanya his yang dating lebih kuat,sering,dan teratur,
b. Keluar lendir bercampur darah ( show ) yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks.
c. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
d. Pada pemeriksaan dalam:serviks mendatar dan pembukaan ada.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan ( Mochtar R,1998,hal 93 )
a. Kekuatan mendorong janin keluar ( power )
1) His ( kontraksi uterus )
2) Kontraksi otot-otot dinding rahim
3) Kontraksi diafragma
4) Ligamentous action terutama ligmentum rotundum
b. Faktor janin ( passenger )
c. Faktor jalan lahir ( passage )
6. Mekanisme persalinan ( wiknosastro H, 2005, hal 186 – 190 ` ).
a. Turunnya kepala
1) Masuknya kepala dalam pintu atas panggul
Pada primigravida terjadi bulan terahir kehamilan sedangkan multi gravid tergantung pada permulaan persalinan.Biasanya sutura sagitalis melintang dengan fleksi ringan menimbulkan :
a. Synclitismus anterior,jika sutura sagitalis berada di tengah-tengah jalan lahir antara simpisis dengan promotorium, sehingga os parietal depan dan belakang sama tingginya.
b. Asynclitismus anterior, jika sutura sagitalis agak kedepan mendekati promotorium.
c. Asynclitismus posterior,jika sutura sagitalis lebih mendekati simpisis sehingga os parietal belakang lebih rendah dari os parietal depan.
2) Majunya kepala
Majunya kepala pada primigravida terjadi setelah kepala masuk dalam pintu atas panggul,sedangkan pada multigravida antara majunya kepala dan masuknya kepala dalam pintu atas panggul terjadi bersamaan.
b. Fleksi
Pada permulaan persalinan kepala janin biasanya berada dalam sikap fleksi.Dengan turunnya kepala janin,tahanan yang diperoleh dari dasar panggul akan makin besar,yang mengakibatkan kepala janin makin fleksi lagi,dagu janin menekan dadanya dan belakang kepala ( oksiput ) menjadi bagian terbawah janin.Flejsi yang maksimal ini mengakibatkan masuknya kepala janin dengan diameter terkecil ( diameter sub oksiput-bregmetika 9,5 cm )ke dalam pintu atas panggul.
c. Putaran paksi dalam
Kepala janin berputar sedemikian rupa sehingga diameter terkecil anterior-posterior kepala janin akan bersesuai dengan diameter terkecil transverse
( oblik ) pintu atas panggul,dan selanjutnya dengan diameter terkecil antero-posterior pintu bawah panggul.
d. Ekstensi
Kepala janin dilahirkan dengan melepaskan diri dari sikap kepala yang fleksi maksimal dengan jalan menempuh gerakan defleksi kepala,maka berturut-turut lahirlah puncak kepala, dahi, hidung, mulut, dan akhirnya dagu.


e. Putaran paksi luar
Setelah kepala lahir maka kepala anak akan memutar kembali kea rah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam.
f. Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar selesai maka bahu depan sudah sampai di bawah simpisis dan menjadi pusat pemutaran untuk kelahiran bahu belakang, menyusul bahu depan dan seluruh badan bayi searah dengan paksi jalan lahir.
7. Perlangsungan Persalinan Normal ( Wiknjosastro H, 2005, hal.181 )
a. Kala I ( Kala Pembukaan )
Dimulai dari timbulnya kontraksi uterus atau his sehingga serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm. Pada pembukaan serviks pada primigravida berlangsung kira – kira 13 jam, sedangkan pada multigravida berlangsung kira – kira 7 jam.
Proses membuka serviks sebagai akibat his dibnagi dalam 2 fase, yaitu:
1) Fase laten : berlangsung selama 7-8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.
2) Fase aktif berlangsung selama 6 jam dibagi dalam 3 fase lagi, yakni :
a. Fase akselererasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm.
b. Fase dilatasi maksimal . Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 jam memjadi 9 cm.
c. Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
b. Kala II ( Kala Pengeluaran )
Dimuali dari pembukaan lengkap 10 cm denagn his yang lebih kuat dan cepat sampai dengan lahirnya bayi. Oleh karena kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin didorong ke luar sampai lahir. Pada primigravida berlangsung rata – rata 1,5 jam sedangkan pada multigravida berlangsung rata – rata 0,5 jam.
c. Kala III ( Kala Uri )
1). Pengeluaran Kala III :
Kala III adalah setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah 100 – 200 cc. ( Wiknjosastro H, 2005, hal.185 ).
2). Tanda dan Gejala Kala III ( Deptekes RI, 2007, hal.124 )
a) Perubahan bentuk dan tinggi fundus uteri.
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh ( discoid ) dan tinggi fundus biasanya turun hingga di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus menjadi bulat dan fundus berada di atas pusat.
b) Tali pusat memanjang, dan terlihat keluar terjadi melalui vulva dan vagina.
c) Semburan darah tiba – tiba.
Darah yang terkumpul di belakang plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Semburan darah yang tiba – tiba menandakan bahwa darah yang terkumpul di antara tempat meletaknya plasenta ( darah retropiasenter ), keluar melalui tepi plasenta yang terlepas.
3). Mekanisme lahirnya plasenta
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot – otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan menndadak uterus ini disertai menegcilnya daerah tempat perlekatan palsenta. Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang belum terlepas mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapisan desidua spongiosa yang longgar member jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapt di uterus berada di antara serat – serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat – serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darahdan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Kala III yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
a) Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat lasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
b) Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat ( dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm ).
c) Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang berbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta . Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
d) Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur.Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini bmenunjukan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala III pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala III, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.
( http/:www.path.org/files/Indonesia dikses tanggal 17 juni 2009 )
4). Penanganan Kala III ( Depkes RI, 2002, hal N-19 )
Penalaksanaan manajemen aktif kala III ( pengeluaran aktif plasenta ) membantu menghindarkan terjadinya perdarahan pascapersalinan, yang meliputi:
a. Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang juga mempercepat pelepasan plasenta.
• Oksitosin dapat diberikan dalam 2 menit setelah kelahiran bayi.
• Jika oksitosin tidak tersedia, rangsang putting susu atau susukan bayi guna menghasilkan oksitosin alamiah memberikan ergometrin 0,2 mg IM.
b. Lakukan Peregangan Tali pusat terkendali ( PTT ) dengan cara:
1. Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat di atas simpisis pubis. Selama kontraksi taangan mendorong korpus uteri dengan gerakan dorso cranial – kearah belakng dan ke arah kepala ibu.
2. Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5 – 6 cm di depan vulva.
3. Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat (2 - 3 menit ).
4. Selama kontraksi, lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang terus – menerus, dalam, tegangan yang sama dengan tangan ke uterus.
c. PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan pada uterus merasakan kontraksi, ibu dapat juga memberi tahu petugas ketika ia merasakan kontraksi.
d. Begitu plasenta lepas, keluarkan dengan menggerakkan tangan atau klem pada tali pusat mendekati plasenta, keluarkan plasenta dengan gerakan ke bawah dan ke atas sesuai dengan jalan lahir. Kedua tangna dapat memegang plasenta dan perlahan memutar plasenta earah jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.
e. Segera setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan, masase fundus agar menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran darah dan dapat mencegah perdarahan pascapersalinan. Jika uterus tidak berkontraksi kuat selam 10 – 15 detik, atau jika perdarahan hebat terjadi, segera lakukan kompresi bimanual dalam. Jika atonia uteri tidak teratasi dalam 1 – 2 menit, ikuti protocol untuk perdarahan pascapersalinan.
f. Jika menggunakan manajemen aktif kala III dan palsenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan oksitosin 10 unit I.M dosis kedua, dalam jarak 15 menit dari pemberian oksotosin dosis pertama.
g. Jika menggunakan manajemen aktif kala III dan plsenta belum juga lahir dalam waktu 30 menit:
1. Periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi jika kandung kemih penuh.
2. Periksa adanya tanda – tanda pelepasan plsenta
3. Berikan oksitosin 10 unit I.M dosis ketiga, dalam jarak waktu 15 menit dari pemberian oksitosin dosis pertama.
h. Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua robekan pada serviks atau vagina atau perbaiki episiotomi.
d. Kala IV ( Kala Pengawasan )
Mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1 sampai 2 jam setelah persalinan berlangsung.
A. Tinjauan Umum Tentang Perdarahan Postpartum
1. Pengertian perdarahan postpartum menurut beberapa ahli:
a. Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan berlangsung. ( Manuaba, I. B. G, 1998, hal 295 ).
b. Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir.(http:// welcome to phiedzt_zha Zone diakses tanggal 17 juni 2009 ).
c. Perdarahan postpartum adalah perdarahan setelah anak lahir melebihi 500 ml. ( Wiknjosastro H, 2005, hal. 653 ).
2. Macam – macam perdarahan postpartum menurut waktu terjadinya dibagi atas dua (http://welcome to phiedzt_zha Zone diakses tanggal 17 juni 2009).
a. Perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi selama 24 jam setelah anak lahir.
b. Perdarahan post partum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam anak lahir. Biasanya hari ke 5-15 post partum.
3. Etiologi perdarahan postpartum (http://welcome to phiedzt_zha Zone diakses tanggal 17 juni 2009 ).
a. Atoni uteri (50-60%).
b. Retensio plasenta (16-17%).
c. Sisa plasenta (23-24%).
d. Laserasi jalan lahir (4-5%).
e. Kelainan darah (0,5-0,8%).
4. Tanda dan gejala perdarahan postpartum.
( http://kalbe.co.id//files/cdk/ diakses tanggal 17 juni 2009 )
 Perdarahan pervaginam yang terus menerus setelah bayi lhir.
 Pucat, mungkin ada tanda – tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lai – lain.
5. Diagnosis perdarahan postpartum. ( http://welcome to phiedzt_zha Zone diakses tanggal 17 juni 2009 ).
a) Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus.
b) Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak.
c) Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari :
- Sisa plasenta dan ketuban.
- Robekan rahim.
- Plasenta suksenturiata.
d) Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah.
e) Pemeriksaan laboratorium : periksa darah, hemoglobin, clot observation test (COT), dan lain-lain.
6. Penanganan perdarahan postpartum ( http:// welcome to phiedzt_zha Zone diakses tanggal 17 juni 2009 )
a. Tahap I : perdarahan yang tidak banyak dapat diatasi dengan memberikan
uterotonika, mengurut rahim (massage) dan memasang gurita.
b. Tahap II : bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya
berikan infus dan transfusi darah lalu dapat lakukan :
-Perasat (manuver) Zangemeister.
-Perasat (manuver) Fritch.
-Kompresi bimanual.
-Kompresi aorta.
-Tampona deutero-vaginal.
- Jepit arteri uterina dengan cara Henkel.
c. Tahap III : bila belum tertolong maka usaha terakhir adalah menghilangkan sumber perdarahan dengan 2 cara yaitu meligasi arteri hipogastrika atau histerektomi.
B. Tinjauan umum Tentang Retensio Plasenta
a. Pengertian retensio plasenta menurut beberapa ahli:
- Retensio palsenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. ( Candranita, 2008, hal 178 ).
- Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setelah janin lahir. ( Wiknjosastro H, 2005, hal. 656 )
- Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam persalinan bayi. ( Manuaba I. B. G, 1998, hal 300 )

b. Etiologi Retensio Plasenta ( http:// welcome to phiedzt_zha Zone diakses tanggal 17 juni 2009 )
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
- Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
- Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
- Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
- Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.
2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta kelua (plasenta inkarserata).
c. Tanda dan gejala Retensio Plasenta ( Saifuddin AB, 2000 , hal.27 )
• Plasenta belum lahir setelah 30 menit.
• Kontraksi uterus keras.
• Tinggi fundus uteri 1 jari di atas pusat.

d. Patofisiologi Retensio Plsenta
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika plasenta sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesive ). Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai di bawah peritoneum ( plasenta akreta-perkreta ). Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penenganan kala III, sehingga terjadi lingkaran kontraksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta/inkarserasio plasenta. ( Wiknjosastro H, 2005, hal. 656-657 ).
Pada pelepasan plasenta selalu terjadi perdarahan karena sinus – sinus maternalis di tempat insersinya pada dinding uterus terbuka. Apabila sebagian plasenta lepas sebagian lagi belum, terjadi perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada batas antara kedua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian besar plasenta sudah lepas, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul perdarahan dalam masa nifas. ( Wiknjosastro H, 2005, hal. 653-657 ).



e. Diagnosis Rtensio Plseanta ( Wikjosastro H, 2005,hal.657 ).
• Pada retensio plasenta dengan separasi parsial, diagnosis ditegakkan dengan menentukan tindakan selanjutnya.
• Plasenta inkreta, diagnosis kerjanya ditentukan melalui anamneses gejala klinis dan pemeriksaan.
• Tanda penting untuk diagnose plasenta akreta, yaitu pada pemeriksaan luar fundus/korpus uteri ikut apabila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam, sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam.
f. Penanganan Retensio Plasenta. (http:// welcome to phiedzt_zha Zone diakses tanggal 17 juni 2009).
1. Coba 1-2 kali dengan perasat Crede.
2. Mengeluarkan plasenta dengan tangan (manual plasenta).
3. Memberikan transfusi darah bila perdarahan banyak.
4. Memberikan obat-obatan misalnya uterotonika dan antibiotik.
Manual plasenta:
a. Memasang infus cairan dekstrose 5%.
b. Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatu dalam keadaan suci hama.
c. Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi plasent dilepas - disisihkan dengan tepi jari-jari tangan - bila sudah lepas ditarik keluar.
Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta dan bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan lahir (uterus) dan membawa infeksi.
Skema penatalaksanaan retensio plasenta ( Manuaba I. B. G, 2004, hal. 111 )



C. Proses Manajemen Asuhan Kebidanan
Manajemen kebidana adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi ( IBI, Standar Profesi Kebidanan, 2005, hal.13 ).
Proses manajemen terdiri dari 7 ( tujuh ) langkah berurutan dimana setiap langkah disempurnakan secara periodic. Proses dimulai dengan pemgumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan tetapi setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkah – langkah yang lebih rinci dan bisa berubah sesuai dengan kondisi klien. ( Salmah, 2006, hal 155 ).
Ketujuh langkah manajemen kebidanan menurut Varney adalah sebagai berikut:
Langkah I: Identifikasi Data Dasar
Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semuainformasi yang akurat daan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara:
1.Anamnesa
2.Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda – tanda vital
3.Pemeriksaan penunjang ( Laboratorium )
Langkah II: Identifikasi Diagnosa Atau Masalah Aktual
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar, terhadap diagnose atau masalah kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data – data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan di interpretasikan, sehingga dapat merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.
Langkah III: Antisipasi Diagnosa / Masalah Potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya. Pada langkah ini kita mengidentifiaksi masalah potensial atau diagnosis potensial yang berdasarkan rangkaian masalah dan diagnose yang sudah diidentifikasikan. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap – siap bila diagnose/masalah potensial ini benar – benar terjadi . Langkah ini sangat penting didalam melakukan asuhan yang aman.
Langkah IV: Tindakan Segera dan Kolaborasi
Pada langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, melakukan konsultasi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdassarkan kondisi klien, pada langkah ini bidan juga harus merumuskan sstindakan emergency untuk menyelamatkan ibu dan bayi, yang mampu dilukuan secara mandiri mandiri dan bersifat rujukan.
Langkah V: Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang menyeluruh ditentukan oleh langkah – langkah sebelumnya dan merupakan lanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasikan atau diantisipasi. Rencana tindakan komperhensif bukan hanya meliputi kondisi klien serta hubungannya dengan masalah yang dialami oleh klien, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap klien, serta panyuluhan,konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah – masalah yang berkaitan dengan social – ekonomi, agama, cultural ataupun masalah piskologis. Setiap rencana asuhan harus disertai oleh klien dan bidan agar dapat dilaksanakan dengan efektif. Sebab itu harus berdasarkan rasional yang relevan dan kebenarannya serta situasi dan kondisi tindakan harus secara teoritas.
Langkah VI: Implementasi Tindakan Asuhan Kebidanan
Melaksanakan rencana tindakan serta efisiensi dan menjamin rasa aman klien. Implementasi dapat dikerjakan keseluruhan oleh bidan ataupun bekerja sama dengan kesehatan lain. Bidan harus melakukan implementasi yang efisien dan akan mengurangi waktu perawatan serta akan meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan klien.
Langkah VII: Evaluasi Tindakan Asuhan Kebidanan
Mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan asuhan yang diberikan kepada klien. Pada tahap evaluasi ini bidan harus melakukan pengamatan dan observasi terhadap masalah yang dihadapi klien, apakah masalah diatasi seluruhnya, sebagian telah dipecahkan atau mungkin timbul masalah baru. Pada prinsipnya tahapan evaluasi adalah pengkajian kembali terhadap klien untuk menjawab pertanyaan seberapa jauh tercapainya rencana yang dilakukan.
D. Pendokumentasian Manajemen Asuhan Kebidanan ( SOAP ) ( Salmah, 2006, hal 171)
Metode 4 langkah pendokumentasian yang disebut SOAP ini dijadikan proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan dipakai untuk mendokumentasikan hasil pemeriksaan klien dalam rekaman medis sebagai catatan perkembangan, kemajuan yaitu:
1. Suyektif ( S )
Merupakan ringkasan dari langkah I dalam proses manajemen asuhan kebidanan yang diperoleh dari apa yang di katakana disampaikan dan dikeluhkan oleh klien melalui anamneses dengan klien keluarganya.
2. Objektif ( O )
Merupakan ringkasan dari langkah I dalam proses manajemen asuhan kebidanan yang diperoleh melalui inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi dan dari hasil pemeriksaan laboratorium.
3. Assesment ( A )
Merupakan ringkasan dari langtkh II, III, dan IV dalam proses manajemen asuhan kebidanan dimana dibuat kesimpulan berdasarkan dari data subjektif dan objektif sebagai hasil pengambilan keputusan klinis terhadap klien tersebut.


4. Planning ( P )
Merupakan ringkasan dari langkah V, VI dan VII dalam proses manajemen asuhan kebidanan dimana palnning ini dilakukan berdasarkan hasil kesimpulan dan evaluasi terhadap keputusan klien yang diambil dalam rangka mengatasi masalah klien memenuhi kebutuhan klien.
Tabel 1. Proses Manajemen Kebidanan Kompetensi Inti Bidan dan Dokumentasi SOAP

7 langkah menuru varney 5 langkah menurut komperensi bidan SOAP/Notes
Data Data Subjektif dan Objektif
Masalah/Diagnosa

Assesment/Diagnosa

Assesment/Diagnosa
Antisipasi Masalah Potensial/Diagnosa lain
Menetapkan kebutuhan segera untuk konsultasi, kolaborasi
Perencanaan Perencanaan Plan:
a. Konsul
b. Tes lab
c. Rujukan
d. Pandidikan/konseling
e. Follow up
Implementasi Implementasi
Evaluasi Evaluasi
Sumber : Salmah, 2006 : 173
BAB III
STUDI KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA NY”M” DENGAN RETENSIO PLASENTA
DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAPPA OUDANG
TANGGAL 07 s/d 09 APRIL 2009
No. Register : 13 72 09
Tgl. MRS : 07 April 2009; Jam 11.00 WITA
Tgl Pengkajian : 07 April 2009, Jam 11.00 WITA
Tgl Partus : 07 April 2009, Jam 12.00 WITA
A.Langkah I ( Pengumpulan data dasar )
A). Identitas Istri / Suami
Nama : NY “ M “ / TN “ I “
Umur : 25 Thn / 25 Thn
Suku : Makassar / Jawa
Agama : Islam / Islam
Pendidikan terakhir : S1 / S1
Pekerjaan : PNS / PNS
Nikah : 1 kali / lama ± 1 tahun
Alamat : Jln. Kumala 2
B). Keluhan Utama
1. Ibu mengatakan tidak ada nyeri perut bagian bawah
2. Ibu mengeluh pusing dan lemah

C). Riwayat keluhan utama
Ibu masuk Rumah Sakit Bhayangkara Mappa Oudang tanggal 07 April 2009 jam 11.00 Wita dengan keluhan sakit perut tembus kebelakang yang dirasakan sejak tanggal 07 April 2009 jam 04.00 Wita. Dengan pelepasan lendir dana darah. Bayi lahir jam 12.00 wita dengan BB 3000 gram, PB 50 cm, Jenis kelamin perempuan, anus ( + ). Jam 12.30 plasenta belum lahir.
D). Riwayat reproduksi
1. Menarche : ± 15 tahuns
2. Siklus haid : 28 hari
3. Lamanya : ± 7 hari
4. Disminorhoe : ada tapi tidak mengganggu aktivitas
E). Riwayat kesehatan / penyakit lalu
1. Tidak ada riwayat penyakit jantung, Hipertensi.
2. Tidak ada riwayat penyakit menular : Tuberculosis, malaria, Hepatitis.
F). Riwayat kehamilan sekarang
1. Ibu mengeluh rasa sakit tembus kebelakang disertai pengeluaran lender dan darah sejak tanggal 07 April 2009 jam 04.00 wita.
2. Sifat nyeri bertambah sering dan mengganggu aktivitas.
3. Tidak ada pengeluaran cairan ketuban.
4. Ibu mengatakan gerakan janin terutama disebelah kiri.
5. Ibu tidak bias tidur karena adanya rasa nyeri perut tembus kebelakang.
6. Ibu makan terakhir jam 07.00 wita ( tanggal 07 April 2009 )
7. Ibu BAB terakhir jam 06.00 wita ( tanggal 07 April 2009 )
F). Riwayat sosial dan ekonomi.
1. Hubungan ibu dan keluarga harmonis.
2. Suami sebagai penanggung jawab dan pengambil keputusan dalam keluarga.
3. Suami dan keluarga bersyukur atas kelahiran anaknya dan berdoa untuk keselamatan istrinya Suami atau penanggung jawab mempunyai pekerjaan sebagai PNS.
4. Penghasilan keluarga dapat mencukupi kebutuhan pokok.
G). Riwayat persalinan sekarang
1. G I P 0 A 0.
2. HPHT 25 – 09 – 2008.
3. HTP 01 – 06 – 2009.
4. Kala I
Ibu masuk Rumah Sakit Bhayangkara Mappa Oudang tanggal 07 April 2009 jam 11.00 Wita dengan keluhan sakit perut tembus kebelakang yang dirasakan sejak tanggal 07 April 2009 jam 04.00 Wita. Dengan pelepasan lendir dana darah.
5. Kala II
Ketuban pecah jam 11.35 Wita. Tanggal 07 April 2009 dengan his yang adekuat, pada jam 12.00 Wita maka lahirlah seorang anak perempuan, segera menangis kuat, dengan BB 3000 gr, PB 50 cm.


6. Kala III
Setelah bayi lahir dilakukan manajemen aktif kala III jam 12.01 wita, tinggi fundus uteri 1 jari diatas pusat, jam 12.10 Wita plasenta belum lahir, disuntikkan 10 unit oxitocyn IM dosis kedua. Namun setelah 30 menit plasenta belum juga lahir ( jam 12.30 Wita ) dengan perdarahan sebanyak ± 300 cc. Dipasang infuse RL ( Botol I ) ditangan kanan 28 tetes / menit.
H). Pola pemenuhan kebutuhan dasar
1. Nutrisi, pola makan ibu 3 kali sehari.
2. Nafsu makan baik.
3. Kebutuhan cairan: ibu minum 8 gelas air sehari.
4. Pola eliminasi:
a. – Frekwensi BAK: 3-4 kali sehari
- Warna : Kuning
- Bau : Amnoniak
b. – frekwensi BAB : 2 kali sehari
- Warna : Kuning
- Bau : Khas
5. Pola istirahat
Kebiasaan sebelum hamil
• Tidur siang : 1 jam dari jam 14.00 – 15.00 wita
• Tidur malam : 8 jam dari jam 22.00 – 05.00 wita
Setelah hamil tidak ada perubahan

I). Pemerikasaan fisik
a. Keadaan umum ibu tampak lemah
b. Kesadaran composmentis
c. Tanda – tanda vital ibu :
Tekanan Darah : 110 / 70 mmHg
Nadi : 80 kali / menit
Suhu : 37ºC
Pernapasan : 20 kali / menit
d. Kepala
- Palpasi: Tidak ada nyeri tekan
- Inspeksi: tidak ada benjolan dan rambut tidak gampang tercabut
e. Wajah
- Inspeksi: tidak terdapat topeng kehamilan ( cloasma gravidarum ) dan tidak ada oedema
f. Mata
- Inspeksi: konjungtiva terlihat agak pucat dan sclera mata tidak ikterus
g. Hidung
- Palpasi: tidak ada polip dan tidak ada nyeri tekan
h. Telinga
- Inspeksi: tidak terdapat sekret, simetris kiri dan kanan


i. Mulut
- Inspeksi: Gigi tidak ada yang tercabut, gigi terlihat bersih dan tidak terdapat caries, tidak ada sariawan.
j. Leher
- Palpasi: Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe, kelenjar thyroid dan vena jugularis.
k. Payudara
- Palpasi: tidak teraba massa / tumor
- Inspeksi: puting susu terlihat menonjol dan hiperpigmentasi pada areola
l. Abdomen
- Inspeksi: terdapat linea nigra, strie livide dan tidak ada luka bekas operasi
- Palpasi: Leopold I : TFU 2 jrbpx
Leopold II : PUKA
Leopold III : Kepala
Leoplold IV : BDP ( Divergen )
m. Pemeriksaan penunjuang
- Hb : 8,6 gr%
- Urine : Albumin : ( - )
Reduksi : ( - )


n. Ekstremitas atas dan bawah
- Tidak ada oedema dan varises
- Reflex patella ( + )
B. Langkah II ( Identifikasi diagnosa / masalah aktual )
Diagnosa : Retensio plasenta, disertai masalah anemia sedang dan kecemasan.
1. Retensio plasenta
Data Subjektif : Ibu tidak merasa nyeri perut bagian bawah
Data Objektif :
- Bayi lahir tanggal 07 April 2009 jam 12.00 Wita, BBL 3000 gr, PB 50 cm, JK ♀, Anus ( + ), Apgar score 8/10.
- Kontraksi uterus kurang baik, TFU 1 jari atas pusat.
- Plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi lahir jam 12.00 wita sampai 12.30 wita.
Analisa dan interpretasi data:
o Tidak adanya perubahan TFU, merupakan salah satu penyebab plasenta tidak terlepas dari tempat implantasinya.
o Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari 30 menit etelah bayi lahir. ( Saifuddin AB, 2000, hal 178 ).
o Kala pelepasan dan pengeluaran plasenta ini cukup penting, karena kelainan dapat menyebabkan resiko perdarahan yang dapat membawa kematian. Normalnya pelepasan plasenta berlangsung ¼ jam sampai ½ jam sesudah anak lahir dengan perdarahan 100-200 cc, tetapi bila terjadi perdarahan, atau persalinan yang lalu ada riwayat perdarahan postpartum, maka sebaiknya plasenta dikeluarkan dengan tangan dan uterotonika.(Mochtar R,1998,hal 108)
2. Anemia sedang
Data Subjektif :
- Ibu mengeluh pusing dan merasa badannya lemah.
Data Objektif:
- Keadaan umum ibu lemah
- Konjungtiva pucat
- Pengeluaran darah pada jalan lahir, dari jam 12.00 Wita sampai 12.30 Wita, perdarahan sebanyak ± 300 cc.
- Pada jam 12.00 Wita Hb ibu 8,6 gr %
Analisa dan Interpretasi data
Darah terdiri dari elemen – elemen, berbentuk plasma dalam jumlah yang seimbang, berfungsi untuk memberikan oksigen dan nutrisi bagi tubuh, pengeluaran darah yang banyak melalui jalan lahir, lebih dari 500 cc mengakibatkan penurunan jumlah total sel – sel darah merah dalam sirkulasi yang dapat menyebabkan anemia.
( Elisabeth C Corwin, 2002, hal 117 – 119 ).
3. Masalah kecemasan
Data Subjektif:
- Ibu merasa khawatir dengan keadaan yang dialaminya.
- Ibu sering menanyakan tentang keadaan dirinya.

Data Objektif:
- Ekspresi wajah ibu tampak meringis
Analisa dan interpretasi data:
Kurangnya pengetahuan tentang keadaan menimbulkan rasa cemas yang merasangsang hypothalamus untuk menghasilkan hormone adrenalin. Kecemasan merupakan suatu keadaan yang psikologis yang diterapkan pada seseorang yang menimbulkan suatu respon / tanggapan, kecemasan biasanya timbul pada seseorang bila mengalami suatu pengalaman kegagalan, dan kecemasan dapat menjadi patologis, apabila melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya. ( Elishabeth C Corwin, 2002, hal.203 )
C. Langkah III ( Antisipasi Diagnosa / Masalah Potensial )
1. Potensial terjadi anemi berat
Data Subjektif :
- Ibu mengeluh pusing dan lemas.
Data Objektif :
- Keadaan umum ibu tampak lemah
- Kontraksi uterus kurang baik, tinggi fundus uteri 1 jari atas pusat.
- Konjungtiva pucat
- Pengeluaran darah dari jalan lahir ± 300 cc dari jam 12.00 Wita sampai 12.30 Wita.
- Pada jam 12.40 Wita Hb ibu 8,6 gr %


Analisa dan Interpretasi data dasar
Darah terdiri dari elemen – elemen, berbentuk plasma dalam jumlah yang seimbang, berfungsi untuk memberikan oksigen dan nutrisi bagi tubuh, pengeluaran darah yang banyak melalui jalan lahir, lebih dari 500 cc mengakibatkan penurunan jumlah total sel – sel darah merah dalam sirkulasi yang dapat menyebabkan anemia. ( Elisabeth C Corwin, 2002, hal 117 – 119 ).
D. Langkah IV ( Tindakan Segera / Kolaborasi )
Tanggal 07 April 2008
1. Jam 11.57 wita kolaborasi dengan dokter:
a. Jam 11.59 wita pasang infuse cairan RL drips oksitosin 20 unit 28 tetes / menit untuk botol pertama.
b. Persiapan untuk manual plasenta: 1 pasang sarung tangan DTT dan kapas DTT .
c. Jam 12.05 wita pemberian antibiotic, ampicillyn 1 gram/IV cevotaxim 1 gr/12 jam /IV ( skin tes ) dan Metronidasol 500 gram / IV.
d. Mengosongkan kandung kemih dengan kateterisasi
e. Jam 12.32 wita manual plasenta oleh dokter dan plasenta lahir lengkap.
f. Kala III lamanya 1 jam



E. Langkah V ( Rencana asuhan kebidanan )
Tanggal 07 April 2009 jam 13.00 wita
Diagnosa : Retensio plasenta
Masalah aktual : Anemia sedang dan kecemasan
Masalah potensial : Potensial terjadinya anemi berat
Tujuan :
1. Plasenta lahir lengkap
2. Anemia sedang dan kecemasan teratasi
3. Anemi berat tidak terjadi
Kriteria :
1. Plasenta dan selaput ketuban lahir lengkap
2. Tidak terjadi perdarahan yang banyak
3. Kontraksi uterus baik teraba keras dan bundar, tinggi fundus uteri 1 jari dibawah pusat.
4. Tanda – tanda vital dalam batas normal
5. Ibu tidak mengeluh pusing dan lemah
Rencana tindakan:
1. Jelaskan pada ibu tindakan yang akan dilakukan
Rasional:
Dengan memberikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan, ibu akan lebih mengerti dan mau diajak kerjasama dalam proses perawatan ibu.
2. Setelah plasenta lahir periksa kelengkapan plasenta
Rasional:
Mencegah perdarahan pada masa nifas
3. Lanjutkan infus intravena dan observasi tetesan infus.
Rasional:
Pemberian cairan intravena dapat menyeimbangkan cairan dalam tubuh dan menyesuaikan jumlah tetesan dengan kebutuhan tubuh.
4. Beri intake yang adekuat
Rasional:
Mengganti cairan tubuh yang hilang dan membantu memulihkan tenaga ibu.
5. Kaji tingkat kecemasan
Rasional:
Menentukan tingkat kecemasan ibu dan intervensi selanjutnya
6. Beri penjelasan kepada ibu keadaan yang di alaminya
Rasional:
Informasi yang diberikan dapat mengurangi kecemasan ibu karena telah mengerti akan keadaan yang dialaminya dan diharapkan ibu menerima dengan tindakan yang akan dilakukan.
7. Beri dorongan spiritual
Rasional:
Menumbuhkan kepercayaan diri dan kesabaran dalam menghadapi keadaannya sekarang.

8. Anjurkan ibu istirahat dan ciptakan suasana yang tenang.
Rasional:
Memberikan kesempatan pada otot dan otak untuk relaksasi setelah bersalin sehingga pemulihan tenaga ibu berlangsung dengan baik.
9. Observasi TTV ibu, kontraksi uterus, tinggi fundus dan perdarahan tiap 15 menit pada jam pertama dan tiap 30 menit pada jam kedua.
Rasional:
Tanda – tanda vital merupakan indikator penting dalam hubungannya dengan keadaan umum ibu, untuk menentukan tindakan selanjutnya.
10. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat ampicillyn 1 gram/IV cevotaxim 1 gr/12 jam /IV ( skin tes ) dan Metronidasol 500 gram / IV.
Rasional:
Untuk mencegah infeksi dan nyeri.
F. Langkah VI ( Evaluasi Asuhan Kebidanan )
Tanggal 07 April 2009 jam 12.30 wita ampai jam 14.40 wita
1. Keadaan umum ibu baik.
2. Kontraksi uterus baik teraba keras dan bundar, tinggi fundus uteri 1 jari di bawah pusat.
3. Tanda – tanda Vital dalam batas normal:
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84 kali / menit
Suhu : 36,5 ºC
Pernafasan : 24 kali / menit
4. Kecemasan ibu sudah hilang, ekspresi wajah ibu tenang.
5. Anemi berat tidak terjadi.

PENDOKUMENTASIAN HASIL ASUHAN KEBIDANAN
PADA NY “M ”DENGAN RETENSIO PLASENTA
DI RUMAH SAKIT MAPPA OUDANG
07 APRIL 2009
Subjektif ( S )
1. Ibu merasa lelah setelah proses persalinan
2. Ibu mendapat jahitan pada jalan lahir
Objektif ( O )
1. Keadaan umum ibu tampak lemah
2. Konjungtiva tampak pucat
3. Bibir tampak kering
4. Tampak plasenta dijalan lahir
5. plasenta belum lahir 40 menit setelah bayi lahir jam 11.05 wita
6. Tampak keluar darah dari jalan lahir ± 200 cc pada jam 11.05 – 11.55 wita
7. Kontraksi uterus baik, teraba keras dan bundar, TFU 1 jari bawah pusat
8. Tampak jahitan perineum
9. Tanda – tanda Vital:
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84 kali / menit
Suhu : 36,5 ºC
Pernafasan : 24 kali / menit
10. Pemeriksaan laboraorium tanggal 07 april 2009 jam 12.00 wita: Hb 8,6 gram %

Assesment ( A )
Retensio plasenta, dengan masalah anemia sedang dan kecemasan, potensial terjadinya anemi berat
Planning ( P ) jam 12.28 wita
1. Menjelaskan pada ibu tindakan yang akan dilakukan ( Ibu mengerti dan bersedia ).
2. Jam 12.30 wita kolaborasi dengan dokter:
1) Jam 12.32 wita pasang infus cairan RL drips oksitosin 20 unit 28 tetes / menit untuk botol pertama.
2) Persiapan untuk manual plasenta: 1 pasang sarung tangan DTT dan kapas DTT
3) Jam 12.40 wita pemberian antibiotic, ampicillyn 2 gram / IV.
4) Mengosongkan kandung kemih dengan kateterisasi
5) Jam 12.55 wita manual plasenta oleh dokter, kesan plasenta melekat erat, plasenta tidak lahir lengkap.
6) Kala III lamanya 1 jam
3. Mengobservasi kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
Hasil:
Kontraksi uterus baik, teraba keras dan bundar, Tinggi fundus 1 jari atas pusat.
4. Mengobservasi TTV:
Tekanan darah : 110 / 80 mmHg
Nadi : 84 kali / menit
Suhu : 36,5 ºC
Pernafasan : 24 kali / menit
5. Memberi intake yang adekuat.
Hasil:
Ibu merasa lebih baik
6. Melanjutkan pemberian infus dan mengobservasi cairan infus jam 13.45 wita, ganti cairan infus botol kedua 28 tetes permenit.
7. Mengkaji tingkat kecemasan
Hasil:
Ibu cemas dengan keadaan yang dialminya.
6. Memeberi penjelasan kepada ibu tentang keadaan yang di alaminya.
Hasil:
Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan
7. Memberi dorongan spiritual
Hasil:
Ibu menerima keadaan yang dialaminya dan senantiasa berdoa untuk keselamatannya.

BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai hubungan antara tinjauan pustaka dan studi kasus Asuhan Kebidanan pada NY “ M ” dengan Retensio Plasenta untuk menguraikan kesenjangan teori dan praktek, maka digunakan pendekatan asuhan kebidanan yang terdiri dari 7 langkah yaitu pengumpulan data dasar, identifikasi diagnosa masalah/aktual, antisipasi diagnosa/masalah potensial, tindakan segera kolaborasi, rencana asuhan kebidanan, pelaksanaan asuhan kebidanan/implementasi dan evaluasi asuhan kebidanan, serta dilakukan pendokumentasian asuhan kebidanan dalam bentuk SOAP.
A. Pengumpulan Data Dasar
Tahap pengkajian diawali dengan pengumpulan data daar melalui anamnese yang meliputi identitas ibu dan suami, riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu, riwayat keehatan dan penyakit yang lalu, data psikososial, spiritual dan ekonomi, riwayat kehamilan dan persalinan sekarang serta pemeriksaan fisik.
Pada retensio plasenta tanda dan gejala yang akan ditemukan adalah palsenta belum lahir setelah 30 menit bayi lahir,kontraksi uterus keras, dan tinggi fundus uteri 1 jari di atas pusat.
Pada studi kasus Asuhan Kebidanan pada NY ” M ” denagn Retensio Plasenta, berdasarkan keadaan yang dialaminya bahwa plasenta belim lahir 50 menit setelah bayi lahir pda pukul 12.00 wita, tidak terjadi perdarahan, tampak pucat, tekanan darah menurun, nadi dan pernafasan cepat. Kontraksi uterus keras serta tinggi fundus uteri 1 jari di atas pusat.
Dengan melihat data NY “ M “ maka tidak terjadi kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan studi kasus.
Pada tahap pengkajian ini, penulis tidak menemukan hambatan yang berarti karena adanya sifat kooperatif dari klien dan keluarga yang dapat menerima kehadiran penulis saat pengumpulan data sampai tindakan yang diberikan serta mau menerima anjuran dan saran yang diberikan oleh petugas Kesehatan.
B. Identifikasi Diagnosa/Masalah Aktual
Pada tinjauan pustaka kala III dimulai setelah lahirnya bayi, sedangkan retensio plasenta adalah belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi 30 menit setelah bayi alhir, dan jika tidak segera dikeluarkan akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Normalnya pelepasan palsenta berlangsung ¼ sampai ½ jam sesudah anak lahir dengan perdarahan 100 – 200 cc, tetapi bila terjadi banyak perdarahan atau bila pada persalinan – persalinan yang lalu ada riwayat perdarahan postpartum, maka sebaiknya plasenta langsung dikeluarkan secara manual dan diberikan uterotonika.
Pada studi kasus Asuhan Kebidanan pada NY “ M “ dengan Retensio Plasenta , melahirkan pada tanggal 07 april 2009 jam 12.00 wita di Rumah sakit Bhayangkara Mappa Oudang dengan plasenta belum lahir 50 menit setelah bayi lahir, selama dalam proses kala III ibu mengalami perdarahan ± 200 cc. Berdasarkan data tersebut bahwa diagnosa/masalah aktual pada NY “ M “ adalah anemia ringan dan kecemasan yang tampak dari keluhan dan ekspresi wajah.
Dengan melihat data NY “ M “ dan tinjauan pustaka tampak adanya persamaan dalam mengidentifikasi diagnose actual.
C. Antisipasi Diagnosa/Masalah Potensial
Perdarahan hebat dengan pengeluaran darah lebih dari 500 cc yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir, sangat menakutkan karena dalam waktu singkat pasien dapat jatuh ke dalam keadaan anemi berat dan syok, bila terjadi perdarahan dalam jumlah banyak pada retensio plasenta dapat timbul beberapa masalah potensial bila plasenta tidak dikeluarkan.
Adapun bahaya yang timbul adalah anemi berat
Darah terdiri dari elemen – elemen, berbentuk plasma dalam jumlah yang seimbang, berfungsi untuk memberikan oksigen dan nutrisi bagi tubuh, pengeluaran darah yang banyak melalui jalan lahir, lebih dari 500 cc mengakibatkan penurunan jumlah total sel – sel darah merah dalam sirkulasi yang dapat menyebabkan anemia.
NY “ M “ mengalami retensio plasenta dengan perdarahan ± 300 cc setelah bayi lahir jam 12.00 wita sampai 12.50 wita, sehingga hal ini mendukung potensial terjadi anemi berat.
Dengan melihat data NY “ M “ maka terdapat kesamaan antara tinjauan pustaka dengan studi kasus dengan retensio plasenta pada NY “ M “.

D. Tindakan Segera/Kolaborasi
Tindakan segera yang dilakukan pada persalinan dengan retensio plasenta yaitu pemberian infus dan observasi perdarahan serta pemberian obat antibiotika.
Pada kasus NY “ M “ dengan retnsio plasenta, tindakan yang dilakukan adalah melanjutkan kolaborasi dengan dokter yaitu, pemberian infus cairan RL drips oksitosin 10 unit 28 tetes/menit serta plasenta manual.
Hal ini menunjukkan tidak ada kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan studi kasus pada NY “ M “ dengan retensio plasenta.
E. Rencana Asuhan Kebidanan
Pada asuhan kebidanan suatu rencana asuhan yang komprehensif tidak hanya termasuk indikasi apa yang timbul berdasarkan kondisi klien akan tetapi meliputi antisipasi dengan bimbingan terhadap keluarga klien dan rencana asuhan harus disetujui oleh keluarga klien, semua asuhan harus berdasarkan rasional yang relevan dan diakui kebenarannya.
Pada tinjauan pustaka rencana asuhan yang diberikan pada kasus retensio plasenta adalah perdarahan bila banyak berikan infus dan transfuse darah, observasi kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri, serta pemberian obat.
Pada kasus NY “ M “ dengan retensio plasenta penulis merencanakan asuhan kebidana berdasarkan diognosa/masalah akual dan diagnosa/masalah potensial sebagai berikut :

1. Diagnosa : Retensio plasenta
2. Masalah aktual : Anemia ringan dan kecemasan
3. Masalah potensial : Potensial terjadi anemi berat
Hal ini menunjukan adanya kesamaan antara tinjauan pustaka dan studi kasus pada NY “ M “ dalam asuhan kebidanan.
F. Pelaksanaan Asuhan Kebidanan / Implementasi
Pelaksanaan asuhan kebidanan/implementasi harus efisiensi dan menjamin rasa aman bagi klien, yang dapat dikerjakan oleh bidan serta bekerja dengan tim kesehatan lainnya sesuai dengan rencana asuhan.
Pada studi kasus NY “ M “ dengan retensio plasenta semua rencana asuhan sudah dilakanakan dengan baik, tanpa hambatan karena kerjasama yang baik dari klien dan keluarga klien dengan petugas kesehatan.
G. Evaluasi Asuhan Kebidanan
Pada tahap ini evaluasi asuhan kebidanan merupakan akhir dari manajemen asuhan kebidanan dengan mengetahui berhasil atau tidaknya suatu asuhan.
Pada tinjauan pustaka evaluasi yang dilakukan adalah perawatan dan pengawasan masa nifas. Berdasarkan studi kasus NY “ M “ dengan retensio plasenta tidak ditemukan hal – hal yang menyimpang dari evaluasi tinjauan pustaka dan studi kasus, secara garis besar tidak ditemukan kesenjangan.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Repoblik Indonesia, 2002, Buku panduan praktis pelayanan kesehatan Maternal dan Neonatal, YBP-SP, Jakarta.
Departemen Kesehatan Repoblik Indonesia, Asuhan Persalinan Normal, 2007, JNPK-KR, Jakarta.
Elisabeth C Corwin, 2002, Buku saku Phatofisiologi penyakit, EGC, Jakarta.
Husaini Yk, dkk, 2001, Makanan bayi bergizi, Gajah Mada university Press.
http//www.path.org./file/Indonesia 19-3.pdf online diakses tanggal 17 juni 2009
http//www.dinkes-sulsel.go.id online diakses tanggal 17 juni 2009
http//www.groups.yahoo.com/group/ppiindia online di akses tanggal 17 juni 2009
http//www.kalbe.co.id/files/cdk/files diakses tanggal 17 juni 2009
http//www.to phiedzt-zha zone diakses tanggal 17 juni 2009
Manuaba I.B.G, 1998,Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk pendidikan Bidan, EGC, Jakarta
Manuaba Chandranita, 2008, Gawat Darurat Obstetri-Ginekologi & Obstetri- Ginekologi sosial untuk profesi Bidan, EGC, Jakarta.
Mochtar R, 1998, Sinopsis Obstetri, jilid 1, EGC, Jakarta.
Profil Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 tentang Angka Kematian Ibu.
Saifuddin A.B, 2000, Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, YBP-SP, Jakarta.
Salmah, Asuhan Kebidanan Antenatal, EGC, Jakarta.
Wijoksastro H, 2005, Ilmu Kebidanan, Edisi 3, YBP-SP, Jakarta.

Lampiran 1
SATUAN ACARA PENYULUHAN
1. Topik : Gizi Ibu Menyusui
2. Sasaran : Ny “ M “
3. Tujuan
a. Tujuan umum :
Pada akhir penyuluhan ibu dapat menjelaskan, tentang gizi ibu menyusui.
b. Tujuan khusus :
1) Ibu dapat memahami tujuan makanan yang bergizi.
2) Ibu dapat memahami jumlah makanan yang dibutuhkan.
3) Ibu dapat memahmi jenis makanan yang dibutuhkan.
4) Ibu dapat memahami kegunaan makanan bergizi bagi ibu menyusui.
4. Metode : ceramah dan diskusi
5. Waktu : tanggal 09 April 2009, Jam 08.30 wita
6. Tempat : diruangan PNC RSUD Bhayangkara Mappa Oudang
7. Pembimbing lahan : bidan “ Y “
8. Referensi : - sediaoetama, AD, 200, Ilmu gizi, Dian Rakyat, Jakarta.
- Husaini Yk, dkk, 2001, Makanan Bayi Bergizi, Gajah Mada University Press
GIZI IBU MENYUSUI
Pada seorang ibu menyusui konsumsi nutrisi sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi selama masa laktasi.
Kebutuhan zat-zat gizi ditentukan oleh kenaikan berat badan dan kecepatan mensintesa jaringan-jaringan baru.
Nutrisi yang diperlukan selama menyusui:
1. Kalori
a. Kebutuhan kalori ibu yang menyusui diperlukan 3000 kal/hari.
b. Kalori diperlukan sebagai sumber energy untuk proses metaolisme.
c. Kalori didapat pada beras, roti, umbi-umbian (singkong, ubi jalar, talas,kentang).
2. Zat besi
a. Zat besi pada masa menyusui diperlukan 17 gram/hari.
b. Zat besi diperlukan pada masa menyusui untuk pembebtukan sel-sel darah dan banyak terdapat pada makanan yang dikonsumsi, sehari-hari seperti: daging, hati dan sayur-sayuran berwarna hijau.
c. Zat besi baik dikonsumsi diantara waktu makan bersama jus jeruk.
d. Teh, kopi, susu akan mengurangi penyerapan zat besi.
Jika zat makanan yang dikonsumsi tidak dapat mencukupi suplay Fe, maka dapat diberikan preparat Fe seperti : Biosambe, hemaviton yang dapat dibeli bebas, juga dapat diperoleh dipusat pelayanan kesehatan.
Untuk mengkonsumsi preparat Fe karena baunya yang mencolok maka hendaknya dikonsumsi diantara waktu makan dan minum jus untuk menambah penyerapan dan untuk bahan makanan hendaknya dimasak dalam panic besi.
3. Protein
Kebutuhan protein selama menyusui dibutuhkan untuk pertumbuhan janin yang cepat, dan kenaikan sirkulasi darh yang dapat diperoleh pada :
- Sumber protein hewani daging, ikan, telur, kerang, dll.
- Sumber protein nabati kacang-kacangan seperti kacang merah, kacang hijo, kacang tanah, dll.
4. Vitamin
a. Vitamin A
• Untuk ibu menyusui Vitamin diperlukan 700 iu/hari.
• Vitamin A diperlukan untuk gigi dan tulang serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi juga diperlukan untuk pemeliharaan jaringan mata.
• Makanan yang banyak mengandung vitamin A adalah wortel, papaya dan hati.
b. Vitamin C
1) Vitamin C dibutuhkan 90 mg pada masa menyusui untuk :
• Pembentukan jaringan
• Pembentukan system pembuluh darah
• Meningkatkan penyerapan serum
2) Vitamin C hanya terdapat pada buah-buahan segar yang berwarna kuning seperti jeruk, tomat, dan melon.


5. Mineral
Di dalam tubuh manusia terdiri atas 4% mineral, yang dalam analisa bahan makanan tertinggal sebagai kadar abu. Mineral didapat pada: jambu air, keruk manis, papaya, belimbing dan semangka.
Tabel 2.Cakupan Gizi pada ibu menyusui.
Cakupan Gizi Ibu Menyusui
Kalori (kal)
Protein (g)
Ca (mg)
Fe (mg)
Vit A (SI)
Vit B1 (mg)
Vit B2 (mg)
Vit Niacin (mg)
Vit C (mg) 800
25
0,5
5
2500
0,4
0,4
5
30
Sumber:

Selasa, 28 Desember 2010

PERAWATAN BAYI SAKIT

Lantas bagaimana mengenali sakit pada bayi jika tak muncul demam?

"Memang, semua anak, tak terkecuali bayi, memiliki sensor atau
kemampuan menaikkan suhu tubuh sebagai reaksi melawan penyakit akibat kuman
ataupun virus yang menyerang tubuhnya," kata dr. Zakiudin Munasir, SpA(K)
dari RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Akan tetapi, lanjutnya,
seringkali pada bayi, terlebih bayi berusia di bawah 3 bulan, tidak
menunjukkan gejala naiknya suhu tubuh. Sekalipun sebenarnya tubuh si bayi sedang
berperang melawan serangan virus atau kuman. "Hal ini dikarenakan
sistem sensor panas di tubuh bayi belum sempurna. Jadi, sekalipun penyakit
sudah berada di dalam tubuh bayi atau si kecil sudah mengalami
dehidrasi, tetapi karena chip atau pusat otak belum menerima sinyal melakukan
tindakan, otomatis tubuh si kecil tidak memberitahukan bahwa dirinya
sedang dalam bahaya," papar Zakiudin.
Syukur-syukur "tentara" di tubuh si kecil bisa menang memerangi
"makhluk asing" yang bisa merugikannya itu. Jadi sekalipun tak terpantau, si
kecil bisa tetap sehat dan tidak terjadi hal yang tak diinginkan. Namun
bila yang terjadi sebaliknya, kita seringkali kecolongan. "Saat datang
kontrol, penyakit yang diderita si bayi sudah parah. Kondisi ini
terjadi karena orang tua menganggap, selama bayinya tidak panas, ya, tidak
sakit. Tidak mau makan dianggap wajar, namanya juga bayi. Padahal
seharusnya tidak demikian."

KENALI BAYI ANDA

Karena itulah, anjur Zakiudin, dalam merawat bayi, orang tua hendaknya
tidak melulu berpatokan pada termometer alias ada-tidaknya demam. Orang
tua harus mampu mengenali bayinya.

Untuk itu, orang tua perlu melakukan pengamatan sebagai berikut:

 Apakah hari itu si kecil minum ASI-nya masih seperti hari-hari kemarin?
 Apakah nafsu makannya (Makanan Pendamping-ASI) masih tetap tinggi
seperti hari-hari sebelumnya?
 Apakah si kecil cerewetnya tidak berubah alias tidak mendadak
menjadi pendiam?
 Apakah sorot matanya tetap tajam dan lincah?
 Apakah tetap aktif dan lincah dalam bergerak?
 Apakah fisik bayi tak ada yang berubah atau ada sesuatu yang janggal
(tidak seperti biasanya)?
 Apakah BAB dan BAK normal dan lancar?

Nah, jika jawaban yang muncul dari hasil pengamatan kita adalah
kebalikannya, "Jangan tunggu besok, atau melakukan 'upacara adat' ini-itu.
Saat itu juga lekas bawa ke dokter atau rumah sakit sekalipun si bayi
tidak mengalami demam!" tegas Zakiudin.
Memang, bisa jadi si kecil menolak makan cuma karena sariawan. "Tetapi
apakah orang tua bisa memeriksa sampai sedetail itu? Jadi, daripada
kondisi anak bertambah parah dan diagnosa orang tua meleset, kenapa tidak
lebih baik ditangani oleh ahlinya saja?"

PENGOBATAN FISIOLOGIS

Sebaliknya, jika si kecil tetap aktif, lincah, nafsu makan bagus, minum
susu oke, kondisi fisik baik, buang air besar dan kecil lancar, tapi
suhu tubuhnya naik kurang lebih 37,50C, menurut Zakiudin, orang tua bisa
melakukan tindakan-tindakan untuk mengobatinya sendiri di rumah secara
fisiologis, yakni:

1. Berikan keleluasan suhu tubuh si kecil untuk bisa bersirkulasi
dengan baik. Hindari pengenaan selimut atau baju tebal. Malah jika perlu
telanjangi saja si kecil. Pendingin udara sangat boleh kita aktifkan.
Justru dengan adanya pendingin udara bisa memberi keleluasaan yang lebih
besar bagi panas tubuhnya untuk keluar.

2. Berikan minum yang banyak. Dengan cara ini diharapkan si kecil bisa
BAK sebanyak-banyaknya, sehingga bisa membantu kelancaran sirkulasi
suhu tubuh.

3. Lakukan kompres air hangat. Menurut hasil penelitian dan penemuan
terbaru di dunia kedokteran, pemberian kompres air hangat paling baik di
area tubuh yang mudah terekspos, seperti dada, perut atau dahi. Dengan
demikian pembuluh darah akan melebar dan ini tentunya mempermudah serta
memperlancar sirkulasi suhu tubuh. Sebaiknya tidak mengompres di area pembuluh darah besar karena pembuluh darahnya tidak bisa melebar lagi, di ketiak dan selangkangan, misalnya.

"Memang dulu ada anggapan kompres dengan air dingin hingga pengompresan
dilakukan di area pembuluh darah yang banyak, tapi cara tersebut sudah
tidak berlaku lagi," kata Zakiudin. Kompres dengan air dingin justru
semakin mengerutkan pembuluh darah dan bisa terjadi pembohongan tubuh.
Maksudnya, kompres air dingin memang bisa mendinginkan suhu tubuh, tapi
itu hanya beberapa saat saja. "Malah setelah itu bisa jadi suhu tubuh
anak semakin panas, karena sensor suhu tubuh di otak akan menaikkan panas
tubuh. Berbeda jika kompres dengan air hangat, sensor akan memerintahkan tubuh untuk menurunkan suhu tubuhnya."
Nah, dengan pengobatan fisiologis ini, lanjut Zakiudin, pertahanan tubuh bayi akan terstimulasi menjadi lebih kuat. Tetapi ingat, cara-cara tersebut dilakukan selama si kecil tidak mengalami kejang! "Kalau sudah kejang, tak ada kata lain, usahakan lidah bayi tak tergigit dan saat itu juga bawa ke dokter," anjurnya.

BERIKAN OBAT PENURUN PANAS

Jika dengan penanganan fisiologis ternyata suhu tubuhnya tak kunjung
reda atau sembuh dalam 1x24 jam, bisa jadi panas tubuh si kecil itu
karena faktor nonfisiologis. Penanganan yang harus orang tua lakukan adalah:

1. Tetap menjalankan penanganan secara fisiologis.
2. Berikan obat penurun panas. Jika tidak kunjung reda setelah diberi
obat, atau panasnya naik kembali selang 2 jam setelah minum obat, atau
panasnya tambah tinggi, dan si anak rewel, menolak makan-minum, "Lekas
larikan ke dokter. Nanti dokter akan mencari penyebabnya untuk diobati,"
kata Zakiudin.
3. Sebaliknya jika kondisi bayi cenderung membaik, "Orang tua boleh
melihat perkembangannya hingga dua hari ke depan." Jika semakin membaik
dengan ciri tidak panas lagi atau berangsur-angsur menurun, aktivitas
hingga makan dan minum kembali seperti semula, bersyukurlah. Tetapi jika
di hari ketiga si bayi kembali panas dan aktivitasnya menurun, lekas
bawa ke dokter.

Dalam kaitan dengan penanganan demam pada bayi ini, Zakiudin menyarankan orang tua untuk selalu menyediakan termometer, pakaian yang menyerap keringat dan tidak bikin gerah, termos air panas dan dingin, serta obat penurun panas.

Untuk obat penurun panas kita bisa menyediakan obat dari golongan parasetamol dan ibuprofen. "Obat-obat ini relatif aman sebagai obat pertolongan pertama menurunkan demam pada bayi." Yang perlu diketahui, parasetamol hanya mampu dan efektif menurunkan panas tubuh yang biasa atau tidak terlalu tinggi, 38-390 C. Sedangkan ibuprofen ampuh menurunkan panas tubuh yang tinggi. "Tapi keduanya cuma memiliki kemampuan menahan panas tubuh selama 8 jam."

Jika si kecil tak bisa atau susah mengonsumsi obat lewat mulut, "Orang tua boleh menyediakan di rumah obat penurun panas yang dimasukkan lewat anus." Justru obat seperti inilah yang daya kerjanya lebih cepat karena lebih mudah diserap oleh tubuh. Tapi ingat, harus dengan sepengetahuan dokter.
Kita boleh saja menyediakan 3 tiga jenis obat tersebut di rumah. Akan tetapi yang harus diingat, kata Zakiudin, "Orang tua tak boleh lantas percaya bayinya sudah sembuh walau panas tubuhnya turun setelah minum obat." Sembuh tidaknya baru bisa dilihat jika bayi tak diberi obat suhu tubuhnya normal, tetap ceria, tetap aktif, makan-minumnya normal dan banyak.

Bila si kecil mengalami demam/panas hampir setiap minggu, jelas tak
wajar. "Ini harus diperiksa lebih jauh lagi dengan saksama." Tak menutup
kemungkinan, kekebalan tubuhnya tidak baik. Karena wajarnya, demam pada bayi terjadi 2 bulan sekali atau paling cepat 1 bulan sekali, selama lingkungannya sehat.

DUA PENYEBAB DEMAM

Menurut Zakiudin, demam bisa dikarenakan faktor fisiologis atau faktor
akibat.


1. Demam karena faktor fisiologis
Panas atau demam yang terjadi adalah reaksi tubuh melawan kuman yang
menyerang. Jadi, panas tubuh si kecil itu tanda bahwa sistem imunitas
tubuhnya sedang bekerja membunuh penyakit yang datang. "Jadi kalau tubuh
anak atau bayi panasnya baru 38 derajat Celcius dan tidak rewel, lebih
baik jangan diberi obat penurun panas. Biarkan saja, karena dengan suhu tubuh tertentu penyakit yang menyerang bisa mati."
Dalam otak manusia, termasuk bayi, mempunyai sensor/pusat pengatur suhu. Karena inilah kenapa tubuh kita tak terpengaruh dengan suhu lingkungan, alias bisa menyesuaikan diri. Berbeda dengan ikan, jika di air dingin maka suhu tubuhnya dingin, dan jika di air yang panas suhu tubuhnya pun panas.
Jadi, panas tubuh anak/bayi yang meningkat itu mungkin disebabkan kondisi suhu lingkungan yang terlalu dingin. "Karena itulah suhu tubuh manusia pada malam hari cenderung lebih panas."

2. Demam karena faktor akibat

* Akibat infeksi

Saat imunitas bekerja memerangi kuman, dia mengeluarkan zat-zat
tertentu yang merangsang panas tubuh menjadi meningkat. Begitu juga kala
imunitas tubuh si anak/bayi kalah, dia akan megeluarkan zat tertentu yang
juga merangsang naiknya suhu tubuh. Sebaliknya, kuman yang mati oleh
imunitas tubuh pun akan mengeluarkan zat tertentu yang merangsang naiknya
suhu tubuh.
Biasanya panas tubuh atau demam karena faktor inilah yang bisa
menyentuh level menghawatirkan, di atas 39 derajat Celcius, bahkan bisa di atas
40 derajat Celcius. "Nah, di sini umumnya jika si anak tidak kuat atau
mempunyai riwayat kejang, dia akan kejang-kejang." Karena itu, lanjut
Zakiudin, jika panasnya tinggi perlu diberikan obat penurun panas.

* Akibat dehidrasi atau kurang cairan

Anak/bayi yang mengalami diare, kurang minum, hingga kekurangan cairan
tubuh bisa mengalami demam juga. "Cirinya, suhu tubuhnya paling tinggi
380 C." Ciri lainya: mencret-mencret, sering BAB, loyo, lemah, letih lesu, dan tak bergairah.

Jika dehidrasinya dibarengi komplikasi lain, semisal ada serangan
virus, jelas suhu tubuhnya akan semakin tinggi. Bisa saja menyentuh level di atas 400 C.

MENANGANI KEJANG

Jika anak punya riwayat kejang, pesan Zakiudin, jangan tunggu hinga
tiga hari. Lekas detik itu juga bawa ke dokter. Kecuali bila kita
mempunyai obat penurun panas dari dokter yang sudah ada obat antikejang, "Orang
tua bisa sedikit lega karena boleh saja membawa anak ke dokter beberapa
saat kemudian setelah minum obat tersebut."

Penanganan pertama yang bisa dilakukan orang tua adalah:
1. Buka seluruh pakaiannya untuk memudahkan sirkulasi panas tubuh
anak/bayi.
2. Hati-hati, cegah jangan sampai lidahnya tergigit. Caranya, ganjal
gigi anak/bayi dengan dengan benda yang tak membahayakan.
3. Berikan obat antikejang/penurun panas lewat anus.