Minggu, 01 Mei 2011

Carsinoma Mammae

 Pengertian
Karsinoma mammae adalah keadaan dimana ditandai oleh poliferasi sel-sel malignan di dalam jaringan payudara yang dapat menimbulkan perubahan yang dapat menimbulkan perubahan massa pada payudara atau timbul benjolan yang dapat bermetasfasis ( menyebar ).

 Etiologi
Tak ada satupun penyebab spesifik dari kanker payudara, sebaliknya serangkaian faktor genetik, hormon. Dan kemungkinan kejadian lingkungan dapat menunjang terjadinya kanker ini.
Perubahan genetik ini termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan protein baik yang menekan atau meningkatkan perkembangan kanker payudara hormon steroid yang dihasilkan oleh ovarium mempunyai peranan penting dalam penyakit ini. Dua hormon ovarium utama yaitu estradiol dan progesteron mengalami perubahan dalam lingkungan seluler, yang dapat mempengaruhi faktor pertumbuhan bagi kanker payudara.
Resiko seumur hidup meningkat menjadi 1 di dalam 8 di dalam 9 pada tahun1992.
 Resiko meningkat bersama dengan peningkatan harapan hidup
 Pada usia 40 tahun. ½ 17
 Pada usia 50 tahun 1/50
 Pada usia 60 tahun 1/24
 Pada usia 95 tahun 1/3
 Faktor-faktor resiko hanya mnejelaskan 21% (umur 30 sampai 54 tahun) 29% (umur 55 tahun dan lebih tua).
 Salpingo-ooferektomi bilaterak sebelum menopouse menurunkan resiko.
 Penurunan 70% jika ovarium di angkat sebelum umur 35 tahun.

 Gejala klinis
 Kanker payudara terjadi dibagian mana saja dalam payudara, mayoritas pada kuadran atas tertular.
 Lesi/benjolan tidak terasa nyeri, terfeiksasi dan keras dengan batas yang tak teratur.
 Keluhan nyeri menyebar dan nyeri tekan saat menstruasi biasanya berhubungan dengan penyakit payudara jinak.
 Jika ada nyeri yang terlokasikan dapat dihubungkan dengan payudara lanjut.

 Faktor-Faktor Resiko Kanker Payudara
1. Riwayat adanya penyakit ini pada keluarga dekat (saudara perempuan atau Ibu).
2. menarche dini sebelum 12 tahun.
3. tak mempunyai anak setelah umur 30 tahun.
4. menopause yang terjadi setelah usia 50 tahun.
5. riwayata payudara jinak.
6. Pemajangan terhadap radiasi setelah masa puberetas dan sebelum usia 30 tahun.
7. obesitas
8. kontrasepsi oral.
9. terapi penggantian hormon.
10. masukan alkohol setiap hari.

 Pilihan pengobatan
Kanker payudara yang tidak diobati mempunyai harapan hidup yang dapat diduga.
 20% pada 5 tahun
 55 pada 10 tahun.
1. pengobatan lokal.
• Mastektomi radikal yang dimodifikasi
• Bedah dengan menyelamatkan payudara
2. terapi radiasi
3. rekonstruksi payudara
4. pengobatan sistematis
• kemoterapi
• terapi hormkonal
• transplatansi sumsum tulang.

 Pemeriksaan Penunjang
1. Skan ( mis : MRI< CT, galium ) dan ultrasound.
2. Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum, melubangi),
3. Penanda tumor.
4. JDL dengan diferensial dan trombosit.
5. mammografi.

 Pentahapan kanker payudara
1. tahap I terdiri atas tumor yang kurang dari 2 cm, tidakmengenai nodus limfe, dan tidak terdeteksi adanya metastasis.
2. Tahap II terdiri atas tumor yang lebih bear dari 2 cm tapi kurang dari 5 cm, dengan nodus llimfe tidak terfiksasi negatif atau positif dan tidak terdeteksi adanya metastasi.
3. Tahap III terdiri atas tumor yang lebih besar dari 5 cm atau tumor dengan sembarang ukuran yang menginvasi kulit atau dinding. Dengan nodus limfe terfiksasi positif dalam area klarifilar, dan tanpa bukti adanya metastasis.
4. Tahap IV terdiri atas tumor dalam sembarang ukuran, dengan nodus limfe normal atau kankerosa, dan adanya metasasis jauh.


 Tipe Kanker Payudara
- karsinoma duktal menginfiltrasi
Tipe histologi yang paling umum 75% dari semua jenis kanker payudara. Kanker ini keras saat dipalpasi biasanya bermetastasis ke nodus oksila, prognosisnya lebih buruk.
- Karsinoma lobular menginflitrasi
Jarang terjadi, berlokasikan pada area penebalan yang tidak baik pada payudara.
- Karsinoma Modular
Tipe tumor ini dapat menjadi besar tetapi meluas dengan lambat.
- Kanker musinus
Insidenya 3% dari kanker payudara, tumbuh dengan lambat, kanker ini mempunyai prognosis yang lebih baik dari yang lain.
- Kanker duktual – tubular
Jarang terjadi insidenya 2% dari kanker. Bermetastasis pada aksilaris dan prognosisnya sangat baik.
- Karsinoma Inflamatori
Tipe ini sangat jarang terjadi hanya sekitar 1% - 2% gejalanya berbeda dengan kanker payudara lainya.
Timbul nyeri tekan yang amat sangat. Bentuk payudara keras dan membesar. Kulit diatas tumor merah dan agak hitam, sering terjadi edema dan retraksi putting susu.

 Askep ( Asuhan Keperawatan )

Pengkajian

 Aktivitas/istirahat
- Kelemahan / keletihan
- Perubahan pada pola istirahat (tidur) karena adanya nyeri, ansietas, berkeringat malam.
- Keterbatasan partisipasi dalam hobi, latihan.
 Sirkulasi
- Perubahan pada tekanan darah
- Adanya palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja
 Integritas Ego
- Klien tampak putus asa
- Klien kelihatan gelisah
- Klien lebih banyak menarik diri
 Makanan / Cairan
- Intoleransi makanan
- Kulit klien terasa lembab
- Klien nampak kurang nafsu makan
 Neuro sensori
- Klien mengatakan sering mengalami pusing
 Seksualitas
- Klien mengatakan takut berhubungan disebabkan oleh penyakitnya.
 Pernapasan
- Klien mengatakan kalau suami klien punya kebiasaan merokok.
- Klien mengeluh sering sesak nafas.
 Interaksi sosial
- Klien mengatakan malu terhadap kondisinya setelah dioperasi.
- Klien merasa minder
- Klien malu terhadap orang sekelilingnya.

Diagnosa Keperawatan

1. Ketakutan b/d diagnosis kanker payudara, pengobatan dan prognosisnya.
2. Gangguan konsep diri b/d tindakan pembedahan.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d proses penyakit.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d status hipermetabolik berkenaan dengan kanker.
5. Resiko tinggi perubahan pola seksualitas b/d ketakutan / ansietas.
6. Resiko terjadinya perubahan dalam proses keluarga b/d perubahan peran.
7. resiko terjadinya infeksi b/d prosedur invasive.
8. Resiko kekurangan volume cairan b/d hipermetabolik.

Intervensi Keperawatan

1. Ketakutan b/d diagnosis kanker payudara, pengobatan dan prognosisnya.
Tujuan : Menunjukkan rentang yang tepat dari perasaan dan berkurangnya rasa takut.
Kriteria : ­ Klien tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan dapat diatasi.
Tindakan : ­ Lakukan persiapan emosional pasien dan pasangan telah diinformasikan tentang diagnosis tentative.
Rasional : hal ini memberdayakan pasien untuk mengarahkan respon koping.
­ Kaji :
a. Pengalaman pribadi dan pengetahuan klien mengenai kanker payudara.
b. Mekanisme koping
c. Sistem pendukung.
d. Perasaan mengenai diagnosis.
­ Informasikan pasien tentang riset terakhir dan modalitas pengobatan.
Rasional : Mengurangi ketakutan dan meningkatkan penerimaan rencana pengobatan.
­ Uraikan pengalaman – pengalaman yang akan dialami pasien dan dorong pasien untuk mengajukan pertanyaan.

2. Gangguan konsep diri b/d tindakan pembedahan.
Tujuan : Adaptasi realistic terhadap perubahan yang akan terjadi relatif terhadap modalitas pengobatan.
Kriteria : Klien mampu mengembangkan mekanisme koping untuk menghadapi masalah secara efektif.
Tindakan : ­ Diskusikan dengan klien, orang terdekat bagaimana diagnosa dan pengobatan yang mempengaruhi kehidupan pribadi pasien/rumah dan aktifitas kerja.
Rasional : membantu klien dalam memastikan masalah dan pemecahannya.
­ Dorong diskusi tentang / pecahkan masalah tentang efek kanker, pengobatan pada peran sebagai Ibu rumah tangga, orang tua dan sebagainya.
Rasional : menurunkan masalah yang mempengaruhi penerimaan pengobatan.
­ Akui kesulitan pasien yang mungkin dialami.
Rasional : memvalidasi realita perasaan pasien.
­ Evaluasi struktural pendukung yang ada dan digunakan oleh pasien/orang terdekat.
Rasional : membantu merencanakan perawatan saat dirumah sakit serta setelah pulang.
­ Beri dukungan emosi untuk pasien atau orang terdekat selama test diagnostik dan fase pengobatan.
Pasien banyak memerlukan dukungan tambahan selama periode ini.
­ Gerakan sentuhan selama interaksi, bila dapat diterima pada pasien dan mempertahankan kontak mata.
Rasional : menurunkan perasaan pasien tentang keraguan diri.
­ Rujuk pasien/orang terdekat pada program kelompok pendukung (bila ada)
Rasional : sangat menguntungkan bagi pasien / orang terdekat pasien.

3. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d proses penyakit.
Tujuan : Tidak ada nyeri dan rasa tidak nyaman.
Kriteria : ­ Mengikuti aturan farmakologis yang ditentukan.
­ Klien mampu menyesuaikan posisinya untuk menghilangkan ketidaknyamanan.
Tindakan : ­ Tentukan riwayat nyeri dan tindakan penghilang yang digunakan.
Rasional : Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan/keefektivan intervensi.
­ Evaluasi/ sadari terapi tertentu misalnya pembedahan, radiasi, kemoterapi, bioterapi, ajarkan pasien apa yang diharapkan.

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d status hipermetabolik berkenaan dengan kanker.
Tujuan : Nafsu makan klien meningkat,nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
Kriteria : ­ Penambahan berat badan klien dengan normalisasi nilai laboratorium dan bebas tanda malnutrisi.
­ Klien menunjukkan peningkatan nafsu makan dan berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang nafsu makan.
Tindakan : ­ Ukur tinggi, berat badan dan ketebalan lipatan kulit trisep, timbang berat badan tiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional : membantu dalam identifikasi malnutrisi protein – kalori.
­ Dorong pasien untuk diet tinggi kalori kaya protein, dengan masukan cairan adekuat, dorong penggunaan suplemen.
Rasional : suplemen dapat memainkan peran dalam mempertahankan masukan kalori dan protein adekuat.
­ Ciptakan suasana makan malam yang menyenangkan.
Rasional ; membuat waktu makan malam lebih menyenangkan yang dapat meningkatkan masukan.
­ Identifikasi pasien yang mengalami mual/muntah yang diantisipasi.
Rasional ; Mual/muntah psikogenik terjadi sebelum kemoterapi mulai secara umum tidak berespon terhadap antiemetik.
Kolaborasi
­ Vitamin khususnya A, D, E dan B6.
Rasional : Mencegah kekurangan karena penurunan absorbsi vitamin dalam lemak.
­ Antasid
Rasional : meminimalkan iritasi lambung dan mengurangi resiko al-serosi mukosa.
­ Rujuk pada ahli diet/tim pendukung nutrisi.
Rasional : memberikan rencana diet khusus untuk memnuhi kebutuhan dan menurunkan masalah berkenaan dengan masalah malnutrisi protein/kalori dan efisiensi mikronutrien.

5. Resiko tinggi perubahan pola seksualitas b/d ketakutan / ansietas.
Tujuan : Klien memahami tentang efek kanker dan aturan pengobatan pada seksualitas dan tindakan untuk menghadapi masalah.
Kriteria : Mempertahankan aktivitas seksual pada tingkat yang diinginkan bila mungkin.
Tindakan : ­ Diskusikan dengan pasien / orang terdekat pasien sifat seksualitas dan reaksi bila ini berubah atau terancam. Berikan informasi tentang normalitas masalah-masalah ini.
Rasional : Pengakuan legitimasi tentang masalah seksualitas cara pria dan wanita memandang mereka sendiri sebagai individu dan bagaimana menyampaikan antar mereka.
­ Anjurkan pasien tentang efek samping dari pengobatan kanker yang diresepkan yang diketahui mempengaruhi seksualitas.
Rasional : Pedoman antisipasi dapat membantu pasien dan orang terdekat mulai proses adaptasi pada keadaan baru.

6. Resiko terjadinya perubahan dalam proses keluarga b/d perubahan peran.
Tujuan : Klien mampu mengekspresikan perasaan yang bebas.
Kriteria : Anggota keluarga yang sakit mampu mengatasi situasi dengan caranya sendiri.
Tindakan : ­ Perhatikan komponen keluarga, adanya keluarga besar dan orang lain misalnya, teman atau tetangga.
Rasional ; Membantu untuk mengetahui siapa yang ada untuk membantu perawatan, memberikan dukungan.
­ Identifikasi pola komunikasi dalam keluarga dan pola interaksi antar anggota keluarga.
Rasional ; Untuk membantu pasien dan menilai positif pada diagnosa pengobatan kanker.
­ Dengarkan ekspresikan ketidakberdayaan.
Rasional : perasaan tidak berdaya dapat memperberat kesulitan menilai diagnosa kanker dan kerjasama dalam pengobatan.

7. Resiko terjadinya infeksi b/d proses invasive.
Tujuan : Klien dapat terhindar dari resiko infeksi
Kriteria : Klien dapat berpartisipasi dalam intervensi untuk mencegah/mengurangi resiko infeksi.
Tindakan : ­ Tekankan hygiene personal.
Rasional : membantu potensial sumber infeksi dan/ pertumbuhan sekunder.
­ Tingkatkan istirahat secara adekuat.
Rasional : Membatasi keletihan.

8. Resiko kekurangan volume cairan b/d hipermetabolik.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil.
Kriteria : Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, dan haluaran urine adekuat secara individual.
Tindakan : ­ Pantau masukan dan keluaran cairan, berat jenis dan hitung keseimbangan 24 jam.
Rasional : bila terjadi dehidrasi maka perlu peningkatan penggantian cairan.
­ Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Pengukuran sensitive terhadap fluaktasi keseimbangan cairan.
­ Pantau tanda vital – evaluasi nadi perifer, pengisian kapiler.
Rasional : Menunjukkan keadekuatan volume sirkulasi.
­ Kaji turgor kulit dan kelembaban membran mukosa. Perhatikan keluhan halus.
Rasional : indikator tidak langsung dari status dehidrasi.
­ Dorong peningkatan masukan cairan sampai 3000ml/hari sesuai toleransi individu.
Membantu dalam memelihara kekuatan cairan dan menurunkan resiko efek sampaing yang membahayakan.
­ Berikan cairan IV sesuai indikasi.
Rasional : Diberikan untuk dehidrasi umum.


DAFTAR PUSTAKA

Corwin J. Elizabeth (2001). Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran (EGC), Jakarta.

Doenges E. Marilynn, dkk.(2000).Rencana Asuhan keperawatan Edisi 3. Penerbit Buku kedokteran (EGC), Jakarta.

Sylvia. Patofisiologi Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran (EGC), jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN THYPOID

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).

Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).

Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2. Etiologi

Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

3. Patofisiologi

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

4. Manifestasi Klinik

Masa tunas typhoid 10 – 14 hari

a. Minggu I

pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.

b. Minggu II

pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

5. Komplikasi

a. Komplikasi intestinal

1) Perdarahan usus

2) Perporasi usus

3) Ilius paralitik

b. Komplikasi extra intestinal

1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.

2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.

3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.

4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.

5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.

6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.

7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
6. Penatalaksanaan
a. Perawatan.

1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.

2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
b. Diet.

1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.

2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.

3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.

4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan.

1) Klorampenikol

2) Tiampenikol

3) Kotrimoxazol

4) Amoxilin dan ampicillin
7. Pencegahan

Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas

8. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :

a. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

c. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :

1) Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.

3) Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.

4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

d. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).

2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).

3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :

a. Faktor yang berhubungan dengan klien :

1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.

2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.

3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.

4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.

5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.

6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.

7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.

8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.

b. Faktor-faktor Teknis

1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.

2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.

3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.

9. Tumbuh kembang pada anak usia 6 – 12 tahun

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex sekundernya.

Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.
a. Motorik kasar

1) Loncat tali

2) Badminton

3) Memukul

4) motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan keleluasaan.
b. Motorik halus

1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan

2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
c. Kognitif

1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi

2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah

3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal

4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
d. Bahasa

1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak

2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan

3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal

4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan
10. Dampak hospitalisasi

Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.

Penyebab anak stress meliputi ;

a. Psikososial

Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran

b. Fisiologis

Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri

c. Lingkungan asing

Kebiasaan sehari-hari berubah

d. Pemberian obat kimia

Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)

a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya

b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri

c. Selalu ingin tahu alasan tindakan

d. Berusaha independen dan produktif

Reaksi orang tua

a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak

b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit
B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Faktor Presipitasi dan Predisposisi

Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan.
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :

a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah.

b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.

c. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi.

d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik.

e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.

3. Perencanaan

Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut :
Diagnosa. 1

Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah.

Tujuan

Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi

Kriteria hasil

Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada

Intervensi

Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
Diagnosa. 2

Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat

Tujuan

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi

Kriteria hasil

Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.

Intervensi

Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine).
Diagnosa 3

Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi

Tujuan

Hipertermi teratasi

Kriteria hasil

Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.

Intervensi

Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.
Diagnosa 4

Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan

Kebutuhan sehari-hari terpenuhi

Kriteria hasil

Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot.

Intervensi

Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.
Diagnosa 5

Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive

Tujuan

Infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil

Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase serta febris.

Intervensi

Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
Diagnosa 6

Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat

Tujuan

Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil

Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam pengobatan.

Intervensinya

Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien

4. Evaluasi

Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.

ASKEP PADA PENYAKIT MENIERE

A. Pengertian
Penyakit meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui dan mempunyai trias gejala yang khas,yaitu gangguan pendengaran,tinnitus dan serangan vertigo (Kapita Selekta Edisi 3).

B. Etiologi
Etilogi dari penyakit ini belum diketahui secara pasti namun diduga adalah merupakan:
1. Pengaruh neurokimia dan hormonal abnormal pada aliran darah yang menuju ke labirin.
2. Gangguan elektrolit dalam cairan labirin.
3. Reaksi alergi.
4. Gangguan autoimun.

C. Patofisiologi.
Hidrops (pembengkakan) endolif akibat endolif dalam skala media oleh stria vaskularis terhambat.

D. Manifestasi Klinik
Meniere ditandai oleh 4 (empat) gejala :
 Kehilangan pendengaran sensorineoral progresif.
 Plukteatif
 Tinitus atau suara berdenging.
 Veritgo

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes gliserin :pasien diberikan minuman gliserin 1,2 ml/kg BB setelah diperiksa tes kalori dan audiogram.setelah dua jam diperiksa kembali dan dibandingkan.
2. Audiogram :tuli sensorineural,terutama nada rendah dan selanjutnya dapat ditemukan rekrutinen.

F. Penatalaksanaan
Pasien harus dirawat di rumah sakit, berbaring dalam posisi yang meringankan keluhan diberikan diet rendah garam dan pemberian diuretik ringan.obat-obatan sistomatik anti vertigo seperti dimenhidrinat 3x50 mg atau prometazin 3x25 mg,obat vasodilator perofer seperti papaverin dan betahistin,atau operasi shunt.dapat pulah diberikan obat antiiskemia dan neurotonik.adaptasi dengan latihan dan fisioterapi.

ASUHAN KEPERAWATAN.
1. Pengkajian
Fokus dari pengkajian keperawatan untuk pasien dengan penyakit meniere adalah diarahkan kepada pengamatan terhadap makan makanan yang tinggi kandungan vasoaktifnya,riwayat trauma, riwayat hipertensi, riwayat alergi, faktor stres, emosional sakit kepala yang hebat.

2. Diag nosa Keperawatan
1. Resiko tinggi cedera b/d perubahan mobilitas karena gangguan cara jalan dan vertigo.
2. Ansietas b/d ancaman,atau perubahan status kesehatan dan efek ketidakmampuan vertigo.
3. Resiko terhadap trauma b/d kesulitan keseimbangan.
4. Kurang perawatan diri,makan,mandi/higiene,berpakaian/berdandan,toileting,b/d disfungsi labirin dan vertigo.

3. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa : Resiko tinggi cedera b/d perubahn mobilitas karena gangguan cara jalan dan vertigo.
Tujuan : Tetap bebas dari cedera yang berkaitan dengan ketidakseimbangan dan/jatuh
Intervensi :
Kaji vertigo yang meliputi riwayat, amitan, gambaran serangan, durasi, frekuensi, dan adanya gejala telinga yang terkait kehilangan pendengaran, tinitus, rasa penuh di telinga.
Rasional : Riwayat memberikan dasar untuk intervensi selanjutnya.
Kaji luasnya ketidakmampuan dalam hubungannya dengan aktivitas hidup sehari-hari.
Rasional : Luasnya ketidakmampuan menurunkan resiko jatuh.
Ajarkan atau tekankan terapi vestibular/keseimbangan sesuai ketentuan
Rasional : Latihan mempercepat kompensasi labirin yang dapat mengurangi vertigo dan gangguan cara jalan.
Berikan atau ajari cara pemberian obat anti vertigo aaaaaadan atau obat peneang vestibular serta beri petunjuk pada pasien mengenai efek sampingnya.
Rasional :Menghilangkan gejala akut vertigo.
Dorong pasien untuk berbaring bila merasa pusing,dengan pagar tempat tidur dinaikkan.
Rasional :Mengurangi kemungkinan jatuh dan cedera.
Letakkan bantal pada kedua sisi kepal untuk membatasi gerakkan
Rasional :Gerakkan akan memperberat vertigo.

2. Diagnosa; Ansietas b/d ancaman,atau perubahan status kesehatan dan efek ketidakmampuan vertigo.
Tujuan : Mengurangi atau tidak mengalami ansietas.
Intervensi :
o Kaji tingkat ansietas. Bantu pasien mengidentifikasi keterampilan koping yang telah dilakukan dengan berhasil pada masa lalu.
Rasional : Memandukan intervensi terapeutik dan partisipatif dalam perawatan diri, keterampilan koping pada masa lalu dapat mengurangi ansietas.

o Beri informasi mengenai vertigo dan penanganannya.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan membantu mengurangi ansietas
o Dorong pasien mendiskusikan ansietas dan gali keprihatinan mengenai serangan vertigo.
Rasional : Meningkatkan kesadaran dan pemahaman hubungan antara tingkat antietas dan perilaku.
o Ajarkan pasien teknik penatalaksanaan stress atau lakukan rujukan bila perluh.
Rasional : Memperbaiki manajemen stress, mengurangi frekwensi dan beratnya serangan fertigo.
o Beri upaya kenyamanan dan hindari aktivitas yang menyebebkan stress
Rasional : situasi penuh stress dapat memperberat gejala kondisi ini..
o Instruksikan pasien dalam aspek program pengobatan
Rasional : pengetahuan pasien membantu mengurangi ansietas.

3. Diagnosa : Resiko terhadap trauma b/d kesulitan keseimbangan.
Tujuan : Mengurangi resiko trauma dengan mengadaptasi lingkungan rimah dan dengan menggunakan alat rehabilitatif bila perlu.
Intervensi :
• Lakukan pengkajian untuk gangguan keseimbangan dan /atau fertigo dengan menarik riwayat dan dengan pemeriksaan adanya nistagmus, romberg positif, dan ketidak mampuan melakukan romberg tandem.
Rasional : Kelainan vestibuler perifer menyebabkan gejala dan tanda ini.
• Bantu ambulasi bila ada indikasi
Rasional : Cara jalan yang abnormal yang dapat membuat pasien tidak bisa tegak dan jatuh
• Lakukan pengkajian ketajaman penglihatan dan defisit proprioseptif
Rasional : keseimbangan tergantung pada sistem visual, vestibuler dan propriosep
• Dorong peningkatan tingkat aktivitas dengan atau tanpa menggunakan alat bantu
Rasional : peningkatan aktivitas dapat membantu mencapai kembali sistem keseimbangan.
• Bantu mengidentifikasi bahaya dilingkungan rumah
Rasional : Adaptasi terhadap lingkungan rumah dapat menurunkan resiko jatuh selama proses rehabilitasi.

4. Diagnosa : Kurang perawatan diri, makan, mandi atau higienic, berpakaian atau berdandan, toileting b/d disfungsi labirin dan fertigo.
Tujuan : bergabung dalam aktivitas pengalih
Intervensi :
• Kaji tingkat dan jenis aktivitas pengalih untuk merencanakan aktivitas yang sesuai.
Rasional : Kebosanan dapat terlihat, begitu juga depresi, membantu menentukan toleransi maupun kesukaan.
• Diskusikan pola aktivitas pengalih yang biasa dengan pasien. Berikan kesempatan untuk melanjutkan aktivitas pengalih yang sangat berarti.
Rasional : Untuk menyediakan informasi mengenai stresor yang nyata maupun yang dirasakan yang mempengaruhi tingkat aktivitas, mendukung rasa harga diri dan produktifitas pasien.

4. Tindakan/Implementasi
a) Resiko tinggi cedera
o Mengkaji vertigo yang meliputi riwayat, awitan, gambaran seragam, durasi, frekwensi adanya gejala telinga yang terkait ( kehilangan pendengaran, tinitus, rasa penuh ditelinga ).
o Mengkaji luasnya ketidak mampuandalam hubungannya dengan aktivitas hidup sehari-hari
o Mengajarkan atau menekankan terapi vestibuler/keseimbangan yang sesuai dengan ketentuan.
o Memberikan atau mengajari cara pemberian obat anti vertigo dan atau obat penenangvestibuler serta memberi petunjuk pada pasien mengenai efek sampingnya.
o Mendorong pasien untuk berbaring bila merasa pusing, dengan pagar tempat tidur dinaikan.
o Meletakan bantal pada kedua sisi kepala untuk membatasi gerakan.

b) Ansietas
o Mengkaji tingkat ansietas. Membantu pasien mengidentifikasi keterampilan koping yang telah dilakukan dengan berhasil pada masa lalu.
o Memberikan informasi mengenai vertigo dan penanganannya
o Mendorong pasien mendiskusikan ansietas dan menggali keprihatinan mengenai serangan vertigo
o Mengajarkan pasien teknik penatalaksanaanstress atau melakukan rujukan bila perlu.
o Memberikan upaya kenyamanan dan mungkin dari aktivitas yang menyebabkan stress.
o Instruksikan pasien dalam aspek program pengobatan.

c) Resiko terhadap trauma
o Melakukan pengkajian untuk gangguan keseimbangan dan atau vertigo dengan menarik riwayat dan dengan pemeriksaan adanya nistagmus, romberg positif, dan ketidakmampuan melakukan romberg tandem.
o Membantu ambulasi bila ada indikasi
o Melakukan pengkajian ketajaman penglihatan devisit proprioseptif
o Mendorong peningkatan aktivitas dengan atau tanpa menggunakan alat bantu.
o Membantu mengidentifikasi bahaya dilingkungan rumah

d) Kurang perawatan diri, makan, mandi/higiene, berpakaian/berdandan, toileting
o Mengkaji tingkat dan jenis aktivitas pengalih untuk merencanakan aktivitas yang sesuai .
o Mendiskusikan pola aktivitas pengalih yang biasa dengan pasien. Memberikan kesempatan untuk melanjutkan aktivitas pengalih yang sangat berarti

5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1. Memperlihatkan adanya pengurangan resiko cedera :
• Klien mengerti dan mampu mengikuti terapi vestibular
• Klien tahu dan mengerti cara meminum obat yang benar dan efek samping obat
• Dan mempertahankan tirah baring bila merasa pusing.
2. Memperlihatkan penurunan ansietas atau tidak mengalami ansietas :
• Melaporkan atau mendiskusikan ansietas
• Mengikuti teknik penatalaksanan stress
• Memperlihatkan kenyamanan
• Menghindari aktivitas yang menyebabkan stress
3. Memperlihatkan adanya pengurangan resiko terhadap trauma :
• Memperlihatkan peningkatan aktivitas tanpa menggunakan alat bantu
• Mampu mengidentifikasi bahaya dilingkungan rumah
4. memperlihatkan perubahan atau peningkatan personal hygiene ;
• Melakukan aktivitas yang sesuai dengan jenis aktivitas pengalih
• Melaporkan pola aktivitas pengalih
• Mampu melanjutkan aktivitas pengalih.

ALAT REPRODUKSI WANITA


ALAT REPRODUKSI WANITA

Terdiri alat / organ eksternal dan internal, sebagian besar terletak dalam rongga panggul.
Eksternal (sampai vagina) : fungsi kopulasi
Internal : fungsi ovulasi, fertilisasi ovum, transportasi blastocyst, implantasi, pertumbuhan fetus, kelahiran.
Fungsi sistem reproduksi wanita dikendalikan / dipengaruhi oleh hormon-hormon gondaotropin / steroid dari poros hormonal thalamus - hipothalamus - hipofisis - adrenal - ovarium.
Selain itu terdapat organ/sistem ekstragonad/ekstragenital yang juga dipengaruhi oleh siklus reproduksi : payudara, kulit daerah tertentu, pigmen dan sebagainya.

GENITALIA EKSTERNA

Vulva
Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum), terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen, vestibulum, orificium urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada dinding vagina.

Mons pubis / mons veneris
Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis.
Pada masa pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis.

Labia mayora
Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang, banyak mengandung pleksus vena.
Homolog embriologik dengan skrotum pada pria.
Ligamentum rotundum uteri berakhir pada batas atas labia mayora.
Di bagian bawah perineum, labia mayora menyatu (pada commisura posterior).

Labia minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai folikel rambut. Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung serabut saraf.

Clitoris
Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior vulva, dan corpus clitoridis yang tertanam di dalam dinding anterior vagina.
Homolog embriologik dengan penis pada pria.
Terdapat juga reseptor androgen pada clitoris. Banyak pembuluh darah dan ujung serabut saraf, sangat sensitif.

Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas lateral labia minora. Berasal dari sinus urogenital.
Terdapat 6 lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum, introitus vaginae, ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus Skene kanan-kiri. Antara fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis.

Introitus / orificium vagina
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan.
Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah menstruasi, dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval, cribiformis, septum atau fimbriae. Akibat coitus atau trauma lain, hymen dapat robek dan bentuk lubang menjadi tidak beraturan dengan robekan (misalnya berbentuk fimbriae). Bentuk himen postpartum disebut parous.
Corrunculae myrtiformis adalah sisa2 selaput dara yang robek yang tampak pada wanita pernah melahirkan / para.
Hymen yang abnormal, misalnya primer tidak berlubang (hymen imperforata) menutup total lubang vagina, dapat menyebabkan darah menstruasi terkumpul di rongga genitalia interna.

Vagina
Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi cervix uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal ventral. Daerah di sekitar cervix disebut fornix, dibagi dalam 4 kuadran : fornix anterior, fornix posterior, dan fornix lateral kanan dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral dan dinding dorsal yang elastis. Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah mengikuti siklus haid.
Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid, untuk jalan lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan).
Bagian atas vagina terbentuk dari duktus Mulleri, bawah dari sinus urogenitalis. Batas dalam secara klinis yaitu fornices anterior, posterior dan lateralis di sekitar cervix uteri.
Titik Grayenbergh (G-spot), merupakan titik daerah sensorik di sekitar 1/3 anterior dinding vagina, sangat sensitif terhadap stimulasi orgasmus vaginal.

Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-otot diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma urogenitalis (m.perinealis transversus profunda, m.constrictor urethra).
Perineal body adalah raphe median m.levator ani, antara anus dan vagina.
Perineum meregang pada persalinan, kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur.

GENITALIA INTERNA

Uterus
Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi peritoneum (serosa).
Selama kehamilan berfungsi sebagai tempat implatansi, retensi dan nutrisi konseptus.
Pada saat persalinan dengan adanya kontraksi dinding uterus dan pembukaan serviks uterus, isi konsepsi dikeluarkan.
Terdiri dari corpus, fundus, cornu, isthmus dan serviks uteri.

Serviks uteri
Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis (berbatasan / menembus dinding dalam vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri dari 3 komponen utama: otot polos, jalinan jaringan ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar di dalam rongga vagina yaitu portio cervicis uteri (dinding) dengan lubang ostium uteri externum (luar, arah vagina) dilapisi epitel skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium uteri internum (dalam, arah cavum). Sebelum melahirkan (nullipara/primigravida) lubang ostium externum bulat kecil, setelah pernah/riwayat melahirkan (primipara/ multigravida) berbentuk garis melintang. Posisi serviks mengarah ke kaudal-posterior, setinggi spina ischiadica. Kelenjar mukosa serviks menghasilkan lendir getah serviks yang mengandung glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan larutan berbagai garam, peptida dan air. Ketebalan mukosa dan viskositas lendir serviks dipengaruhi siklus haid.

Corpus uteri
Terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang melekat pada ligamentum latum uteri di intraabdomen, tengah lapisan muskular/miometrium berupa otot polos tiga lapis (dari luar ke dalam arah serabut otot longitudinal, anyaman dan sirkular), serta dalam lapisan endometrium yang melapisi dinding cavum uteri, menebal dan runtuh sesuai siklus haid akibat pengaruh hormon-hormon ovarium. Posisi corpus intraabdomen mendatar dengan fleksi ke anterior, fundus uteri berada di atas vesica urinaria.
Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks uterus bervariasi selama pertumbuhan dan perkembangan wanita (gambar).

Ligamenta penyangga uterus
Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundum uteri, ligamentum cardinale, ligamentum ovarii, ligamentum sacrouterina propium, ligamentum infundibulopelvicum, ligamentum vesicouterina, ligamentum rectouterina.

Vaskularisasi uterus
Terutama dari arteri uterina cabang arteri hypogastrica/illiaca interna, serta arteri ovarica cabang aorta abdominalis.

Salping / Tuba Falopii
Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri. Sepasang tuba kiri-kanan, panjang 8-14 cm, berfungsi sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai cavum uteri.
Dinding tuba terdiri tiga lapisan : serosa, muskular (longitudinal dan sirkular) serta mukosa dengan epitel bersilia.
Terdiri dari pars interstitialis, pars isthmica, pars ampularis, serta pars infundibulum dengan fimbria, dengan karakteristik silia dan ketebalan dinding yang berbeda-beda pada setiap bagiannya (gambar).

Pars isthmica (proksimal/isthmus)
Merupakan bagian dengan lumen tersempit, terdapat sfingter uterotuba pengendali transfer gamet.
Pars ampularis (medial/ampula)
Tempat yang sering terjadi fertilisasi adalah daerah ampula / infundibulum, dan pada hamil ektopik (patologik) sering juga terjadi implantasi di dinding tuba bagian ini.
Pars infundibulum (distal)
Dilengkapi dengan fimbriae serta ostium tubae abdominale pada ujungnya, melekat dengan permukaan ovarium. Fimbriae berfungsi "menangkap" ovum yang keluar saat ovulasi dari permukaan ovarium, dan membawanya ke dalam tuba.

Mesosalping
Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya mesenterium pada usus).

Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga peritoneum, sepasang kiri-kanan. Dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari korteks dan medula.
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum (dari sel epitel germinal primordial di lapisan terluar epital ovarium di korteks), ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi hormon-hormon steroid (estrogen oleh teka interna folikel, progesteron oleh korpus luteum pascaovulasi). Berhubungan dengan pars infundibulum tuba Falopii melalui perlekatan fimbriae. Fimbriae "menangkap" ovum yang dilepaskan pada saat ovulasi.
Ovarium terfiksasi oleh ligamentum ovarii proprium, ligamentum infundibulopelvicum dan jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang aorta abdominalis inferior terhadap arteri renalis.

CATATAN :
Letak / hubungan anatomik antara organ2 reproduksi (uterus, adneksa, dsb) dengan organ2 sekitarnya di dalam rongga panggul (rektum, vesika urinaria, uretra, ureter, peritoneum dsb), vaskularisasi dan persarafannya, silakan baca sendiri.

ORGAN REPRODUKSI / ORGAN SEKSUAL EKSTRAGONADAL

Payudara
Seluruh susunan kelenjar payudara berada di bawah kulit di daerah pektoral. Terdiri dari massa payudara yang sebagian besar mengandung jaringan lemak, berlobus-lobus (20-40 lobus), tiap lobus terdiri dari 10-100 alveoli, yang di bawah pengaruh hormon prolaktin memproduksi air susu. Dari lobus-lobus, air susu dialirkan melalui duktus yang bermuara di daerah papila / puting. Fungsi utama payudara adalah laktasi, dipengaruhi hormon prolaktin dan oksitosin pascapersalinan.
Kulit daerah payudara sensitif terhadap rangsang, termasuk sebagai sexually responsive organ.

Kulit
Di berbagai area tertentu tubuh, kulit memiliki sensitifitas yang lebih tinggi dan responsif secara seksual, misalnya kulit di daerah bokong dan lipat paha dalam.
Protein di kulit mengandung pheromone (sejenis metabolit steroid dari keratinosit epidermal kulit) yang berfungsi sebagai ‘parfum’ daya tarik seksual (androstenol dan androstenon dibuat di kulit, kelenjar keringat aksila dan kelenjar liur). Pheromone ditemukan juga di dalam urine, plasma, keringat dan liur.

POROS HORMONAL SISTEM REPRODUKSI

Badan pineal
Suatu kelenjar kecil, panjang sekitar 6-8 mm, merupakan suatu penonjolan dari bagian posterior ventrikel III di garis tengah. Terletak di tengah antara 2 hemisfer otak, di depan serebelum pada daerah posterodorsal diensefalon. Memiliki hubungan dengan hipotalamus melalui suatu batang penghubung yang pendek berisi serabut-serabut saraf.
Menurut kepercayaan kuno, dipercaya sebagai "tempat roh".
Hormon melatonin : mengatur sirkuit foto-neuro-endokrin reproduksi. Tampaknya melatonin menghambat produksi GnRH dari hipotalamus, sehingga menghambat juga sekresi gonadotropin dari hipofisis dan memicu aktifasi pertumbuhan dan sekresi hormon dari gonad. Diduga mekanisme ini yang menentukan pemicu / onset mulainya fase pubertas.

Hipotalamus
Kumpulan nukleus pada daerah di dasar otak, di atas hipofisis, di bawah talamus.
Tiap inti merupakan satu berkas badan saraf yang berlanjut ke hipofisis sebgai hipofisis posterior (neurohipofisis).
Menghasilkan hormon-hormon pelepas : GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone), TRH (Thyrotropin Releasing Hormone), CRH (Corticotropin Releasing Hormone) , GHRH (Growth Hormone Releasing Hormone), PRF (Prolactin Releasing Factor). Menghasilkan juga hormon-hormon penghambat : PIF (Prolactin Inhibiting Factor).

Pituitari / hipofisis
Terletak di dalam sella turcica tulang sphenoid.
Menghasilkan hormon-hormon gonadotropin yang bekerja pada kelenjar reproduksi, yaitu perangsang pertumbuhan dan pematangan folikel (FSH - Follicle Stimulating Hormone) dan hormon lutein (LH - luteinizing hormone).
Selain hormon-hormon gonadotropin, hipofisis menghasilkan juga hormon-hormon metabolisme, pertumbuhan, dan lain-lain. (detail2, cari / baca sendiri yaaa…)

Ovarium
Berfungsi gametogenesis / oogenesis, dalam pematangan dan pengeluaran sel telur (ovum).
Selain itu juga berfungsi steroidogenesis, menghasilkan estrogen (dari teka interna folikel) dan progesteron (dari korpus luteum), atas kendali dari hormon-hormon gonadotropin.

Endometrium
Lapisan dalam dinding kavum uteri, berfungsi sebagai bakal tempat implantasi hasil konsepsi.
Selama siklus haid, jaringan endometrium berproliferasi, menebal dan mengadakan sekresi, kemudian jika tidak ada pembuahan / implantasi, endometrium rontok kembali dan keluar berupa darah / jaringan haid.
Jika ada pembuahan / implantasi, endometrium dipertahankan sebagai tempat konsepsi.
Fisiologi endometrium juga dipengaruhi oleh siklus hormon-hormon ovarium.

(gambar)
Histological appearance of endometrial tissues during the menstrual cycle.
A. Normal proliferative (postmenstrual) endometrium, showing small, tube-like pattern of glands.
B. Early secretory (postovulatory) endometrium, with prominent subnuclear vacuoles, alignment of nuclei, and active secretions by the endometrial glands.
C. Late secretory (premenstrual) endometrium, with predecidual stromal changes.
D. Menstrual endometrium, with disintegration of stroma / glands structures and stromal hemorrhage.

HORMON-HORMON REPRODUKSI

GnRH (Gonadotrophin Releasing Hormone)
Diproduksi di hipotalamus, kemudian dilepaskan, berfungsi menstimulasi hipofisis anterior untuk memproduksi dan melepaskan hormon-hormon gonadotropin (FSH / LH ).

FSH (Follicle Stimulating Hormone)
Diproduksi di sel-sel basal hipofisis anterior, sebagai respons terhadap GnRH. Berfungsi memicu pertumbuhan dan pematangan folikel dan sel-sel granulosa di ovarium wanita (pada pria : memicu pematangan sperma di testis).
Pelepasannya periodik / pulsatif, waktu paruh eliminasinya pendek (sekitar 3 jam), sering tidak ditemukan dalam darah. Sekresinya dihambat oleh enzim inhibin dari sel-sel granulosa ovarium, melalui mekanisme feedback negatif.

LH (Luteinizing Hormone) / ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone)
Diproduksi di sel-sel kromofob hipofisis anterior. Bersama FSH, LH berfungsi memicu perkembangan folikel (sel-sel teka dan sel-sel granulosa) dan juga mencetuskan terjadinya ovulasi di pertengahan siklus (LH-surge). Selama fase luteal siklus, LH meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum pascaovulasi dalam menghasilkan progesteron.
Pelepasannya juga periodik / pulsatif, kadarnya dalam darah bervariasi setiap fase siklus, waktu paruh eliminasinya pendek (sekitar 1 jam). Kerja sangat cepat dan singkat.
(Pada pria : LH memicu sintesis testosteron di sel-sel Leydig testis).

Estrogen
Estrogen (alami) diproduksi terutama oleh sel-sel teka interna folikel di ovarium secara primer, dan dalam jumlah lebih sedikit juga diproduksi di kelenjar adrenal melalui konversi hormon androgen. Pada pria, diproduksi juga sebagian di testis.
Selama kehamilan, diproduksi juga oleh plasenta.
Berfungsi stimulasi pertumbuhan dan perkembangan (proliferasi) pada berbagai organ reproduksi wanita.
Pada uterus : menyebabkan proliferasi endometrium.
Pada serviks : menyebabkan pelunakan serviks dan pengentalan lendir serviks.
Pada vagina : menyebabkan proliferasi epitel vagina.
Pada payudara : menstimulasi pertumbuhan payudara.
Juga mengatur distribusi lemak tubuh.
Pada tulang, estrogen juga menstimulasi osteoblas sehingga memicu pertumbuhan / regenerasi tulang. Pada wanita pascamenopause, untuk pencegahan tulang keropos / osteoporosis, dapat diberikan terapi hormon estrogen (sintetik) pengganti.

Progesteron
Progesteron (alami) diproduksi terutama di korpus luteum di ovarium, sebagian diproduksi di kelenjar adrenal, dan pada kehamilan juga diproduksi di plasenta.
Progesteron menyebabkan terjadinya proses perubahan sekretorik (fase sekresi) pada endometrium uterus, yang mempersiapkan endometrium uterus berada pada keadaan yang optimal jika terjadi implantasi.

HCG (Human Chorionic Gonadotrophin)
Mulai diproduksi sejak usia kehamilan 3-4 minggu oleh jaringan trofoblas (plasenta). Kadarnya makin meningkat sampai dengan kehamilan 10-12 minggu (sampai sekitar 100.000 mU/ml), kemudian turun pada trimester kedua (sekitar 1000 mU/ml), kemudian naik kembali sampai akhir trimester ketiga (sekitar 10.000 mU/ml).
Berfungsi meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum dan produksi hormon-hormon steroid terutama pada masa-masa kehamilan awal. Mungkin juga memiliki fungsi imunologik.
Deteksi HCG pada darah atau urine dapat dijadikan sebagai tanda kemungkinan adanya kehamilan (tes Galli Mainini, tes Pack, dsb).

LTH (Lactotrophic Hormone) / Prolactin
Diproduksi di hipofisis anterior, memiliki aktifitas memicu / meningkatkan produksi dan sekresi air susu oleh kelenjar payudara. Di ovarium, prolaktin ikut mempengaruhi pematangan sel telur dan mempengaruhi fungsi korpus luteum.
Pada kehamilan, prolaktin juga diproduksi oleh plasenta (HPL / Human Placental Lactogen).
Fungsi laktogenik / laktotropik prolaktin tampak terutama pada masa laktasi / pascapersalinan.
Prolaktin juga memiliki efek inhibisi terhadap GnRH hipotalamus, sehingga jika kadarnya berlebihan (hiperprolaktinemia) dapat terjadi gangguan pematangan follikel, gangguan ovulasi dan gangguan haid berupa amenorhea.