Kamis, 10 Februari 2011

Proposal Skripsi karakteristik penderita gangguan jiwa rawat jalan di BPRS.Dadi Makassar.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Kesehatan jiwa sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari pengertian kesehatan secara umum. Mengapa kesehatan jiwa (mental health) disebutkan secara terpisah dari kesehatan jasmani (physical health), karena dalam sejarah kalangan sebagian rakyat terdapat pengertian bahwa kesehatan itu seolah-olah hanya berupa kesehatan jasmani semata-mata. Hal ini antara lain karena dalam masa lau, manusia diganggu dan disiksa oleh sejumlah penyakit jasmani yang belum diketahui benar cara penanggulangannya. (Sumiati S.kp, M.si dkk, 2009)
Ditinjau dari hakikat manusia sebagai mahluk hidup pribadi yang diciptakan terdiri atas jasmani dan rohani, kesehatan jiwa merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kesehatan secara umum. Kesehatan jiwa mempunyai hubungan erat dengan rasa sejahtera dan bahagia yang merupakan kebutuhan hakiki hidup manusia. (Sumiati S.kp, M.si dkk, 2009)
Semua kenyataan yang banyak dijumpai suatu yang kenyataan yang masih banyak dijumpai dalam masyarakat ialah kurangnya pengertian tentang kesehatan jiwa. Hal ini antara lain tercermin masih adanya pendapat bahwa kesehatan jiwa hanya berhubungan dengan orang yang telah sakit jiwa berat sehingga perlu dirawat dirumah sakit. Juga pendapat bahwa tingkah laku seseorang hanya ditentukan oleh factor bakat atau bawaan dan sukar dikoreksi. (Kathleen Koenig Blais, 2007)
Dalam pengertian sehat yang meliputi kesehatan jasmani, rohani dan social, kesehatan jiwa sebagai bagian integral dari kesehatan, merupakan kondisi yang sangat memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosianal dari individu secara optimal dan yang selaras dengan perkembangan orang lain. (Kathleen Koenig Blais, 2007)
Upaya kesehatan jiwa berkembang sejalan dengan perkembangan masalah kesehatan jiwa, dan masalah kesehatan jiwa berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan seperti: pertumbuhan penduduk, modernisasi, urbanisasi serta pertumbuhan ekonomi. Perubahan-perubahan tersebut menimbulakan pergeseran nilai-nilai kehidupan dan berbagai masalah psikososial yang mempengaruhi taraf kesehatan jiwa. (Kathleen Koenig Blais, 2007)
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya gangguan jiwa terdiri dari beberapa faktor yaitu :
1. Riwayat keluarga
Adanya anggota keluarga yang pernah menderita skizofernia menyebabkan meningkatnya kemungkinan seseorang untuk terkena skizofernia. Hal ini dihubungkan dengan faktor genetic. Dapat dipastikan bahwa faktor-faktor keturunan yang juga menentukan timbulnya gangguan jiwa. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofernia dan trauma anak-anak kembar satu telur. (Iyuz, 2008)

2. Suku
Walau budaya bukanlah unsur langsung yang menimbulkan gejala kejiwaan, namun ia dapat memberi ‘isi’ atau ‘mewarnai’ gejala-gejala kejiwaan tertentu seperti halusinasi contohnya pada penderita psikosis yang berkebudayaan Jawa dapat dijumpai halusinasi visual berupa Nyai Roro Kidul, yang tidak dijumpai pada orang barat, bahkan pd etnik lain di Indonesia sendiri, misalnya pada etnik Manado. Demikian pula halnya dengan gejala delusi contohnya pasien yakin bahwa ia adalah Ratu Adil sendiri, sedangkan di Perancis penderita menagnggap dirinya adalah Jean d’Arch dsb. (Inu, 2010)
3. jenis pekerjaan
Strees merupakan suatu respon adptif, melalui karakteristik individu dan atau proses psikologi secara langsung terhadap tindakan, situasi dan kejadian eksternal yang menimbulkan tuntutan khusus baik fisik maupun psikologis individu yang bersangkutan. Stress merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Pengertian dari tingkat stress adalah muncul dari adanya kondisi –kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasan – batasan, atau permintaan – permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan di mana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting. Secara garis besar terdapat tiga sumber yang dapat menyebabkan timbulnya stress yakni faktor lingkungan, faktor organisasi dan faktor individu. ( Anang, 2008 )
4. Status Perkawinan
Dalam masa kanak-kanak keluarga memegang peranan yang penting dalam pembentukan kepriadian. Hubungan orangtua-anak yang salah atau interaksi yang patogenik dalam keluarga sering merupakan sumber gangguan penyesuaian diri. Kadang-kadang orangtua berbuat terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak itu berkembang sendiri. Ada kalanya orangtua berbuat terlalu sedikit dan tidak merangsang anak itu atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya. Kadang-kadang mereka malahan mengajarkan anak itu pola-pola yang tidak sesuai. Akan tetapi pengaruh cara asuhan anak tergantung pada keadaan sosial secara keseluruhan dimana hal itu dilakukan. Dan juga, anak-anak bereaksi secara berlainan terhadap cara yang sama dan tidak semua akibat adalah tetapi kerusakan dini sering diperbaiki sebagian oleh pengalaman di kemudian hari. Akan tetapi beberapa jenis hubungan orangtua-anaksering terdapat dalam latar belakang anak-anak yang terganggu, umpamanya penolakan, perlindungan berlebihan, manja berlebihan, tuntutan perfeksionistik, standard moral yang kaku dan tidak realistik, disiplin yang salah, persaingan antar saudara yang tidak sehat, contoh orangtua yang salah, ketidaksesuaian perkawinan dan rumah tangganya yang berantakan, tuntutan yang bertentangan. (Criz , 2010)

Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat termasuk penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lain, tetapi juga meliputi berbagai problem psikososial yang memerlukan intervensi agar dapat menghindari terjadinya gangguan jiwa yang berat tersebut, disamping juga masalah taraf kesehatan jiwa yang optimal yaitu tahan terhadap stress serta dapat hidup harmonis dan produktif. (Kathleen Koenig Blais, 2007)
Dalam masyarakat umum skizofernia terdapat 0,2 – 0,8 % dan retardasi mental 1-3%. WHO melaporkan bahwa 5-15% dari anak-anak antara 3-15 tahun mengalami gangguan jiwa yang persisten dan menggagu hubungan sosial. Bila kira-kira 40% penduduk Negara kita ialah anak-anak dibawah 15 tahun (dinegara yang sudah berkembang kira-kira 25%), dapat digambarkan besarnya masalah (ambil saja 5% dari 40% katakan saja 120 juta penduduk, maka dinegara kita terdapat kira-kira 2.400.000 orang yang mengalami gangguan jiwa). (WHO, 2007)
Insiden skizofrenia adalah sekitar 15 – 30 kasus baru per 100.000 penduduku per tahun. Angka prevalensi kurang dari 1%. Selama hidup, resiko untuk terjadinya kira-kira 1 % pada masyarakat umum. Menurut data WHO, skizofrenia mempengaruhi sekitar 24 juta penduduk diseluruh dunia, 50% diantaranya tidak memperoleh pengobatan yang tepat dan 90% diantaranya terdapat di Negara berkembang. (WHO, 2007)
Onset biasanya berkisar anatara usia anatara 15 – 45 tahun dengan onset yang lebih awal terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Onset skizofrenia agak jarang terjadi diusia dibawah 10 tahun dan diatas usia 40 tahun. Pada 20% kasus yang terjadi diatas usia 40 tahun, sebagian besarnya adalah perempuan. Pada perempuan, gejalanya akan memburuk setelah maopaus. Perbandingan antara kedua jenis kelamin seimbang dalam arti skizofernia secara umum ditemukan seimbang pada laki-laki dan perempuan. Insiden skizofernia ditemukan lebih tinggi pada mereka yang tidak menikah dan yang bercerai. (WHO, 2007)
Skizofrenia juga lebih sering ditemukan pada golongan sosial ekonomi rendah, dihubungkan dengan faktor stressor sosial serta status gizi.
Pada sebagian pasien, terdapat peningkatan sedang prevalensi skizofrenia pada mereka yang lahir pada musim semi dan awal musim dingin. Pada belahan bumi utara, pasien skizofrenia kebanyakkan adalah mereka yang dilahirkan anatara bulan januari dan april. Sedangkan pada belahan bumi selatan pasien skizofrenia adalah sebagian mereka yang lahir anatara bulan juli dan September. Insiden skizofrenia juga ditemukan meningkat pada individu yang terpapar influenza dan penyakit virus lainnya selama akhir trismester kedua kehamilan. Namun demikian, belum terdapat bukti langsung yang cukup tentang kontriobusi virus terhadap kejadian skizofrenia. (Henderson DC, 2005)
Tidak sedikit orang menderita gangguan jiwa akibat gangguan organik pada otak (akibat rudapaksa, keradangan, gangguan pembuluh darah, neoplasma, keracunan,dsb) banyak pula yang menderita gangguan nerosa dan psikosomatik. (Henderson DC, 2005)
Menurut hasil penelitian Suntari tahun 2009, bahwa berdasar kan riwayat keluarga didapatkan yang paling banyak menderita gangguan jiwa yang dirawat jalan di BPRS Dadi Makassar periode 16 – 28 maret 2009 adalah yang tidak memiliki riwayat yang sama dalam keluarga yaitu 218 kasus (93,6%). Berdasarkan suku, didapatkan suku Makassar menempati urutan pertama terbanyak penderita penyakit gangguan jiwa yang menjalani rawat jalan di BPRS Dadi Makassar periode 16 – 28 maret 2009 yaitu 104 kasus (44,6%). Berdasarkan status pekerjaan, yang paling banyak menderita gangguan jiwa yang rawat jalan di BPRS Dadi Makassar periode 16 – 28 maret 2009 adalah yang tidak memiliki pekerjaan dengan jumlah 146 kasus (62,7%). Berdasarkan status perkawinan didapatkan 141 kasus penderita gangguan jiwa yang di rawat jalan dengan status belum nikah di PBRS Dadi Makassar 16 – 28 maret 2009. (Suntari, 2009)
Sedangkan menurut hasil penelitian Diniati dan Emilia H.Y. Dorsi pada tahun 2007, bahwa, penderita skizofrenia yang dirawat inap di BPRS Dadi Makassar yang terbanyak adalah laki-laki, mengenai golongan umur 25 - 34 tahun, onset terjadi pada usia 15 – 24 tahun, sebagian besar adalah suku bugis, yang berdomisili di Makassar, status perkawinan belum menikah, tidak memiliki pekerjaan, jenjang pendidikan adalah SD dan SMU, sebagian besar tidak memiliki riwayat penyakit skizofernia dalam keluarga, jenis skizofrenia yang terbanyak adalah tipe F20.9 (skizofrenia yang tidak tergolongkan), dengan frekwensi perawatan 2 – 4 kali perawatan dalam perawatan 8 – 14 hari. (Diniati,2007)
Berdasarkan hasil observasi peneliti pada bulan Agustus 2010 menunjukan bahwa penderita yang mengalami gangguan jiwa berdasarkan diagnosis dengan skizofrenia Yang Tak Terkendali (YTT) adalah yang terbanyak yaitu 53 kasus, menurut riwayat keluarga terdapat 220 kasus, berdasarkan suku, suku Makassar penderita terbanyak dengan 115 kasus, berdasarkan status pekerjaan yaitu yang tdiak memiliki pekerjaan paling banyak dengan 158 kasus, berdasarkan status pernikahan terdapat 152 kasus yang belum menikah.
Baedasarkan ha-hal tersebut diatas maka perlu adanya penelitian yang mendalam tentang bagaimana karakteristik seorang penderita gangguan jiwa agar dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program kesehatan ,khususnya kesehatan jiwa.

B. Rumusan masalah
Bagaimana karakteristik penderita gangguan jiwa yang berobat jalan di Badan Pengelola Rumah Sakit Dadi Makassar ?

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Untuk dapat mengetahui karakteristik penderita gangguan jiwa rawat jalan di BPRS.Dadi Makassar.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui karakteristik penderita gangguan jiwa menurut diagnosis
b. Mengetahui karakteristik penderita gangguan jiwa menurut riwayat keluarga
c. Mengetahui karakteristik penderita gangguan jiwa menurut suku
d. Mengetahui karakteristik penderita gangguan jiwa menurut jenis pekerjaan
e. Mengetahui karakteristik penderita gangguan jiwa menurut status perkawinan
D. Manfaat penelitian
Penulis berharap agar sekiranya hasil penelitian ini dapat memberikan konstribusi yang bermanfaat bagi beberapa pihak :
1. BPRS. Dadi, sebagai pelaksana pelayanan pada penderita gangguan jiwa diharapkan agar hasil penelitian ini dapat memberikan masukan yang berarti bagi penanganan pasien gangguan jiwa.
2. Program instalasi kesehatan terkait, sebagai suatu bahan masukan demi meningkatkan mutu pelayanan serta perbaikan penanganan pasien gangguan jiwa.
3. Bagi peneliti sendiri pada khasusnya, smoga proses serta hasil peneliatian ini dapat memberikan masukan dan pembelajaran yang sangat berharga terutama untuk perkembangan keilmuan penelitian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan umum tentang gangguan jiwa
1. Gambaran umum
Konsep gangguan jiwa dari DSM IV bahwa gangguan jiwa adalah suatu sindrom atau pola perilaku atau psikologis seseorang yang secara klinis cukup bermakna dan dihubungkan dengan suatu gejala penderitaan atau disability atau dengan peningkatan resiko kematian, penderita,atau kehilangan kebebasan. Dari konsep tersebut diatas, dapat dirumuskan bahwa didalam konsep gangguan jiwa didapatkan butir-butir : (Mary C. Thomsend, 2005)
a. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa :
1) Sindrom atau pola prilaku
2) Sindrom atau pola psikologis.
b. Gejala klinis tersbut menimbulakan penderitaan, antara lain dapat berupa rasa nyeri, rasa tidak nyaman, terganggu, disfungsi organ tubuh, dll.
c. Gejala klinis tersebut menimbulkan disability dalam kehidupan aktivitas sehari-hari yang biasa dan diperlakukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup.
Gangguan psikotik adalah semua kondisi yang mamberi indikasi tentang terdapatnya hendaya (impairment) berat didalam kemampuan daya nilai realitas. Penggunaan istilah ini secara praktis mencakup perilaku seseorang dalam suatu saat atau suatu gangguan mental dimana semua individu yang menderita gangguan tersebut disuatu saat dalam perjalanan penyakitnya mengalami hendaya berat dalam kemampuan menilai reaitas. (Mary C. Thomsend, 2005)
Seseorang yang menderita hendaya berat dalam kemampuan daya nilai realitas akan secara salah menilai ketetapan persepsi dan pikirannya, serta secara salah menyimpulkan hal ikhwal tentang realitas dunia luar meskipun telah bersedia bukti-bukti yang menyangkal hal itu. (Mary C. Thomsend, 2005)
Bukti langsung dari terdapatnya gangguan psikotik adalah waham ataupun halusinasi tanpa tilikan (insight) akan bersifat patologis dari kondisi itu. Istilah psikotik kadang-kadang juga tepat apabila perilaku seseorang sedemikian kacaunya (groosly disorganized) sehingga suatu penyimpulan yang logis dapat dilakukan bahwa daya nilai realitasnya terganggu. (Mary C. Thomsend, 2005)
Psikosis akut menunjukan onset yang tiba-tiba dari gangguan penilaian realitas. Pasien menilai salah tentang alam pikirnya atau persepsinya bahkan jika ada bukti nyata yang menyangkalnya. Psikosis akut bukan merupakan diagnosis tapi deskripsi sindrom klinik yang ditemikan pada berbagai gangguan. (Sumiati S.kp, M.si dkk, 2009)
Sindrom psikosis akut akan berkembang cepat dalam beberapa hari atau minggu. Akan ada laporan tentang deteriorisasi fungsi sosial dan perjaan serta kadang-kadang hygiene perseorangan. Gejala-gejala psikosis akut termasuk pikiran yang kacau, kepercayaan yang aneh, halusinasi dan pembicaraan inkoheren, adanya perilaku yang regresif, hidup perasaan yang tidak sesuai, kadang-kadang terdapat agitasi dan hiperaktifitas, kurang pengendalian diri, hilangnya pertimbangan dan gangguan minimbulkan tindakan kekerasan / kecelakaan / mencederai diri sendiri atau orang lain, serta masalah sosial yang serius. (Sumiati S.kp, M.si dkk, 2009)
2. Etiologi
Meskipun gejala yang menonjol terdapat pada unsur kejiwaan, tapi penyebab utamanya mungkin dibadan (somatogenik) dilingkungan sosial (sosiogenik) atau psiko (psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsure yang saling mempengaruhi atau secara kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan badan atau jiwa. Penyebab berdasarkan etiologi terdiri dari : (Mary C. Thomsend, 2005)
a. Factor- factor somatic :
1) Neuroanatomi
2) Neurofisiologi
3) Neurokimia
4) Tindak kematangan dan perkembangan organic

b. Factor – factor sosiogenetik :
1) Kestabilan keluarga
2) Pola mengasuh anak
3) Tingkat ekonomi
4) Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
5) Masalah kelompok minoritas yang meliputi fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
6) Pengaruh rasia dan keagamaan
7) Nilai-nilai
c. Faktor-faktor psikologik (psikogenik) :
1) Interaksi ibu – anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan percaya dan kebimbangan)
2) Peranan ayah
3) Persaingan antara saudara kandung
4) Intelegensia
5) Hubungan antara keluarga , perkerjaan, permainan, dan masyarakat
6) Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan. Depresi dan rasa malu / bersalah
7) Konsep dini : pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu
8) Keterampilan, bakat dan kreativitas
9) Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
10) Tingakat perkembangan emosi.
3. Gejala klinis gangguan jiwa
Gejala klinis gangguan jiwa adalah hasil interaksi yang kompleks antara unsur somatic psiologik dan sosiobudaya. Gejala inilah yang sebenarnya menandakan dekompensasi proses adaptasi dan terdapat terutam pada pemikiran, perasaan dan perilaku. (Mary C. Thomsend, 2005)
Ada gejala primer dan ada pula gejala skunder. Pada skizofrenia gejala primer itu berupa misalnya : ambivalensi, otisme, asosiasi longgar dan efek yang tidak tepat. Gejala sekunder berupa halusinasi dan waham. (Mary C. Thomsend, 2005)
Ada gejala pokok dan ada pula gejala tambahan. Pada penderita dengan depresi, maka gejala pokok terwujud kesedihan dan kekurangan nafsu makan, sedangkan gejala tambahannya dapat berupa neropati, karena kekurangan makan. (Mary C. Thomsend, 2005)
Ada gejala positif atau gejala pelepasan atau rangsangan dan ada pula gejala negative atau gejala deficit atau hambatan. Misalnya pada skizofernia gejala positif berupa kegaduhan, waham, dan halusinasi sedangkan gejala negative dapat berjenis mutisme, emosi yang dangkal dan penarikan diri. Kerusakan otak umpamanya dapat mengakibatkan afasi sebagai gejala deficit (kekurangan) atau kejang-kejang ada perubahan kepribadian sebagai gejala pelepasan. (Mary C. Thomsend, 2005)
a. Gangguan kesadaran
Adapun kesadaran itu merupakan kemampuan si individu mengadakan hubungan dengan lingkungannya serta dengan dirinya sendiri (melalui panca indranya) dan mengadakan pembatasan terhadap lingkungannya dan dirinya sendiri (melalui perhatian), bila kesadara itu baik adanya maka akan terjadi prientasi (tentang waktu, tempat dan orang) dan pengertian yang baik serta pemakaian informasi yang masuk secara efektif (melalui ingatan dan pertimbangan). (Mary C. Thomsend, 2005)
b. Gangguan ingatan
Adapun ingatan itu berdasarkan 3 proses utama yaitu pencatatan atau registrasi (mencatat atau meresgitrasi sesuatu pengalaman didalam susunan syaraf pusat), penahanan atau retensi (menyimpan atau menahan catatan tadi), dan memanggil kembali atau recall (mengingat atau mengeluarkan kembali catatan itu). (Mary C. Thomsend, 2005)
Gangguan ingatan terjadi bila terdapat gangguan pada salah satu atau lebih unsure yang tiga itu, umpamanya pada pencatatan, karena kekurangan perhatian atau hambatan oleh rangsangan yang lain (cara belajar yang salah). Pada penahan karena otak sendiri, dan pada pemanggilan kembali. Karena gangguan emosi dan kelelahan. Sering satu factor saja sudah dapat mempengaruhi pencatatan dan pemanggilan kembali kedua-duanya, umpanya gangguan emosi dan kelelahan . (Mary C. Thomsend, 2005)
c. Gangguan orientasi
Orientasi ialah kemampuan seseorang mengenal lingkungannya serta hubungan dalam waktu dan ruang terhadap dirinya sendiri dan juga hubungan dirinya dengan orang lain.
Disorientasi atu gangguan orientasi timbale balik sebagai akibat gangguan kesadaran dan dapat menyangkut waktu (tidak tahu-menahu tentang jam, hari, pekan, bula, tahun, atau musim) tempat atau orang lain, tidak tahu idntitasnya atau salah penafsiran atau salah penafsiran identitas orang lain, hal ini perlu dibedakan dari ilusi dan depersonalisasi. (Kaplan, 2010)
d. Gangguan afek dan emosi
Afek adalah “ nada” persaan atau menyenangkan atau tidak (seperti kembanggan, kekecewaan, kasih sayang) yang menyertai suatu pikiran yang biasanya berlangsung lama serta kurang disertai oleh komponen fisiologik. Emosi adalah manisfetasi afek keluar dan disertai oleh banyak komponen fisiologik. Lagipula biasanya berlangsung relative tidak lama (misalnya kekuatan, kecemasan, depresi dan kegembiraan). Kadang-kadang istilah afek dan emosi dipakai secara bergantian. (Mary C. Thomsend, 2005)
e. Gangguan psikomotor
Psikomotor adalah gerakan badan yang dipengaruhi keadaan jiwa, jadi merupakan efek besama yang mengenai badan dan jiwa. Juga dinamakan konasi, prilaku motorik atau aspek motorik dari pada prilaku. Gerakan refleks seperti refleks urut dan refleks pupil tidak termasuk dalam pembahasan ini. (Kaplan, 2010)
f. Gangguan proses berfikir
Adapaun proses berfikir itu maliputi proses pertimbangan (judgement) pemahaman (comperehension), ingatan serta penalaran (reasoning), proses berfikir yang normal mengandung arus idea, symbol dan asoisasi yang terarah terdapat tujuan yang dibangkitkan oleh suatu masalah atau tugas dan yang menghantarkan kepada suatu penyelesaian yang berorientasi kepada kenyataan.
Berbagai faktor yang mempengaruhi proses berfikir itu, umpanya faktor somatic (gangguan otak, kelelahan), faktor psikologik (gangguan emosi,psikosa) dan faktor sosial (kegaduhan dan faktor sosial yang lain) yang sangat mempengaruhi perhatian atau konsentrasi si individu. Kita dapat membedakan 3 aspek proses berpikir yaitu : bentuk pikiran, arus pikiran, dan isi pikiran, ditambah pertimbangan. (Kaplan, 2010)
g. Gangguan persepsi
Persepsi ialah daya mengenal, kualitas, hubungan, serta perbedaan antara lain hal ini melalui proses mengamati, mengetahui, dan mengartikansetelah panca inderanya mendapat rangsangan. Jadi persepsi dapat tergantung oleh gangguan otak (karena kerusakan otak, keracunan, obat halusinogenik) oleh ganguan jiwa (emosi tertentu dapat mengakibatkan ilusi, psikosa dapat menimbulkan halusinasi) atau oleh pengaruh lingkungan sosial budaya (mempengaruhi persepsi karena penilaian yang berbeda dan orang dari lingkungan sosial budaya yang berbeda pula. (Inu, 2010)
h. Gangguan intelegensi
Intelegensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang baru melalui pemikiran dan pertimbangan. Berbagai hal dapat mengurangi atau mengahambat kemampuan ini, misalnya : kerusakan otak (prenatal ataupun postnatal berupa keturunan, keracunan rudapaksa, peradangan, neoplasma, gangguan pembulu darah) karena psikosa (fungsional ataupun sidroma otak organic). Mungkin juga bahwa kemampuan ini tidak dapat dimanifestasikan karena berbagai faktor sosial budaya (sebab kekurangan rangsangan atau kebiasaan memberikan makanan yang rendah kadar proteinnya kepada anak dibawah umur 5 tahun). (Kaplan, 2010)
i. Gangguan pola hidup
Gangguan pola hidup mencakup gangguan-gangguan dalam hubungan antar manusia dan sifat-sifat dalam keluarga, pekerjaan, rekreasi dan masyarkat. (Mary C. Thomsend, 2005)
j. Gangguan kepribadian
Kepribadian menunjuk kepada keseluruhan pola pikiran, perasaan dan perilaku yang sering digunakan oleh seseorang dalam usaha adaptasi yang terus menerus terhadap hidupnya. (Kaplan, 2010)

B. Tinjauan umum tentang stress
Istilah stress dalam fisika diartikan sebagai penggunaan kekuatan yang cukup besar terhadap suatu objek atau system untuk merusaknya atau merubah bentuknya. Istilah stress pada manusia berarti respon fisiologis, psikologis dan tingkah laku dari seorang individu yang berusaha untuk mengadaptasi dan menyesuaikan tekanan-tekanan dari dalam maupun dari luar. Dalam objek timbul ketegangan tertentu untuk dapat mempertahankan bentuknya. Pada manusia kekuatan dari lingkungan juga menimbulkan ketegangan. Untuk dapat bertahan, manusia melakuakan penyesuaian diri. Jika tidsk berhasil dalam penyesuaian dirinya ia akan berubah bentuknya atau akan hancur. (Rasmun, 2005)
Pada batasan stress diatas yang kurang diperhatikan adalah kemampuan koognitif manusia. Manusia bukan merupakan organisme yang otomatis secara refleks memberikan reaksi. Manusia memiliki “cognitive appraisal system” sehingga manusia dapat memberikan tanggapan kepada apa yang terjadi dilingkungannya. Peristiwa atau kejadian disekitar kita perlu diselami atau dihayati sabegai suatu stress berdasarkan arti dan interpretasi yang kita berikan terhadap peristiwa tersebut, bukan karena peristiwa itu sendiri. Jenis-jenis stress : (Rasmun, 2005)
1. Stress yang bersifat organobiologik, seperti :
a. Penyakit
b. Rudapaksa fisik / trauma (merusak organobiologik)
c. Gizi yang kurang / salah (malnutrisi)
d. Abortus
e. Gangguan metabolic
f. Kelelahan fisik
g. Kekacauan fungsi-fungsi biologic yang continue
h. Pembedahan
2. Stress dapat bersifat psikoedukatif
Walaupun jenis-jenis stress dapat disebut satu-persatu, perlu diketahui semua jenis stress tersebutberpengaruh secara meneyaluruh terhadap prilaku individu.
a. Berbagai konflik dan frustasi yang berhubungan kehidupan urban / modern
b. Berbagai kondisi yang mangakibatkan sikap atau perasaan rendah diri sehingga individu benar-benar merasa dirinya terpukul
c. Berbagai kondisi kehilangan status dan perasaan dirinya cacat atau habis riwayatnya
d. Berbagai kondisi iri hati karena membandingkan diri dan orang lain / pihak lain (status, posisi, kekayaan)
e. Berbagai kondisi kekurangan yang dihayati sebagai suatu cacat yang sangat menentukan kehidupan, seperti penampilan fisik, jenis kelamin, usia, intelegensia, dan keadaan hendaya
f. Berbagai keadaan perasaan bersalah / berdosa.


3. Stress sosial cultural
Kehidupan modern menempatkan individu-individu dalam keadaan stress sosialkultural yang cukup besar , diantaranya :
a. Berbagi fluktuasi ekonomi dan akibatnya
b. Kesenjangan hidup keluaraga
c. Ketidak pauasan bekerja
d. Persaingan yang tajam, keras, dan kadang tidak sehat
e. Diskriminasi
f. Perubahan sosial yang tepat.
4. Stresor psikososial
Stersor psikososial secara teoritik diangggap merupakan salah satu faktor penyebab atau pencetus gangguan jiwa (Maramis, 1983). Stressor psikososial berisi peristiwa-peristiwa kehidupan (life event) atau perubahan-perubahan kehidupan (life change) yang didefinisikan oleh Holmes dan Rahe (1967) dan Dohren wend (1969) sebagai pengalaman objektiv yang mengganggu atau memberikan ancaman gangguan aktivitas sehari-hari individu, dan kemudian menyebabkan atau suatu penyesuaian mendasar dalam prilaku individu tersebut (Thoits, 1982). Dalam pendekatan holistic, stressor psikososial ini sangat penting sehingga dimasukan kedalam salah satu aksis diagnosis (aksis IV) pada system diagnostic multi aksial psikiatri (PPDGJ II,1983). (Rusdi,2003)
Pada umumnya jenis stressor dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Perkawinan : perceraian, ketidak cocokan pertunangan, kawin paksa, kawin lari, kematian pasangan , dsb.
b. Problem orang tua : mempunyai anak, anak yang sakit, persoalan dengan anak, mertua, besan, dsb.
c. Hubungan interpersonal : kawan dekat atau kekasih yang sakit, pertengkaran dengan kawan dekat atau kekasih, atasan atau bawahan.
d. Pekerjaan : mulai berkerja, mulai sekolah, pindah kerja, pension, problem, jabatan / sekolah.
e. Lingkuangan hidup : pindah rumah, kota , transmigrasi, pencurian, penodongan atau ancaman.
f. Keuangan : utang, bangkrut, warisan, dsb.
g. Hukum : tuntutan hukum , penjara.
h. Perkembangan : puberitas, usia dewasa, menopause.
i. Penyakit fisik atau cedera : penyakit, kecelakaan, pembedahan, abortus.
j. Faktor keluarga : hubungan yang buruk atau dingin antara orang tua, gangguan fisik atau mental pada anggota keluarga, cara mendidik anak, sikap orang tua yang dingin / kasar, dsb.
C. Tinjauan umum tentang karakteristik penderita gangguan jiwa
1. Diagnosis
Jenis-jenis gangguan jiwa yang sering terjadi di BPRS Dadi Makassar yaitu : (Ermawati, 2009)
a. Gangguan psikotik, terjadi selama atau segera sesudah penggunaan zat psikoaktif (biasanya dalam waktu 48 jam) bukan merupakan manifestasi dari keadaan putus zat dengan delirium atau suatu onset lambat.
b. Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak dulu kala, meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab musabab dan patogenesanya sangat kurang. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristikdari pikiran dan persepsi serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemuidan.
c. Skizofrenia Paranoid, selain gejala skizofrenia secara umum, ada gejala tambahan berupa waham atau halusinasi yang harus menonjol (masalnya suara-suara halusinasi, halusinasi pembauan, pengecapan, dan waham), kemudian gangguan afektif, dorongan kehendak, dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relative tidak nyata/tidak menonjol.
d. Skizofrenia Residual, umtuk suatu diagnosis yang meyakinkan, gejala yang haruz dipenuhi yaitu gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktifitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif, perawatan diri erta kinerja sosial yang buruk, selain itu sediktinya dua riwayat, sutu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi criteria untuk diagnosis skizofrenia.
e. Gangguan campuran anxietas dan depresi, terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak menunjukan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnose tersendiri. Untuk anxietas beberapa gejala otonomik haruz ditemukan walaupun tidak terus meneru, disamping rasa cemas atau kekhawatiran yang berlebihan.
2. Riwayat keluarga
Adanya anggota keluarga yang pernah menderita skizofernia menyebabkan meningkatnya kemungkinan seseorang untuk terkena skizofernia. Hal ini dihubungkan dengan faktor genetic. Dapat dipastikan bahwa faktor-faktor keturunan yang juga menentukan timbulnya gangguan jiwa. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofernia dan trauma anak-anak kembar satu telur. (Iyuz, 2008)
3. Suku
Dalam penggolongan klasifikasi gangguan jiwa dijumpai penggolongan yang erat kaitannya dg budaya yang dikenal sebagai sindrom yang terkait pada budaya. Sindrom tersebut secara lebih khusus berkaitan dengan konsep sakit/sehat yang dianut dlm kebudayaan tertentu. Hal ini akan diuraikan lebih lanjut pada pembicaraan Suatu Tinjauan Mengenai Sindroma yang terkait pada budaya. (Inu, 2010)
Budaya bukanlah unsur langsung yang menimbulkan gejala kejiwaan, namun ia dapat memberi ‘isi’ atau ‘mewarnai’ gejala-gejala kejiwaan tertentu seperti halusinasi contohnya pada penderita psikosis yang berkebudayaan Jawa dapat dijumpai halusinasi visual berupa Nyai Roro Kidul, yang tidak dijumpai pada orang barat, bahkan pd etnik lain di Indonesia sendiri, misalnya pada etnik Manado. Demikian pula halnya dengan gejala delusi contohnya pasien yakin bahwa ia adalah Ratu Adil sendiri, sedangkan di Perancis penderita menagnggap dirinya adalah Jean d’Arch dsb. (Inu, 2010)
Ada bukti bila terjadi penyakit jiwa dalam suatu kelompok masyarakat (etnik) tertentu, maka ada kecenderungan untuk berkembangnya suatu bentuk penyakit jiwa daripada bentuk-bentuk yang lain, misalnya Schizophrenia lebih banyak dijumpai pada masyarakat yang lebih maju daripada masyarakat primitif. Hollinghead dan Redlich menemukan bahwa neurosis lebih banyak terdapat pada kelas sosial menengah dan atas, sedangkan psikosis lebih banyak pada kelas sosial yang rendah. (Inu, 2010)
Barangkali salah satu kelebihan psikiatri Indonesia dibanding negara-negara lain, khususnya negara barat seperti USA dan Eropa, adalah sub bidang psikiatri budaya (cultural-psychiatry). Hal ini disebabkan : (1) adanya keanekaragaman suku bangsa dengan corak khas budayanya masing-masing; (2) kepercayaan suku bangsa terhadap adat budaya masing-masing masih cukup kuat; (3) pola pikir dan perilaku masyarakat masih banyak terpengaruh warna budaya masing-masing; (4) pengaruh budaya terhadap bentuk dan gejala gangguan jiwa yang terjadi; (5) banyaknya fenomena perilaku yang terikat budaya setempat dan sukar dijelaskan secara ilmiah; dan (6) kepercayaan yang masih tebal pada sebagian masyarakat di daerahnya masing-masing terhadap “penyembuh tradisional” dengan metode-metode warisan leluhur. (Inu, 2010)
Di negara-negara barat yang rata-rata masyarakatnya lebih “empirik” dan “rasional” tentu hal-hal diatas tidak ada lagi. Itulah sebabnya pada pertemuan dan seminar transcultural psychiatry internasional selalu para psikiater negara-negara Asia berbicara banyak dan psikiater dunia barat hanya mendengarkan dengan heran. (Inu, 2010)
4. jenis pekerjaan
Strees merupakan suatu respon adptif, melalui karakteristik individu dan atau proses psikologi secara langsung terhadap tindakan, situasi dan kejadian eksternal yang menimbulkan tuntutan khusus baik fisik maupun psikologis individu yang bersangkutan. Stress merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Pengertian dari tingkat stress adalah muncul dari adanya kondisi –kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasan – batasan, atau permintaan – permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan di mana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting. Secara garis besar terdapat tiga sumber yang dapat menyebabkan timbulnya stress yakni faktor lingkungan, faktor organisasi dan faktor individu. ( Anang, 2008 )
Stresdalam penampilan optimal adalah kondisi stres yang positif karena dapat mendorong pekerja untuk bekerja pada tingkatan yang lebih tinggi sedangkan stres karena terlalu sedikit dan terlalu banyak beban adalah kondisi stres yang negatif karena dapat menyebabkan menurunnya kinerja para pekerja. (Andreas, 2009)
Munculnya stres, baik yang disebabkan oleh sesuatu yang menyenangkan atau sesuatu yang tidak menyenangkan akan memberikan akibat tertentu pada seseorang.(iyus,2008)
konsekuensi yang dapat ditimbulkan stress dapat dibagi empat jenis: (Andreas,2009)
a. Pengaruh psikologis yaitu akibat dari stres yang berdampak pada aspek kejiwaan seseorang.
b. Pengaruh perilaku yaitu akibat dari stres yang berdampak pada perubahan tingkah laku seseorang.
c. Pengaruh kognitif yaitu akibat dari stres yang berdampak pada kemampuan berpikir seseorang.
d. Pengaruh fisiologis yaitu akibat dari stres yang berdampak pada kondisi fisik seseorang.


5. Status Perkawinan
Dalam masa kanak-kanak keluarga memegang peranan yang penting dalam pembentukan kepriadian. Hubungan orangtua-anak yang salah atau interaksi yang patogenik dalam keluarga sering merupakan sumber gangguan penyesuaian diri. Kadang-kadang orangtua berbuat terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak itu berkembang sendiri. Ada kalanya orangtua berbuat terlalu sedikit dan tidak merangsang anak itu atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya. Kadang-kadang mereka malahan mengajarkan anak itu pola-pola yang tidak sesuai. Akan tetapi pengaruh cara asuhan anak tergantung pada keadaan sosial secara keseluruhan dimana hal itu dilakukan. Dan juga, anak-anak bereaksi secara berlainan terhadap cara yang sama dan tidak semua akibat adalah tetapi kerusakan dini sering diperbaiki sebagian oleh pengalaman di kemudian hari. Akan tetapi beberapa jenis hubungan orangtua-anaksering terdapat dalam latar belakang anak-anak yang terganggu, umpamanya penolakan, perlindungan berlebihan, manja berlebihan, tuntutan perfeksionistik, standard moral yang kaku dan tidak realistik, disiplin yang salah, persaingan antar saudara yang tidak sehat, contoh orangtua yang salah, ketidaksesuaian perkawinan dan rumah tangganya yang berantakan, tuntutan yang bertentangan. (Criz , 2010)
Peranan keluarga dalam proses penyembuhan pasien gangguan jiwa yaitu keluarga adalah orang-orang yang sangat dekat dengan pasien dan dianggap paling banyak tahu kondisi pasien serta dianggap paling banyak memberi pengaruh pada pasien. Sehingga keluarga sangat penting artinya dalam perawatan dan penyembuhan pasien. Alasan utama pentingnya keluarga dalam perawatan jiwa adalah : (iyus, 2008)
a. Keluarga merupakan lingkup yang paling banyak berhubungan dengan pasien
b. Keluarga (dianggap) paling mengetahui kondisi pasien
c. Gangguan jiwa yang timbul pada pasien mungkin disebabkan adanya cara asuh yang kurang sesuai bagi pasien
d. Pasien yang mengalami gangguan jiwa nantinya akan kembali kedalam masyarakat; khususnya dalam lingkungan keluarga
e. Keluarga merupakan pemberi perawatan utama dalam mencapai pemenuhan kebutuhan dasar dan mengoptimalkan ketenangan jiwa bagi pasien.
f. Gangguan jiwa mungkin memerlukan terapi yang cukup lama, sehingga pengertian dan kerjasama keluarga sangat penting artinya dalam pengobatan.
D. Kerangka konsep

1. Dasar pemikiran variable yang diteliti.
Sesuai dengan tujuan khusus dari penelitian yang dilakukan, maka kami mendiskripsikan dasar pemikiran dari variable-variabel yang kami gunakan dalam penelitian ini.


a. Diagnosis
Untuk mengetahui penyakit gannguan jiwa yang terbanyak. Mengingat pembagian dari gannguan jiwa bermacam-macam. (Rusdi, 2003)
b. Riwayat keluarga
Dapat dipastikanbahwa faktor-faktor keturunan yang juga menentukan timbulnya gangguan jiwa khususnya skizofernia. Hal ini telah dibuktikandenga penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizorfernia dan terutama anak-anak kembar satu telur. (iyus, 2008)
c. Suku
Dikatakan dalam literature bahwa beberapa peneliti pernah membuat banyak diagnose gangguan jiwa pada group etnis tertentu. Hal ini mungkin berhubungan dengan kebudayaan etnis tertentu, misalnya pola interaksi masyarakat, pengekspresian emosian, serta kebudayaan tradisional yang berbau magic. (inu, 2010)
d. Pekerjaan
Perkerjaan dengan bertanggung jawab yang besar sangat mungkin meyebabkan suatu streesor yang ditimbulakn berbagai gangguan jiwa berupa depresi pada seseorang, meskipun hal ini juga tergantung pada cara individumenghadapi beban kerja, penulis ingin melihat sejauh mana variable ini mmberikan kontribusi terhadap terjadinya kasus gangguan jiwa. (Andreas, 2009)

e. Status perkawinan
Pengaruh keluarga sangat penting artinya dalam pengontrolan emosi seseorang, dan juga sebagai penangkal stressor yang terjadi, bahkan ia dapat menjadi sumber stre itu sendiri berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dan pelaksanaan tanggung jwab dalam keluarga, yang akan menjadi pemicu timbulnya gangguan jiwa. (Cris, 2009)
2. Diagram Variabel

Variable Independen Variabel dependen




Keterangan :
: Variabel yang diteliti

: Varibel yang tidak diteliti

3. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
a. Diagnosis : jenis penyakit yang ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang ada.
kriteria objektif : mengobservasi jenis-jenis penyakit dan jumlah penderita berdasarkan data primer yang berada di rakam medis BPRS Dadi Makassar.
b. Riwayat keluarga menyatakan ada tidaknya salah satu anggota yang bertalian darah yang juga menderita gangguan jiwa.
Kriteria Objektif :
Ya : Jika ada keluarga yang menderita gangguan jiwa
Tidak : Jika tidak ada keluarga yang menderita gangguan jiwa
c. Suku : menyatakan keragaman etnis yang dibatasi oleh penulis sebagai etnis yang berada diwilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, yaitu terdiri dari : Makassar, Bugis, Toraja, Mandar, Suku lain.
Kriteria objektif : mengobservasi jenis-jenis suku dan jumlah penderita berdasarkan data primer yang ada di rekam medis BPRS Dadi Makassar.
d. Pekerjaan : menunjukan aktifitas yang dilakuakan dan memperoleh penghasilan atasnya yang digunakan untuk keseluruhan atau sebagian besar biaya hidup sehari-hari. Jenis pekerjaan dikelompokan sebagai berikut : Pegawai Negri Sipil (PNS), Pegawai Swasta, Petani, Mahasiswa, Pelajar, dan Pengangguran / tidak bekerja.
Kriteria objektif : mengobservasi jenis pekerjaan dan jumlah penderita berdasarkan data primer yang berada di rekam medis BPRS Dadi Makassar.
e. Status perkawinan : menunjukan status pernikahan penderita dan ada atau tidaknya anak dalam rumah tangga, kelompok sebagai berikut :
Kriteria objektif :
1) Belum nenikah
2) Sudah menikah dan memiliki anak
3) Sudah menikah dan tanpa anak.


BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan metode deskriptif dalam bentuk studi observasional, dimana peneliti mencoba memberikan gambaran tentang karakteristik penderita gangguan jiwa secara objektif berdasarkan data-data skunder yang peneliti dapatkan.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi adalah semua penderita gangguan jiwa yang rawat jalan di Poliklinik BPRS Dadi Makassar selama kurun waktu penelitian yang dilakukan, jumlah populasi sebanyak 200 orang.
2. Sampel adalah sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan secara total sampling yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang diambil sama dengan jumlah populasi, dengan rumus (N=n atau 200=200) dimana sampel sama dengan populasi, jadi jumlah sampel adalah 200. (Aziz, 2007)
C. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Penelitian dilakukan mulai tanggal 3 januari s/d 15 januari 2010.
2. Lokasi penelitian di BPRS dadi Makassar


D. Teknik Pengumpulan Data
Pegumpulan data dilakukan melalui data primer berupa rekam medis dari rumah sakit dengan menggunakan teknik ceklis ( )
E. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
1. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan media elektronik yaitu dengan media komputer.
2. Setelah data diolah kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan program Exel.
F. Teknik Penyaian Data
Teknik penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel, grafik dan narasi.
G. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, perlu adanya rekomendasi dari institusi atas pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada institusi atau lembaga tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan penelitian dengan memperhatikan masalah etika yang meliputi :
1. Lembar persetujuan (Informed Consent)
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian, bila subjek menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak subjek.
2. Tanpa nama (Anomity)
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

Tidak ada komentar: