Jumat, 18 Maret 2011

Hubungan kinerja perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menjelang era pasar bebas atau memasuki abad 21 yang sudah semakin maju, diperlukan kesiapan yang mantap dari semua sektor, termasuk sektor kesehatan khususnya Rumah Sakit.
Rumah Sakit merupakan salah satu tempat yang digunakan untuk memberikan pelayanan kesehatan serta suatu organisasi dengan sistem terbuka dan selalu berinteraksi dengan lingkungannya untuk mencapai suatu keseimbangan yang dinamis. Mempunyai fungsi utama melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan serta sebagai tempat penelitian berdasarkan surat keputusan (Natsir & Joeharno, 2008).
Pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan. Tenaga keperawatan sebagai bagian dari sistem tenaga kesehatan, diharapkan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan pelayanan kesehatan secara maksimal dan global (Yani 2001 dalam Prasetyo 2003). Pelayanan keperawatan yang bermutu dapat dicapai salah satunya tergantung pada keseimbangan antara jumlah tenaga dan beban kerja perawat di suatu Rumah Sakit (Jurnal Keperawatan Indonesia 2000 dalam Prasetyo, 2003).

Tenaga perawat yang merupakan “The carring profession” mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan pendekatan bio-psikosisial-spiritual merupakan pelayanan yang unik dilaksanakan selama 24 jam dan berkesinambungan merupakan kelebihan tersendiri dibanding pelayanan lainnya (Departemen Kesehatan RI 2001 dalam Natsir & Joeharno, 2008).
Dalam pemberian pelayanan keperawatan kepada masyarakat, maka hendaknya Rumah Sakit atau organisasi kesehatan lainnya dalam membuat perencanaan ketenagaan harus benar-benar diperhitungkan sehingga tidak menimbulkan dampak pada beban kerja tinggi yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas pelayanan keperawatan/ menurunnya kualitas SDM khususnya tenaga perawat. Sistem kerja yang tidak dirancang dengan baik dapat menyebabkan timbulnya keluhan perawat, beban kerja yang berat, tidak efektif dan tidak efisien yang dapat mengakibatkan timbulnya ketidak puasan dalam bekerja sehingga produktivitas kerja/kinerja perawat baik kuantitas maupun kualitas akan sangat mengganggu kualitas asuhan keperawatan yang diberikan (Prasetyo, 2003).
Kualitas pelayanan keperawatan suatu Rumah Sakit dinilai dari kepuasan pasien yang sedang atau pernah dirawat yang merupakan ungkapan rasa lega atau senang karena harapan tentang sesuatu kebutuhan pasien terpenuhi oleh pelayanan keperawatan yang bila diuraikan berarti kepuasan terhadap kenyamanan, kecepatan, pelayanan, keramahan dan perhatian. Sementara rasa puas sendiri mempunyai nilai yang relative tergantung dari masing-masing individu (Natsir, 2008). Sebaliknya ketidakpuasan pasien disebabkan oleh pelayanan keperawatan yang kurang professional, dalam arti perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tidak dapat memenuhi semua kebutuhan pasien. Dalam UU No. 44 tahun 2009 pasal 32 huruf j disebutkan bahwa setiap pasien berhak mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji merupakan salah satu RSUD rujukan yang ada di Makassar. Pelayanan keperawatan Rumah Sakit ini masih dinilai belum maksimal dan paling banyak mendapat komplain terkait pelayanan keperawatannya. Hal ini berdasarkan banyaknya laporan dan keluhan yang masuk ke DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. Masih adanya keluhan dari pasien dan keluarga pasien akan peran perawat yang kurang maksimal, pelayanan selalu terlambat dan berbelit-belit, masih ada tenaga perawat yang tidak memiliki standar sikap dalam melayani pasien, pasien merasa diperlakukan tidak sewajarnnya.
Menurut Kepala Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji dr Bambang, kendala di RSUD Labuang Baji memang pada SDM yang masih kurang, namun pihak RSUD telah melakukan pembenahan terkait masalah tersebut. Setiap lima tahun sekali diadakan uji kompetensi terhadap para perawat, untuk melihat kelayakannya telah diterapkan sanksi tegas kepada perawat yang membuat pasien merasa diperlakukan tidak sewajarnya. sebab masih adanya keluhan-keluhan pasien dan keluarga pasien yang disampaikan secara langsung kepada pihak manajemen. (Jumardin Akas, seputar Indonesia, 2010).
Menurut Nursalam (2007), rasio perbandingan perawat-pasien, Model Asuhan Keperawatan Profesional Kasus (MAKP Kasus) adala 1:1 perawat-pasien sedangkan untuk Model Asuhan Keperawatan Profesional Tim-Primer (MAKP Tim-Primer) perbandingannya 1:4 atau 1:5 perawat-pasien.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Bagian Pelayanan Medik RSUD. Labuang Baji Makassar bahwa jumlah pasien Rawat Inap di RSU Labaung Baji Makassar pada tahun 2007 sebanyak 12.378 orang, tahun 2008 sebanyak 12.968 orang, tahun 2009 sebanyak 13.556 orang, dan bulan Januari-Mei 2010 sebanyak 3.637 orang.
Berdasarkan data kepegawaian RSUD. Labuang Baji Makassar diperoleh data jumlah perawat yang bekerja di ruang rawat inap sebanyak 172 orang dengan perincian sebagai berikut S1 : 37 orang, DIV : 2 orang, DIII : 125 orang dan SPK : 8 orang.
Dari data diatas, dapat kita lihat bahwa adanya ketidaksinambungan antara jumlah perawat medis dengan jumlah rata-rata perbulan pasien rawat inap, sehingga akan mempengaruhi kinerja perawat dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang berkualitas kepada pasien.
Bed Occupancy Rate (BOR) yang merupakan persentase pemakaian tempat tidur di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar dari data kepegawaiannya untuk bulan januari dan maret 2010 dirincikan dalam tabel 1 berikut ini:
Ruangan BOR / Bulan
Januari Februari Maret
Baji Ateka 70.93% 76.79% 54.03%
Baji Ada dan Baji Gau 25.31% 28.66% 40.28%
Baji Dakka, Baji Gau I, dan Baji Gau III 27.10% 41.02% 36.07%
Baji Pamai, Baji Gau II, Baji Kamase, Baji Areng 66.86% 77.06% 71.67%
Tabel 1, Data Bed Occupancy Rate (BOR) RSUD Labuang Baji bulan januari –maret 2010.

Dari data tersebut diatas, hanya pada bulan februari di ruang Baji Ateka dan di ruang Baji Pamai, Baji Gau II, Baji Kamase, Baji Areng yang dapat memenuhi satandar Nasional rata-rata persentasi BOR perbulannya, sedangkan untuk semua ruangan dan di semua bulan tidak mampu memenuhi Standar Nasional untuk Asuhan Kesehatan Rumah Sakit di Indonesia yaitu 75% - 85% (Muninjaya, 2004).
Salah satu faktor terpenting untuk bertahannya pasien agar tetap menggunakan jasa Rumah Sakit tertentu atau menganjurkan orang lain menggunakan jasa rumah sakit tersebut adalah tergantung kepuasan pasien dalam mendapatkan jasa layanan dari kinerja perawat utamanya yang menggunakan jasa layanan di ruang rawat inap.
Dari uraian latar belakang, maka sangatlah penting untuk dilakukan penelitian guna mengukur secara analitik kinerja perawat berdasarkan persepsi pasien.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
“Apakah ada hubungan antara kinerja perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar”?
C. Tujuan Penelitian
Diketahuinya hubungan kinerja perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat selama kuliah,
dibidang keperawatan kaitannya dengan kinerja keperawatan.
2. Bagi Program Studi Keperawatan Universitas Islam Makassar
Sebagai bahan masukan untuk pengembangan penelitian dibidang kinerja keperawatan dalam meningkatkan kepuasan pasien.
3. Bagi Rumah Sakit Labuang Baji
Sebagai bahan masukan bagi manajemen rumah sakit untuk meningkatkan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien rawat inap di RSUD Labuang Baji Makassar.
4. Bagi masyarakat umum
Mendapatkan informasi dan referensi ilmiah tentang kondisi kinerja perawat secara umum dan kepuasan pasien yang telah mengalami rawat inap di RSUD Labuang Baji Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Kinerja
Kinerja didefenisikan sebagai catatan outcomes yang dihasilkan pada fungsi atau aktivitas pekerjaan tertentu selama periode waktu tertentu. Menurut Atkinson, kinerja merupakan fungsi motivasi dan kemampuan sedangkan menurut Potter dan Lawler, kinerja merupakan fungsi dan keinginan melakukan pekerjaan, keterampilan yang perlu menyesuaikan tugas, pemahaman yang jelas atas apa yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Wibowo, 2007). Kemudian menurut Mangkunegara (2007), istilah kinerja berasal dari job performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) adalah tingkah laku seseorang sehingga ia dapat menghasilkan sesuatu yang menjadi tujuan dari pekerjaannya. Smith (1992) dalam Aminah (2006) menyatakan bahwa performance atau kinerja adalah hasil atau keluaran dari suatu proses.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.


Menurut Mangkuprawira (2007) kinerja dapat ditunjukkan melalui hal-hal berikut:
1. Derajat keberhasilan proses produksi sangat bergantung pada kedisiplinan kerja, kehadiran kerja, motivasi kerja, kebersamaan tim, dan keharmonisan hubungan atasan-bawahan.
2. Hasil karya berupa tangible (produktivitas) dan antangible (kepuasan kerja)
3. Pendapatan meningkat, menurun, atau tetap
4. Karir meningkat, menurun, atau tetap
5. Kesejahteraan karyawan meningkat, menurun atau tetap.
Menurut Foster dan Seeker (2001) dalam Prasetyo (2003) mengatakan bahwa prestasi kerja atau pencapaian kinerja yang kurang baik karena kurangnya pengetahuan, kurangnya keterampilan, kurangnya motivasi, dan kurangnya keyakinan diri.
Perilaku yang berhubungan dengan kinerja dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor individu dan faktor lingkungan (Gibson 1996 dalam Aminah 2006). Faktor individu meliputi: Latar belakang pendidikan, masa kerja, sikap, kemampuan dan keterampilan, persepsi. Sedangkan faktor lingkungan meliputi tersedianya fasilitas penunjang, motivasi kerja, kondisi lingkungan, pengetahuan, dan tersedianya waktu.


Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain dikemukakan oleh (Wibowo, 2007), yaitu sebagai berikut:
1. Faktor individu, ditunjukkan oleh keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi dan komitmen individu.
2. Faktor manajer atau pimpinan, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.
3. Faktor tim, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.
4. Faktor sistem, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi.
5. Faktor situasi, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.
Peningkatan kualitas dan kinerja akan mengakibatkan timbulnya dampak/efek baik bagi rumah sakit atau perusahaan, perawat atau pekerja maupun bagi pasien atau pelanggan itu sendiri.
B. Tinjauan tentang Perawat
1. Pengertian perawat
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya telah disyahkan oleh pemerintah, sedangkan perawat profesional adalah perawat yang mengikuti pendidikan keperawatan sekurang-kurangnya Diploma III keperawaatan. Keperawatan sebagai profesi terdiri atas komponen disiplin dan praktik (Gartinah.dkk, 1999).
Karakteristik keperawatan sebagi profesi menurut Gillies (1996) yaitu:
a. Memiliki ilmu pengetahuan tentang tubuh manusia yang sistemis dan khusus.
b. Mengembangkan ilmu pengetahuan tentang tubuh manusia secara konstan melalui penelitian.
c. Melaksanakan pendidikan melalui pendidikan tinggi.
d. Menerapkan ilmu pengetahuan tentang tubuh manusia dalam pelayanan
e. Berfungsi secara otonomi dalam merumuskan kebijakan dan pengendalian praktek profesional.
f. Memberikan pelayanan untuk kesejahteraan masyarakat diatas kepentingan pribadi, berpegang teguh pada tradisi leluhur dan etika profesi.
g. Memberikan kesempatan untuk pertumbuhan profesional dan mendokumentasikan proses perawatan.
2. Peran dan fungsi perawat
Gartinah,dkk (1999) mengemukakan bahwa dalam praktek keperawatan, perawat melakukan peran dan fungsi sebagai berikut :
a. Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan langsung kepada pasien dengan menggunakan proses keperawatan.
b. Sebagai advokat pasien, perawat berfungsi sebagai penghubung pasien dengan tim kesehatan yang lain, membela kepentingan pasien dan membantu klien dalam memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai narasumber dan fasilitator dalam pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh pasien atau keluarganya.
c. Sebagai pendidik pasien, perawat membantu pasien meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medik sehingga pasien dan keluarganya dapat menerimanya.
d. Sebagai koordinator, perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada secara terkoordinasi.
e. Sebagai kolaborator, perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan guna memenuhi kesehatan pasien.
f. Sebagai pembaharu, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir, bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan pasien atau keluarga agar menjadi sehat.
g. Sebagai pengelola, perawat menata kegiatan dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan yaitu terpenuhinya kepuasan dasar dan kepuasan perawat melakukan tugasnya.
3. Tanggung jawab perawat
Secara umum perawat mempunyai tanggung jawab dalam memberikan asuhan keperawatan, meningkatkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan diri sebagai profesi. Tanggung jawab memberikan asuhan keperawatan kepada pasien mencakup aspek bio-psiko-kultural-spiritual dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasarnya dengan menggunakan proses keperawatan yang meliputi:
a. Membantu pasien memperoleh kesehatannya.
b. Membantu pasien yang sehat untuk memelihara kesehatannya.
c. Membantu pasien yang tidak bisa disembuhkan untuk menerima kondisinya.
d. Membantu pasien yang menghadapi ajal untuk memperlakukan secara manusiawi sesuai martabatnya sampai meninggal.
4. Lingkup kewenangan perawat
Gartinah,dkk (1999) membagi kewenangan perawat menjadi lima, yaitu :
a. Melaksanakan pengkajian perawat terhadap status bio-psiko-sosio-kultural spiritual pasien.
b. Merumuskan diagnosis keperawatan terkait dengan fenomena dan garapan utama yaitu tidak terepenuhinya kebutuhan dasar pasien.
c. Menyusun rencana tindakan keperawatan.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan.
e. Melaksanakan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
C. Kinerja Dalam Keperawatan
Kinerja merupakan hasil yang diharapkan dari apa yang dikerjakan oleh perilaku individu (Notoadmojo, 2002). Perilaku individu dilihat dari respon terhadap stimulus dibagi menjadi dua bagian yaitu, perilaku tertutup atau terselubung dan perilaku terbuka dalam bentuk praktek atau tindakan yang mudah diamati. Jadi kinerja dalam keperawatan merupakan hasil karya dari perawat dalam bentuk tindakan atau praktek yang mudah diamati atau dinilai. Kinerja keperawatan mencerminkan kemampuan perawat untuk mengimplementasikan proses asuhan keperawatan (Ilyas, 2002).
Kinerja perawat adalah prestasi kerja atau hasil kerja yang dicapai oleh seorang perawat baik secara kualitas maupun kuantitas dalam melaksanakan tugasnya untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat baik sehat maupun sakit sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Secara kualitas artinya memberikan pelayanan asuhan keperawatan secara maksimal dan sesuai dengan standar asuhan keperawatan sehingga apa yang diharapkan oleh pasien tercapai, sedangkan secara kuantitas artinya seberapa sering perawat melakukan atau memberikan pelayanan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Praktek keperawatan merupakan tindakan mandiri atau kolaborasi dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang terdiri dari satu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Gillies, 1994).
Ukuran kinerja tenaga perawat sendiri (utama, 2005) adalah perilaku atau penampilan tenaga perawat rumah sakit dalam proses pemberian pelayanan kesehatan pada pasien, yang meliputi ukuran:
1. Layanan medis, aktifitas perawat dalam melayani pasien kaitannya dengan standar pengobatan pasien yang telah di tetapkan oleh dokter penanggung jawab berdasarkan keluhan/penyakit yang diderita oleh pasien.
2. Layanan non medis, pelayanan perawat terhadap pasien yang tidak terkait langsung dengan layanan medis namun memiliki hubungan terhadap proses kesembuhan dan kebutuhan administrasi pasien.
3. Sikap, adalah perilaku/penampilan dan sikap tanggap perawat terhadap pasien dalam memberikan layanan atau asuhan keperawatan.
4. Penyampaian informasi, pemberian informasi atau komunikasi kepada pasien mengenai perkembangan kondisi medis ataupun non medis pasien.
5. Tingkat kunjungan, periode waktu perawat dalam mengunjungi pasien.
Beberapa model pendekatann yang dapat dipergunakan dalam perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan di rumah sakit. Kebutuhan perawat di ruang rawat inap.
Cara perhitungan berdasarkan yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus
2. Rata-rata pasien perhari
3. Jam perawatan yang diperlukan/hari/pasien
4. Jam perawatan yang diperlukan/ruangan/hari
5. Jam kerja efektif setiap perawat/bidan 7 jam/hari
Adapun rumus perhitungan jumlah kebutuhan perawat di rumah sakit:

rata-rata jumlah pasien perhari x jumlah jam perawatan perhari
Jam kerja efektif
= 40 orang x 101,5
7 jam x 60
= 9,66 orang
9,66 orang dibulatkan jadi 10 orang.
Dan ditambahkan faktor koreksi/ hari libur/ cuti bersama
R = jumlah hari minggu dalam 1 tahun+cuti+hari besar x jumlah perawat
Jumlah hari kerja efektif
= 52 hari + 12 hari + 14 hari = 78 hari x 10 orang
286 jam
= 2,7 orang
Dibulatkan jadi 3 orang
Jadi jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan
= 10 orang + 3 orang
= 13 orang perawat.
D. Tinjauan Tentang Kepuasan Pasien
1. Pengertian kepuasan pasien
Pasien selaku pengguna jasa menuntut pelayanan yang berkualitas dari rumah sakit. Dahulu pasien menggunakan jasa rumah sakit demi kesembuhan mereka saja. Sekarang pasien lebih bersifat kritis, terinformasi dan menuntut serta lebih memperhatikan masalah kualitas sehingga kepuasan pribadi menjadi semacam kebutuhan yang ingin dipenuhi selain kesembuhan mereka. Kondisi inilah yang menyebabkan rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien sehingga mereka merasa puas dan berkeinginan menggunakan rumah sakit yang sama jika suatu waktu mereka diharuskan dirawat di Rumah Sakit (Ayuningtyas dkk, 2005).
Engel, dkk (dalam Widyaratna, 2001) mengemukakan bahwa kepuasan konsumen merupakan faktor dasar yang menentukan proses pembelian selanjutnya. Kepuasan dibentuk dari harapan atau kepercayaan pasien atas apa yang akan diterimanya dari jasa yang dipilihnya. Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh pasien akan mempengaruhi pemikiran pasien dalam menggunakan rumah sakit yang sama di masa yang akan datang.
Menurut Oliver dalam Purwanto (2007), mendefinisikan kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapannya. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan akan sangat puas. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan tersebut.
Kotler dalam Tjiptono (2006) menyatakan bahwa kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapannya. Jadi kepuasan dan ketidak puasan adalah kesimpulan dari interaksi antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau pelayanan yang diberikan. Upaya untuk mewujudkan kepuasan pelanggan sepenuhnya bukanlah hal yang mudah.
Engel, dkk (dalam Widyaratna dkk, 2001) menyatakan bahwa kepuasan pasien merupakan evaluasi setelah pemakaian dimana pelayanan yang diberikan sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan dari pasien. Pasien yang dirawat di rumah sakit melakukan evaluasi terhadap pelayanan yang diterimanya dan dari evaluasi itulah pasien mengetahui apakah mereka merasa puas dengan pelayanan yang diberikan perawat atau tidak. Bagi pasien, kepuasan selalu dikaitkan dengan lingkungan rumah sakit, suhu udara, kenyamanan, kebersihan, kecepatan pelayanan, ramahnya perawat dan perhatian dari perawat. Pelayanan yang diberikan oleh perawat yang tidak sesuai dengan harapan pasien akan menimbulkan ketidakpuasan.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien adalah suatu tanggapan atau respon yang diberikan oleh pasien setelah membandingkan antara harapan-harapan pasien dengan apa yang dialami atau diperoleh pasien terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat. Apabila hasil yang dirasakan oleh pasien sesuai dengan harapannya maka pasien akan merasakan kepuasan yang tinggi, sebaliknya jika hasil yang dirasakan oleh pasien tidak sesuai dengan harapannya maka pasien akan merasa kecewa dan tidak puas sehingga pasien tidak akan menggunakan jasa pelayanan di rumah sakit yang sama ketika pasien tersebut diharuskan menjalani perawatan medis.
2. Aspek-aspek kepuasan pasien
Kepuasan yang dirasakan oleh pasien merupakan aspek yang sangat penting bagi kelangsungan suatu Rumah Sakit. (Sabarguna, 2004) mengemukakan bahwa kepuasan pasien adalah nilai subjektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Penilaian subjektif tersebut didasarkan pada pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu itu, dan pengaruh lingkungan pada waktu itu.
Sabarguna (2004) menyatakan ada beberapa aspek yang mempengaruhi kepuasan pasien yaitu :
a. Aspek kenyamanan, meliputi lokasi rumah sakit, kebersihan rumah sakit, kenyamanan ruangan yang akan digunakan pasien, makanan yang dimakan pasien, dan peralatan yang tersedia dalam ruangan.
b. Aspek hubungan pasien dengan petugas rumah sakit, meliputi keramahan petugas rumah sakit terutama perawat, informasi yang diberikan oleh petugas rumah sakit, komunikatif, responatif, suportif, dan cekatan dalam melayani pasien.
c. Aspek kompetensi teknis petugas, meliputi keberanian bertindak, pengalaman, gelar, dan terkenal.
d. Aspek biaya, meliputi mahalnya pelayanan, terjangkau tidaknya oleh pasien, dan ada tidaknya keringanan yang diberikan kepada pasien.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien
Griffith (dalam Purwanto, 2007) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi perasaan puas pada seseorang yaitu :
a. Sikap dan pendekatan petugas rumah sakit kepada pasien yaitu sikap petugas rumah sakit kepada pasien ketika pasien pertama kali datang di rumah sakit, keramahan yang ditunjukkan petugas rumah sakit, dan kecepatan penerimaan pasien yang datang ke rumah sakit.
b. Kualitas pelayanan perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien berupa pelayanan perawatan yang berkaitan dengan proses kesembuhan penyakit yang diderita pasien dan kelangsungan perawatan pasien selama berada di rumah sakit.
c. Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien mulai masuk rumah sakit, selama perawatan berlangsung, dan ketika keluar dari rumah sakit, kecekatan petugas dalam melayani pasien, dan penjelasan rincian biaya yang digunakan pasien selama berada di rumah sakit.
d. Fasilitas-fasilitas yang disediakan rumah sakit yaitu fasilitas ruang inap, kualitas makanan, kebersihan ruangan, kenyamanan ruangan, dan lokasi rumah sakit.
Beberapa karakteristik individu yang diduga menjadi determinan dan indikator kualitas pelayanan kesehatan dan mempengaruhi tingkat kepuasan pasien, adalah (Utama, 2005) berikut ini:
a. Umur, masa hidup pasien, yang dinyatakan dalam satuan tahun sesuai peryataan pasien.
b. Jenis kelamin, yang dapat digunakan untuk membedakan pasien laki-laki atau perempuan.
c. Lama perawatan, sesuatu periode waktu yang dihitung sejak pasien terdaftar resmi sebagai pasien rawat inap.
d. Sumber biaya, adalah sumber pembiayaan pasien untuk biaya pelayanan kesehatan rumah sakit, seperti uang sendiri, asuransi, bantuan sosial, atau kombinasi diantaranya, dan gratis.
e. Diagnosa penyakit, adalah kegiatan yang dilakukan oleh tugas kesehatan untuk menentukan jenis, penyebab, dan cara penyembuhan dari penyakit yang diderita pasien.
f. Pekerjaan adalah status pekerjaan pasien.
g. Pendapatan, adalah jumlah gaji atau penghasilan dalam untuk uang dan barang (dikonversikan ke nilai uang) rata-rata setiap bulan dari pasien.
h. Pendidikan, adalah status resmi tingkat pendidikan akhir pasien.
i. Suku bangsa, adalah identitas sosial budaya berdasarkan pengakuan pasien, sehingga dapat dikelompokkan pada kelompok suku bangsa tertentu, seperti Batak, Jawa, atau Melayu.
j. Tempat tinggal, adalah alamat rumah pasien, termasuk jarak antara rumah dengan rumah sakit.
k. Kelas perawatan, adalah tipe ruangan tempat perawatan yang menunjukkan padatingkatan pelayanan kesehatan seta pasilitas yang diperoleh dan dapat dinikmati pasien di rumah sakit.
l. Status perkawinan, adalah identitas pasien sehingga dapat dikategorikan sebagai sudah kawin, belum kawin, janda, atau duda.
m. Agama, adalah identitas pasien ynag dapat digunakan sebagai dasar pengelompokan sebagai pemeluk Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu atau Budha.
n. Preferensi, adalah serangkaian alasan atau sebab mengapa pasien memilih, menetapkan atau mengutamakan untuk dirawat di rumah sakit tertentu.
Selanjutnya, menurut Utama (2005) indikator pelayanan kesehatan yang dapat menjadi prioritas menentukan kepuasan pasien, diantaranya adalah kinerja tenaga dokter, kinerja tenaga perawat, kondisi fisik, makanan dan menu, sistem administrasi pelayanan, pembiayaan, dan kondisi kesehatan pasien.
Kepuasan yang dialami oleh pasien sebagai pengguna jasa rumah sakit hanya dapat berkembang apabila terdapat hubungan antara penyedia layanan dalam hal ini rumah sakit terutama perawat yang merawat pasien dengan pasien yang dilayani (Kotler 1997 dalam Tjiptono 2006). Selain itu jika pasien merasakan kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit maka pasien akan memberitahukan kepada teman, keluarga, maupun tetangganya tentang pelayanan yang didapatkannya sehingga teman, tetangga atau keluarganya juga akan menggunakan jasa rumah sakit yang sama. Oleh sebab itu, rumah sakit harus dapat meningkatkan kinerja dari para perawatnya sehingga para perawat di rumah sakit tersebut dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien yang menggunakan jasa rumah sakit tersebut (Kotler 1997 dalam Tjiptono 2006).
Pengukuran kepuasan pasien merupakan salah satu cara untuk mengukur penampilan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat (Purwanto, 2007)
Metode yang dapat dipergunakan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggan (kottler 1994 dalam Tjiptono 2006), diantaranya:
a. Sistem keluhan dan saran
Pemberi jasa perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka. Misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar dan costumer hotline
b. Survei kepuasan pasien
Melalui survei, akan diperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa pemberi jasa menaruh perhatian kepada pelanggannya. Penelitian survei dapat dapat melalui pos, telepon dan wawancara langsung.
c. Ghost shopping
Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang untuk berperan sebagai pelanggan, kemudian melaporkan temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka.
d. Lost customer analysis
Metode ini dengan menghubungi pelanggannya yang telah berhenti membeli untuk dapat memahami mengapa hal itu terjadi.
Perawat perlu memahami apa yang diinginkan oleh pasien yang tiak puas. Pasien yang tidak puas ingin diperlakukan dengan serius, dihormati, didengar, dijernihkan masalahnya, diberi jaminan bahwa masalah tidak akan terulang kembali. Pasien yang tidak puas juga berharap agar orang yang bersalah mendapat hukuman atau teguran meskipun sebenarnya dalam prinsip manajemen mutu, bukan orang di persalahkan tetapi system yang harus dirancang sehingga meminimalkan terjadinya kesalahan. Kata-kata yang lembut, sikap yang tulus untuk memperhatikan dan membantu, tidak meyalahkan, merasa dan mengakui kekecewaan yang dirasakan oleh pasien, klarifikasi dan upaya untuk mencari jalan keluar, serta memperlakukan pasien sebagai mitra akan membantu menangani pasien yang tidak puas atau kecewa (Koentjoro, 2007).
E. Kerangka Konseptual
Pelayanan keperawatan memberikan dampak yang besar terhadap penampilan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, sehingga posisi perawat menjadi sangat strategis karena perawat menentukan kualitas pelayanan kesehatan kususnya pelayanan keperawatan. Hal ini menuntut penampilan kerja (kinerja) perawat pada seluruh tahapan proses keperawatan dalam praktek keperawatan profesional yang berkualitas, sehingga mutu pelayanan kesehatan khususnya keperawatan sesuai dengan harapan pasien dan standar yang pada akhirnya menghasilkan kepuasan tersendiri bagi klien dan masyarakat.
Prinsip utama perbaikan mutu dan kinerja pelayanan kesehatan adalah kepedulian terhadap pasien. Pasien seperti pelanggan eksternal tidak hanya menginginkan kesembuhan dari sakit yang diderita, tetapi juga merasakan dan menilai bagaimana ia diperlakukan dalam proses pelayanan. Antara lain dengan memperhatikan kebutuhan, harapan dan penilaian manfaat oleh pasien. Terpenuhinya kebutuhan, harapan pasien dan penilaian pasien terhadap kinerja dan manfaat produk atau pelayanan yang diberikan akan menghasilkan kepuasan (Koentjoro, 2007).
Kepuasan pasien merupakan dasar yang penting dalam mengukur kualitas kinerja perawat. Tingkat kepuasan pasien adalah sangat tergantung pada kinerja penyaji jasa. Kepuasan pelanggan merupakan respon pelanggan terhadap evaluasi yang ia rasakan antara harapan sebelumnya dan aktual kinerja actual produk yang dirasakan setelah pemakainya. Jadi tingkat kepuasan pasien merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan (Tjiptono, 2006). Ungkapan dari rasa kepuasan dan ketidakpuasan pasien dapat berupa tindakan untuk kembali mendapatkan pelayanan dirumah sakit tersebut, memberikan pujian, mengajukan complain, atau akan menceritakan apa yang dialaminya kepada orang lain (Koentjoro, 2007).
Kualitas kinerja perawat memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pasien. Kinerja perawat yang baik dalam memberikan pelayanan kesehatan akan mendorong atau memotivasi pasien untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan rumah sakit tersebut dan pada gilirannya kepuasan pasien dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pasien kepada Rumah Sakit yang memberikan kinerja yang memuaskan (Tjiptono, 2006).
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapatlah dibuat kerangka konseptual penelitian sebagai berikut :






Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti

F. Variabel dan Defenisi Operasional
1. Identifikasi Variabel
a. Variabel independent (bebas)
Variabel independent atau variable bebas merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependent (terikat) (A. Aziz A.H, 2007).
Adapun variabel independent pada penelitian ini adalah kinerja perawat yang akan diukur dengan menggunakan indikator: layanan medis, layanan non medis, sikap, penyampaian informasi, dan tingkat kunjungan.
b. Variabel dependent (terikat)
Variabel dependent (terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat variabel bebas (A. Aziz A.H, 2007). Adapun variabel dependent pada penelitian ini adalah persepsi pasien kaitannya terhadap kepuasan.
2. Defenisi Operasional Variabel
Untuk memberi kejelasan mengenai arah penelitian ini, maka diberikan batasan-batasan operasional variabel penelitian sebagai berikut:
a. Kinerja perawat adalah hasil kerja perawat atau penampilan kerja yang dicapai oleh perawat dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Kriteria obyektif :
Baik : bila responden memberi jawaban dengan skor ≥ 5
Kurang : bila responden memberi jawaban dengan skor < 5
b. Kepuasan pasien adalah tanggapan kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan kepada tenaga perawat selama proses perawatan di ruang rawat inap.
Kriteria obyektif :
Baik : Bila responden memberi jawaban dengan skor ≥ 50
Kurang : Bila responden memberi jawaban dengan skor < 50
G. Hipotesis
Ada hubungan antara kinerja perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Labuang Baji Makassar.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional study yaitu menentukan hubungan antara variabel independent (variabel bebas) terhadap variabel dependent (variabel terikat) yang dilakukan dengan pengukuran secara bersamaan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Tempat penelitian adalah di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar.
2. Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 13 Oktober-8 November 2010.

C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang sedang dirawat dan semua perawat yang bertugas di instalasi rawat inap di ruang Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar.
2. Sampel
Sampel terdiri dari bagian populasi yang dipergunakan sebagai subyek peneliti melalui sampling. Sedangkan sampling adalah proses mengetahui populasi yang dapat mewakili populasi yang ada. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling adalah cara pengambilan sampel untuk tujuan tertentu (Aziz A, 2007). Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 57 responden perawat dan 57 responden pasien.
Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Kriteria inklusi
1) Perawat lulusan Strata 1, Diploma III, SPK
2) Masa kerja minimal satu tahun.
3) Bertugas dan bertanggung jawab di ruang perawatan inap.
4) Pasien yang sedang dirawat atau keluarga pasien jika pasien anak-anak.
b. Kriteria eksklusi
1) Perawat lulusan DIII Kebidanan.
2) Tidak bersedia menjadi responden.
3) Pasien obstetry dan ginekologi.
4) Pasien rawat jalan.
D. Pengumpulan Data
Pada penelitian ini data yang digunakan adalah :
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui metode observasi dan wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan teknik kuesioner.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Rumah Sakit Daerah Labuang Baji Makassar.
E. Instrumen Penelitian
Proses pengambilan dan pengumpulan data dalam penelitian ini di peroleh dengan mengisi kuesioner yang menggunakan check list. Lembar kuesioner yang digunakan peneliti untuk mengetahui apakah perawat melakukan kinerja keperawatan dengan baik dan untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui kinerja perawat menggunakan skala Guttman yang terdiri dari 10 item pertanyaan dan untuk mengetahui kepuasan pasien menggunakan skala Likert yang terdiri dari 20 item pertanyaan.
F. Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan data
Pengolahan data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :


a. Editing
Setelah lembar kuesioner diisi kemudian dikumpulkan dalam bentuk data, data tersebut dilakukan pengecekan dengan maksud memeriksa kelengkapan data, kesinambungan data dalam usaha melengkapi data yang masih kurang.
b. Coding
Dilakukan pengkodean dengan maksud agar data-data tersebut mudah diolah yaitu dengan cara semua jawaban atau data disederhanakan dengan memberikan simbol-simbol/kode.
c. Tabulating
Menyusun data-data ke dalam tabel yang sesuai dengan analisis dan selanjutnya data tersebut dianalisis.
2. Analisa data
Pengolahan data di lakukan dengan menggunakan program komputerisasi program SPSS for windows. Sedangkan analisis data menggunakan statistik inferensial sebagai berikut:
a. Analisa univariant
Dilakukan pada tiap variabel penelitian untuk melihat tampilan distribusi frekuensi dan persentasi dari tiap variabel bebas (kinerja perawat) dan variabel terikat (kepuasan pasien).
b. Analisa bivariant
Analisis Bivariant dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Karena rancangan penelitian ini adalah survei analitik, hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat digunakan uji statistik “Chi-Square”. Dari hasil uji statistik tersebut dapat diketahui tingkat signifikan hubungan antara kedua variabel tersebut.
G. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya rekomendasi dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini Rumah Sakit Labuang Baji Makassar. Setelah mendapat persetujuan barulah dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian yang meliputi:
1. Informed consent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan di teliti yang memenuhi kriteria inklusi dan judul penelitian serta manfaat penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti tidak akan memaksakan kehendak dan tetap menghormati hak-hak subjek.
2. Anonymity
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut di beri kode.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi responden di jamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai penelitian.