Jumat, 24 Februari 2012

makalah pemeriksaan fisik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pemeriksaan dalam keperawatan menggunakan pendekatan yang sama dengan pengkajian fisik kedokteran, yaitu dengan pendekatan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi . Pengkajian fisik kedokteran dilakukan untuk menegakkan diagnosis yang berupa kepastian tentang penyakit apa yang diderita klien . pengkajian fisik keperawatan pada prinsipnya dikembangkan berdasarkan model keperawatan yang lebih difokuskan pada respon yang ditimbulkan akibat masalah kesehatan yang dialami. Pengkajian fisik keperawatan harus mencerminkan diagnosa fisik yang secara umum perawat dapat membuat perencanaan tindakan untuk mengatasinya. Untuk mendapatkan data yang akurat sebelum pemeriksaan fisik dilakukan pengkajian riwayat kesehatan, riwayat psikososial, sosek, dll. Hal ini memungkinkan pengkajian yang fokus dan tidak menimbulkan bias dalam mengambil kesimpulan terhadap masalah yang ditemukan. Rumusan masalah Apa yang di maksud dengan pemeriksaan fisik? Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fisik abdomen? Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fisik kardiovaskuler? Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fisik pernafasan / respirasi? Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fisik neurologi? Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fisik muskuloskeletal? Tujuan Mengetahui maksud dari pemeriksaan fisik. Mengetahui cara melakukan pemeriksaan fisik abdomen. Mengetahui cara melakukan pemeriksaan fisik kardiovaskuler. Mengetahui cara melakukan pemeriksaan fisik pernafasan / respirasi. Mengetahui cara melakukan pemeriksaan fisik neurologi. Mengetahui cara melakukan pemeriksaan fisik thorax. KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulisan makalah tentang “MAKALAH PEMERIKSAAN FISIK” bisa selesai dengan tepat waktu. Adapun penulisan makalah ini sebagai tugas diskusi kelompok. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini. Tanpa adanya bantuan dari semua pihak makalah ini tidak akan selesai pada tepat waktu. Dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu kami masih membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Dan semoga dengan adanya makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak. Amin. BAB II PEMBAHASAN Pengertian Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik adalah suatu teknik pengumpulan data. Dalam keperawatan digunakan untuk mendapatkan data objektif dari riwayat keperawatan klien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan bersamaan dengan wawancara. Fokus pengkajian fisik keperawatan adalah pada kemampuan fungsional klien. Tujuan dari pemeriksaan fisik dalam keperawatan adalah untuk menentukan status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah klien dan mengambil data dasar untuk menentukan rencana tindakan keperawatan. Ada 4 teknik dalam pemeriksaan fisik yaitu : 1. Inspeksi Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan. Cahaya yang adekuat diperlukan agar perawat dapat membedakan warna, bentuk dan kebersihan tubuh klien. Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, simetris. Dan perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya. Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain. 2. Palpasi Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya tentang : temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama palpasi : • Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai. • Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering • Kuku jari perawat harus dipotong pendek. • Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir. Misalnya : adanya tumor, oedema, krepitasi (patah tulang), dan lain-lain. 3. Perkusi Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan tujuan menghasilkan suara. Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan. Perawat menggunakan kedua tangannya sebagai alat untuk menghasilkan suara. Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah : Sonor : suara perkusi jaringan yang normal. Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-paru pada pneumonia. Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah jantung, perkusi daerah hepar. Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong, misalnya daerah caverna paru, pada klien asthma kronik. 4. Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus. Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah : Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya pada klien pneumonia, TBC. Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema paru. Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma. Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura. Pendekatan pengkajian fisik dapat menggunakan : 1. Head to toe (kepala ke kaki) Pendekatan ini dilakukan mulai dari kepala dan secara berurutan sampai ke kaki. Mulai dari : keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan tenggorokan, leher, dada, paru, jantung, abdomen, ginjal, punggung, genetalia, rectum, ektremitas. 2. ROS (Review of System / sistem tubuh) Pengkajian yang dilakukan mencakup seluruh sistem tubuh, yaitu : keadaan umum, tanda vital, sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem persyarafan, sistem perkemihan, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal dan integumen, sistem reproduksi. Informasi yang didapat membantu perawat untuk menentukan sistem tubuh mana yang perlu mendapat perhatian khusus. 2. Pola fungsi kesehatan Gordon, 1982 Perawat mengumpulkan data secara sistematis dengan mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus meliputi : persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan, nutrisi-pola metabolisme, pola eliminasi, pola tidur-istirahat, kognitif-pola perseptual, peran-pola berhubungan, aktifitas-pola latihan, seksualitas-pola reproduksi, koping-pola toleransi stress, nilai-pola keyakinan DOENGOES (1993) Mencakup : aktivitas / istirahat, sirkulasi, integritas ego, eliminasi, makanan dan cairan, hygiene, neurosensori, nyeri / ketidaknyamanan, pernafasan, keamanan, seksualitas, interaksi sosial, penyuluhan / pembelajaran. Pemeriksaan Fisik Abdomen Pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi. Secara deskripsi dengan menggunakan 2 garis imajiner yang saling tegak lurus dan masing- masing garis melalui umbilicus, abdomen dibagi menjadi 4 kuadran, yaitu kuadran kanan atas, kanan bawah, kiri atas dan kiri bawah. Ada juga yang membagi menjadi 3 kuadran yaitu epigastrium, umbilical dan hipogastrik/ suprapubik. Syarat- syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan pemeriksaan abdomen yaitu : 1. Pasien dalam keadaan rilek, untuk memudahkan keadaan tersebut antara lain : a. Kandung kemih harus kosong b. Pasien berbaring terlentang dengan bantal dibawah kepala dan lutut c. Kedua tangan disamping badan atau menyilang dada, jangan meletakan tangan diatas kepala d. Gunakan tangan dan stetoskop yang hangat, caranya dengan menggosokkan kedua telapak tangan dan tempelkan stetoskop pada telapak tangan e. Pemeriksaan dengan perlahan- lahan f. Ajaklah pasien berbicara bila perlu dan mintalah pasien untuk menunjukan daerah nyeri g. Perhatikanlah ekspresi dari muka pasien selama pemeriksaan 2. Daerah abdomen mulai dari prosesus xiphoideus sampai simfisis pubis harus terbuka 3. Pemeriksa disebelah kanan pasien A. INSPEKSI ABDOMEN Cara pemeriksaan : 1. Mintalah pasien berbaring terlentang dengan kedua tangan di sisi tubuh. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala untuk melemaskan/ relaksasi otot- otot abdomen 2. Perhatikan ada tidaknya penegangan abdomen. 3. Pemeriksa berdirilah pada sisi kanan pasien dan perhatikan kulit dan warna abdomen, bentuk perut, simetrisitas, jaringan parut, luka, pola vena, dan striae serta bayangan vena dan pergerakkan abnormal. 4. Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari umbilikus. 5. Perhatikan pula gerakan permukaan, massa, pembesaran atau penegangan. Bila abdomen tampak menegang, minta pasien untuk berbalik kesamping dan inspeksi mengenai ada tidaknya pembesaran area antara iga-iga dan panggul, tanyakan kepada pasien apakah abdomen terasa lebih tegang dari biasanya. 6. Bila terjadi penegangan abdomen, ukur lingkar abdomen dengan memasang tali/ perban seputar abdomen melalui umbilikus. Buatlah simpul dikedua sisi tali/ perban untuk menandai dimana batas lingkar abdomen, lakukan monitoring, bila terjadi peningkatan perenggangan abdomen, maka jarak kedua simpul makin menjauh 7. Inspeksi abdomen untuk gerakan pernapasan yang normal. 8. Mintalah pasien mengangkat kepalanya dan perhatikan adanya gerakan peristaltik atau denyutan aortik. B. AUSKULTASI ABDOMEN Pemeriksaan auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan usus dan adanya gangguan pembuluh darah. Bunyi usus akan terdengar tidak teratur seperti orang berkumur dengan frekwensi 5 – 35 kali permenit. Normal tidak terdengar bunyi vaskuler disekitar aorta, ginjal, iliaka atau femoral, apabila terdapat desiran mungkin suatu aneurisma . 1). Persiapan alat Stetoskop 2). Persiapan pasien Jelaskan pada pasien 3). Cara pemeriksaan 1. Mintalah pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala 2. Letakkan kepala stetoskop sisi diapragma yang telah dihangatkan di daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan ringan, minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit terus menerus untuk mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya bising usus. 3. Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada bising usus dan perhatikan frekwensi/ karakternya. 4. Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis dan dengarkan tiap kuadran abdomen. 5. Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau denyutan aorta. 6. Catat frekuensi bising usus, hiperaktif, hipoaktif atau tidak/ ada bising usus pada kartu status C. PERKUSI ABDOMEN Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada saat melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ berongga seperti lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani, sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati, limfa, pankreas, ginjal 1. PERKUSI BATAS HATI 1. Posisi pasien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi kanan pasien 2. lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus, geser perlahan keatas, sampai terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak, tandai batas bawah hati tersebut. 3. Ukur jarak antara subcostae kanan kebatas bawah hati. Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga kanan.Batas hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5 sampai ke 7. Jarak batas atas dengan bawah hati berkisar 6 – 12 cm dan pergerakan bagian bawah hati pada waktu bernapas yaitu berkisar 2 – 3 sentimeter 2. PERKUSI LAMBUNG 1. Posisi pasien tidur terlentang 2. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien 3. Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian epigastrium kiri. 4. Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani 3. PERKUSI GINJAL 1. Posisi pasien duduk atau berdiri. 2. Pemeriksa dibelakang pasien 3. Perkusi sudut kostovertebral di garis skapular dengan sisi ulnar tangan kanan 4. Normal perkusi tidak mengakibatkan rasa nyeri D. PALPASI ABDOMEN 1. Posisi pasien berbaring terlentang dan pemeriksa disebelah kanannya. 2. Lakukan palpasi ringan di tiap kuadran abdomen dan hindari area yang telah diketahui sebelumnya sebagai titik bermasalah, seperti apendisitis. 3. Tempatkan tangan pemeriksa diatas abdomen secara datar, dengan jari- jari ekstensi dan berhimpitan serta pertahankan sejajar permukaan abdomen. 4. Palpasi dimulai perlahan dan hati-hati dari superfisial sedalam 1 cm untuk mendeteksi area nyeri, penegangan abnormal atau adanya massa. 5. Bila otot sudah lemas dapat dilakukan palpasi sedalam 2,5 – 7,5 sentimeter, untuk mengetahui keadaaan organ dan mendeteksi adanya massa yang kurang jelas teraba selama palpasi 6. Perhatikan karakteristik dari setiap massa pada lokasi yang dalam, meliputi ukuran, lokasi, bentuk, konsistensi, nyeri, denyutan dan gerakan 7. perhatikan wajah pasien selama palpasi untuk melihat adanya tanda/ rasa tidak nyaman. 8. Bila ditemukan rasa nyeri, uji akan adanya nyeri lepas, tekan dalam kemudian lepas dengan cepat untuk mendeteksi apakah nyeri timbul dengan melepaskan tekanan. 9. Minta pasien mengangkat kepala dari meja periksa untuk melihat kontraksi otot-otot abdominal a. Palpasi Hati 1. Posisi pasien tidur terlentang 2. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien 3. letakkan tangan kiri pemeriksa dibawah torak/ dada kanan posterior pasien pada iga kesebelas dan keduabelas dan tekananlah kearah atas. 4. Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala / superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas bawah hati. 5. Kemudian tekanlah dengan lembut ke dalam dan ke atas. 6. Minta pasien menarik napas dan cobalah meraba tepi hati saat abdomen mengempis. b. Palpasi Kandung Empedu 1. Posisi pasien tidur terlentang , 2. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien 3. letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dibawah dada kanan posterior pasien pada iga kesebelas dan keduabelas dan tekananlah kearah atas. 4. Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala / superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas bawah hati. 5. Kemudian tekan lembut ke dalam dan ke atas. 6. Mintalah pasien menarik napas dan coba meraba tepi hati saat abdomen mengempis. 7. Palpasi di bawah tepi hati pada sisi lateral dari otot rektus. 8. Bila diduga ada penyakit kandung empedu, minta pasien untuk menarik napas dalam selama palpasi. c. Palpasi Limpa 1. Posisi pasien tidur terlentang 2. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien 3. Letakkan secara menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di bawah pinggang kiri pasien dan tekanlah keatas 4. Letakkan telapak tangan kanan dengan jari-jari ektensi diatas abdomen dibawah tepi kiri kostal. 5. Tekanlah ujung jari kearah limpa kemudian minta pasien untuk menarik napas dalam. 6. Palpasilah tepi limpa saat limpa bergerak ke bawah kearah tangan pemeriksa 7. Apabila dalam posisi terlentang tidak bisa diraba, maka posisi pasien berbaring miring kekanan dengan kedua tungkai bawah difleksikan. 8. Pada keadaan tertentu diperlukan Schuffner test d. Palpasi Aorta 1. Posisi pasien tidur terlentang 2. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien 3. Pergunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan. 4. Palpasilah dengan perlahan namun dalam ke arah abdomen bagian atas tepat garis tengah. E. PEMERIKSAAN ASITES 1. Posisi pasien tidur terlentang 2. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien 3. Prosedur ini memerlukan tiga tangan 4. Minta pasien atau asisten untuk menekan perut pasien dengan sisi ulnar tangan dan lengan atas tepat disepanjang garis tengah dengan arah vertikal. 5. Letakkan tangan pemeriksa dikedua sisi abdomen dan ketuklah dengan tajam salah satu sisi dengan ujung- ujung jari pemeriksa . 6. Rasakan impuls/ getaran gelombang cairan dengan ujung jari tangan yang satunya atau bisa juga menggunakan sisi ulnar dari tangan untuk merasakan getaran gelombang cairan. F. PEMERIKSAAN TRAKHEA 1. Posisi pasien duduk tegak menghadap lurus kedepan dengan leher terbuka 2. Posisi pemeriksa di depan pasien agak kesamping. 3. Leher pasien sedikit fleksi sehingga otot sternokleidomastoideus relaksasi. 4. Posisi dagu pasien harus digaris tengah. 5. Perhatikan bagian bawah trachea sebelum masuk dalam rongga dada, bagian ini paling mudah bergerak. 6. Pemeriksa dengan menggunakan ujung jari telunjuk yang ditekankan lembut kedalam lekukan suprasternal tepat dimedial dari sendi sternoklavikularis bergantian dikedua sisi trachea 7. Keadaan normal bila ujung jari hanya menyentuh jaringan lunak disebelah menyebelah trakhea. 8. Bila ujung jari menyentuh tulang rawan trakhea tidak digaris median maka deviasi trakhea kearah tersebut, sedangkan sisi lain hanya menyentuh jaringan lunak. 9. informasikan hasil pemeriksaan pada pasien dan catat pada statu PEMERIKSAAN FISIK MUSKULOSKELETAL Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung jawab terhadap pergerakan. Komponen utama system musculoskeletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot, tendon, ligament, bursae, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini. Pemeriksaan muskuluskeletal yang terdiri atas pemeriksaan : Pemeriksaan Anggota gerak atas terdiri : Sendi Bahu Sendi Siku Sendi Pergelangan Jari Tangan Pemeriksaan anggota gerak bawah Sendi Panggul Sendi Lutut Pergelanggan Kaki Pemeriksaan Tulang Belakang Pada pemeriksaan muskuloskeletal yang penting adalah 1. Look (inspeksi) 2. Feel (palpasi) 3. Move (pergerakan terutama lingkup gerak) Disamping gerak perlu dilakukan pengukuran bagian yang penting untuk membuat kesimpulan kelainan, merupakan pembengkakan atau atrofi serta melihat adanya discrepancy (selisih panjang). 1. Look (inspeksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat - Sikatriks (jaringan parut alamiah atau post operasi) - Cafe au lait spot (tanda lahir) - Fistulae - Warna kemerahan/kebiruan atau hiperpigmentasi - Benjol/pembengkakan/cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa - Posisi serta bentuk dari ekstremitas (deformitas) - Jalannya (gait waktu pasien masuk kamar periksa) 2. Feel (palpasi) Pada saat akan meraba posisi pasien perlu diperbaiki dulu agar dimulai dari posisi netral/anatomis. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan dua arah karenanya perlu diperhatikan wajah (mimik kesakitan) atau menanyakan rasa sakit. Yang perlu dicatat adalah : - Perubahan suhu terhadap sekitarnya serta kelembaban kulit - Bila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau hanya edema terutama daerah persendian - Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainannya (1/3 proksimal/ tengah/ distal) Otot: Tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi; benjolan yang terdapat di permukaan tulang atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu di diskripsi (tentukan) permukaannya, konsistensinya dan pergerakan terhadap permukaan atau dasar, nyeri atau tidak dan ukurannya 3. Move (gerak) Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan anggota gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pada anak periksalah bagian yang tidak sakit dulu, selain untuk mendapatkan kooperasi anak pada waktu pemeriksaan, juga untuk mengetahui gerakan normal si penderita. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar kita dapat berkomunikasi dengan sejawat lain dan evaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan yang abnormal di daerah fraktur (kecuali pada incomplete fracture). Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik. Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak. Kekakuan sendi disebut ankylosis dan hal ini dapat disebabkan oleh faktor intra articuler atau extra articuler - Intra artikuler: Kelainan/kerusakan dari tulang rawan yang menyebabkan kerusakan tulang subchondral; juga didapat oleh karena kelainan ligamen atau kapsul (simpai) sendi - Ekstra artikuler: Oleh karena otot atau kulit Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (apabila penderita sendiri disuruh menggerakkan) dan pasif (dilakukan pemeriksa). Selain pencatatan pemeriksaan penting untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga penting untuk melihat kemajuan/kemunduran pengobatan. Dibedakan istilah contraction & contructure ' - Contraction : apabila perubahan fisiologis - Contructure : apabila sudah ada perubahan anatomis Selain diperiksa pada duduk, berbaring juga perlu dilihat waktu berdiri & jalan. Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang disebabkan karena: - instability - nyeri - discrepancy - fixed deformity PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVASKULER Pendahuluan Pemeriksaan fisik kardioavaskuler adalah pemeriksaan mengenai jantung dan pembuluh darah. Pemeriksaan kardiovaskuler bertujuan untuk : Mencari adanya kelainan kardiovaskuler primer. Menemukan penyakit sistemik yang menyebabkan kelainan kardiovaskuler. Menemukan penderita dengan gejala mirip kelainan kardiovaskuler. Skrining kelainan kardiovaskuler. Seperti juga pemeriksaan fisik pada umumnya yang harus dilakukan secara teliti dan menyeluruh, beberapa hal penting untuk mencapai tujuan di atas perlu diperhatikan, yaitu keadaan umum dan tanda-tanda vital, fundus okuli, keadaan kulit, dada, jantung, abdomen,tungkai dan arteri perifer. Cara Pemeriksaan Fisik Kardiovaskuler Pemeriksaan Jantumg Sebelum mempelajari ketrampilan pemeriksaan fisik sistem kardiovaskuler, penting untuk diketahui bahwa : a.Termasuk dalam pemeriksaan sistem kardiovaskuler adalah pemeriksaan tekanan vena jugularis (JVP) dan palpasi arteria karotis (lihat kembali topik General Survey dan pemeriksaan Kepala-Leher). b.Pada sebagian besar manusia dengan anatomi normal, proyeksi bangunan-bangunan jantung, seperti ventrikel kanan dan kiri, arteri pulmonalis dan aorta, berada di dada sebelah kiri, kecuali pada dekstrokardia. c.Selama melakukan pemeriksaan jantung, penting untuk mengidentifikasi lokasi anatomis berdasar kelainan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan serta menghubungkan kelainan hasil pemeriksaan dengan waktu terjadinya pada siklus jantung Lokasi anatomis dinyatakan dengan ´...ditemukan di sela iga ke-...´ atau jaraknya (...sentimeter dari linea...) dari linea di sekeliling dinding dada (linea midsternal, midklavikular atau aksilaris). d.Beberapa istilah yang harus difahami misalnya : - Stroke Volume : volume darah yang diejeksikan dalam 1 kali kontraksi ventrikel - Heart Rate : frekuensi denyut jantung per menit - Cardiac Output : volume darah yang dipancarkan keluar dari ventrikel dalam 1 menit (cardiac output = stroke volume x heart rate) - Preload : volume darah yang meregangkan otot ventrikel sebelum kontraksi. Volume darah dalam ventrikel kanan pada akhir diastole merupakan volume preload untuk kontraksi berikutnya. Volume preload ventrikel kanan meningkat bila venous return ke dalam atrium kanan meningkat, misalnya pada inspirasi dan pada aktifitas fisik berat.Peningkatan volume darah dalam ventrikel yang mengalami dilatasi pada gagal jantung kongestif juga menyebabkan peningkatan preload. Penurunan preload ventrikel kanan disebabkan oleh ekspirasi, penurunan output ventrikel kiri dan pooling darah dalam sistem kapiler dan venosa. - Afterload : menggambarkan resistensi vaskuler terhadap kontraksi ventrikel. Penyebab resistensi terhadap kontraksi ventrikel kiri adalah peningkatan tonus aorta, arteri besar, arteri kecil dan arteriole. Peningkatan preload dan afterload patologis mengakibatkan perubahan fungsi ventrikel yang akan terdeteksi secara klinis. e.Gejala sistem kardiovaskuler seperti nyeri dada (chest pain), palpitasi, nafas pendek, orthopnea, dyspnea paroksismal, wheezing, batuk dan hemoptisis juga sering terjadi pada kelainan-kelainan sistem Respirasi. f.Pemeriksaan dilakukan setelah pasien beristirahat minimal 5 menit. g.Pemeriksaan jantung dilakukan pada 3 posisi, yaitu : 1.Pasien dalam posisi berbaring terlentang dengan kepala sedikit ditinggikan (membentuk sudut 30o). Dokter berdiri di sisi kanan pasien. 2. Pasien berbaring miring ke kiri (left lateral decubitus). 3. Pasien duduk, sedikit membungkuk ke depan. Urutan pemeriksaan jantung ditampilkan pada tabel berikut. Urutan posisi pasien pada pemeriksaan Jantung Posisi Pasien Pemeriksaan Terlentang dengan evaluasi kepala 30⁰ Inspeksi dan palpasi prekordium : sela iga II, ventrikel kanan dan kiri, iktus kordis (diameter, lokasi, amplitudo, durasi). Berbaring miring kekiri (left lateral decubitus) Palpasi iktus kordis. Auskultasi dengan bagian bel dari stetostop. Terlentang dengan elevasi kepala 30⁰ Auskultasi daerah trikuspidalis dengan bagian bel dari stetostop. Duduk sedikit membungkuk kedepan setelah ekspirasi maksimal Dengarkan sepanjang tepi sternum kiri dan di apeks INSPEKSI KARDIOVASKULER Inspeksi dada terutama untuk rnencari adanya asimetri bentuk dada Adanya asimetri bentuk rongga dada dapat menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal dalam jangka panjang. Asimetri dada dapat diakibatkan oleh penyebab yang sama dengan penyebab kelainan jantung (misalnya prolaps katup mitral, gangguan katup aorta pada sindroma Marfan dan sebagainya) atau menjadi akibat dari adanya kelainan jantung akibat aktifitas jantung yang mencolok semasa pertumbuhan. Kelainan dada akibat penyakit kardiovaskuler dapat berbentuk : 1. Kifosis : tulang belakang berdeviasi pada kurvatura lateral. Sering terjadi pada kelainan jantung, misalnya ASD (Atrial Septal Defect) atau PDA (Patent Ductus Arteriosus). Sering disertai dengan perubahan membusur ke belakang (kifoskoliosis), yang mempersempit rongga paru dan merubah anatomi jantung. 2.Voussure cardiaque : penonjolan bagian depan hemitoraks kiri. Hampir selalu terdapat pada kelainan jantung bawaan atau karena demam rematik, terutama berkaitan dengan aktifitas jantung yang berlebihan pada masa pertumbuhan. Inspeksi juga berguna untuk mencari iktus kordis (punctum maximum). Pada sebagian besar orang normal (20-25%) dapat dilihat pulsus gerakan apeks menyentuh dinding dada saat sistolik pada sela iga 5 di sebelah medial linea midklavikularis sinistra. PALPASI KARDIOVASKULER Dengan palpasi kita mencari iktus kordis (bila tidak terlihat pada inspeksi) dan mengkonfirmasi karakteristik iktus kordis . Palpasi dilakukan dengan cara : meletakkan permukaan palmar telapak tangan atau bagian 1/3 distal jari II, II dan IV atau dengan meletakkan sisi medial tangan, terutama pada palpasi untuk meraba thrill . Identifikasi BJ1 dan BJ2 pada iktus kordis dilakukan dengan memberikan tekanan ringan pada iktus. Bila iktus tidak teraba pada posisi terlentang, mintalah pasien untuk berbaring sedikit miring ke kiri (posisi left lateral decubitus) dan kembali lakukan palpasi. Jika iktus tetap belum teraba, mintalah pasien untuk inspirasi dan ekspirasi maksimal kemudian menahan nafas sebentar. Pada saat memeriksa pasien wanita, mammae akan menghalangi pemeriksaan palpasi. Sisihkan mammae ke arah atas atau lateral, mintalah bantuan tangan pasien bila perlu. Setelah iktus ditemukan, karakteristik iktus dinilai dengan menggunakan ujung-ujung jari dan kemudian dengan 1 ujung jari. Pada beberapa keadaan fisiologis tertentu, iktus dapat tidak teraba, misalnya pada obesitas, otot dinding dada tebal, diameter anteroposterior kavum thorax lebar atau bila iktus tersembunyi di belakang kosta. Pada keadaan normal hanya impuls dari apeks yang dapat diraba. Pada keadaan hiperaktif denyutan apeks lebih mencolok. Apeks dan ventrikel kiri biasanya bergeser ke lateral karena adanya pembesaran jantung atau dorongan dari paru (misalnya pada pneumotorak sinistra). Pada kondisi patologis tertentu, impuls yang paling nyata bukan berasal dari apeks, seperti misalnya pada hipertrofi ventrikel kanan, dilatasi arteri pulmonalis dan aneurisma aorta. Setelah iktus teraba, lakukan penilaian lokasi, diameter, amplitudo dan durasi impuls apeks pada iktus. - Lokasi : dinilai aspek vertikal (biasanya pada sela iga 5 atau 4) dan aspek horisontal (berapa cm dari linea midsternalis atau midklavikularis). Iktus bisa bergeser ke atas atau ke kiri pada kehamilan atau diafragma kiri letak tinggi. Iktus bergeser ke lateral pada gagal jantung kongestif, kardiomiopati dan penyakit jantung iskemi. - Diameter : pada posisi supinasi, diameter impuls apeks kurang dari 2.5 cm dan tidak melebihi 1 sela iga, sedikit lebih lebar pada posisi left lateral decubitus. Pelebaran iktus menunjukkan adanya pelebaran ventrikel kiri. - Amplitudo : amplitudo iktus normal pada palpasi terasa lembut dan cepat. Peningkatan amplitudo (impuls hiperkinetik, gambar 7) terjadi pada dewasa muda, terutama saat tereksitasi atau setelah aktifitas fisik berat, tapi durasi impuls tidak memanjang. Peningkatan amplitudo impuls terjadi pada hipertiroidisme, anemia berat, peningkatan tekanan ventrikel kiri (misal pada stenosis aorta) atau peningkatan volume ventrikel kiri (misal pada regurgitasi mitral). Impuls hipokinetik terjadi pada kardiomiopati. - Durasi : untuk menilai durasi impuls, amati gerakan stetoskop saat melakukan auskultasi pada apeks atau dengarkan bunyi jantung dengan stetoskop sambil mempalpasi impuls apeks. Normalnya durasi impuls apeks adalah 2/3 durasi sistole atau sedikit kurang, tapi tidak berlanjut sampai terdengar BJ2 (Gambar 8) Dengan palpasi dapat ditemukan adanya gerakan jantung yang menyentuh dinding dada, terutama jika terdapat peningkatan aktifitas ventrikel, pembesaran ventrikel atau ketidakteraturan kontraksi ventrikel. Gerakan dari ventrikel kanan biasanya tak teraba, kecuali pada hipertrofi ventrikel kanan, dimana ventrikel kanan akan menyentuh dinding dada (ventrikel kanan mengangkat). Kadang-kadang gerakan jantung teraba sebagai gerakan kursi goyang (ventricular heaving) yang akan mengangkat jari pemeriksa pada palpasi. Gerakan jantung kadang teraba di bagian basis, yang biasanya disebabkan oleh gerakan aorta (pada aneurisma aorta atau regurgitasi aorta), gerakan arteri pulmonalis (pada hipertensi pulmonal) atau karena aliran tinggi dengan dilatasi (pada ASD) yang disebut tapping. Thrill (getaran karena adanya bising jantung) sering dapat diraba. Bising jantung dengan gradasi 3-4 biasanya dapat teraba sebagai thrill. Sensasi yang terasa adalah seperti meraba leher kucing. Bila pada palpasi pertama belum ditemukan adanya thrill sedangkan pada auskultasi terdengar bising jantung derajat 3-4, kembali lakukan palpasi pada lokasi ditemukannya bising untuk mencari adanya thrill. Thrill sering menyertai bising jantung yang keras dan kasar seperti yang terjadi pada stenosis aorta, Patent Ductus Arteriosus, Ventricular Septal Defect, dan kadang stenosis mitral. PERKUSI KARDIOVASKULER Perkusi berguna untuk menetapkan batas jantung, terutama pada pembesaran jantung. Perkusi batas kiri redam jantung (LBCD - left border of cardiac dullness) dilakukan dari lateral ke medial dimulai dari sela iga 5, 4 dan 3. LBCD terdapat kurang lebih 1-2 cm di sebelah medial linea midklavikularis kiri dan bergeser 1 cm ke medial pada sela iga 4 dan 3. Batas kanan redam jantung (RBCD - right border of cardiac dullness) dilakukan dengan perkusi bagian lateral kanan dari sternum. Pada keadaan normal RBCD akan berada di medial batas dalam sternum. Kepekakan RBCD diluar batas kanan sternum mencerminkan adanya bagian jantung yang membesar atau bergeser ke kanan. Penentuan adanya pembesaran jantung harus ditentukan dari RBCD maupun LBCD. Kepekakan di daerah dibawah sternum (retrosternal dullness) biasanya mempunyai lebar kurang lebih 6 cm pada orang dewasa. Jika lebih lebar, harus dipikirkan kemungkinan adanya massa retrosternal. Pada wanita, kesulitan akan terjadi dengan mammae yang besar, dalam hal ini perkusi dilakukan setelah menyingkirkan kelenjar mammae dari area perkusi dengan bantuan tangan pasien. AUSKULTASI KARDIOVASKULER Auskultasi memberikan kesempatan mendengarkan perubahan-perubahan dinamis akibat aktivitas jantung. Auskultasi jantung berguna untuk menemukan bunyi-bunyi yang diakibatkan oleh adanya kelainan struktur jantung dan perubahan-perubahan aliran darah yang ditimbulkan selama siklus jantung. Untuk dapat mengenal dan menginterpretasikan bunyi jantung dengan tepat, mahasiswa perlu mempunyai dasar pengetahuan tentang siklus jantung. Bunyi jantung diakibatkan karena getaran dengan masa amat pendek. Bunyi yang timbul akibat aktifitas jantung dapat dibagi dalam : 1. BJ1 : disebabkan karena getaran menutupnya katup atrioventrikuler terutama katup mitral, getaran karena kontraksi otot miokard serta aliran cepat saat katup semiluner mulai terbuka. Pada keadaan normal terdengar tunggal. 2. BJ2 : disebabkan karena getaran menutupnya katup semilunaris aorta maupun pulmonalis. Pada keadaan normal terdengar pemisahan (splitting) dari kedua komponen yang bervariasi dengan pernafasan pada anak-anak atau orang muda. 3. BJ3 : disebabkan karena getaran cepat dari aliran darah saat pengisian cepat (rapid filling phase) dari ventrikel. Hanya terdengar pada anak-anak atau orang dewasa muda (fisiologis) atau keadaan dimana komplians otot ventrikel menurun (hipertrofi/ dilatasi). 4. BJ4 : disebabkan kontraksi atrium yang mengalirkan darah ke ventrikel yang kompliansnya menurun. Jika atrium tak berkontraksi dengan efisien misalnya fibrilasi atrium maka bunyi jantung 4 tak terdengar. Bunyi jantung sering dinamakan berdasarkan daerah katup dimana bunyi tersebut didengar. M1 berarti bunyi jantung satu di daerah mitral, P2 berarti bunyi jantung kedua di daerah pulmonal. Bunyi jantung 1 normal akan terdengar jelas di daerah apeks, sedang bunyi jantung 2 dikatakan mengeras jika intensitasnya terdengar sama keras dengan bunyi jantung 1 di daerah apeks. Bunyi jantung 1 dapat terdengar terpisah (split) jika asinkroni penutupan katup mitral dan trikuspid lebih mencolok, misalnya pada RBBB (Right Bundle Branch Block) atau hipertensi pulmonal. Bunyi jantung 2 akan terdengar terpisah pada anak-anak dan dewasa muda. Pada orang dewasa bunyi jantung 2 akan terdengar tunggal karena komponen pulmonalnya tak terdengar disebabkan aerasi paru yang bertambah pada orang tua. Jika bunyi jantung 2 terdengar terpisah pada orang dewasa ini menunjukkan adanya hipertensi pulmonal atau RBBB. Bunyi jantung 2 yang terdengar tunggal pada anak-anak mungkin merupakan tanda adanya stenosis mitral. Bunyi tambahan, merupakan bunyi yang terdengar akibat adanya kelainan anatomis atau aliran darah yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan bunyi atau getaran. Bunyi tambahan dapat berupa : -Klik ejeksi : disebabkan karena pembukaan katup semilunaris pada stenosis/ menyempit. -Ketukan perikardial : bunyi ekstrakardial yang terdengar akibat getaran/ gerakan perikardium pada perikarditis/ efusi perikardium. -Bising gesek perikardium : bunyi akibat gesekan perikardium dapat terdengar dengan auskultasi dan disebut friction rub. Sering terdengar jika ada peradangan pada perikardium (perikarditis). -Bising jantung : merupakan bunyi akibat getaran yang timbul dalam masa lebih lama. Jadi perbedaan antara bunyi dan bising terutama berkaitan dengan lamanya bunyi /getaran berlangsung. Untuk mengidentifikasi dan menilai bising jantung, beberapa hal harus diperhatikan : di mana bising paling jelas terdengar, fase terjadinya bising (saat sistole atau diastole) dan kualitas bising. Auskultasi dimulai dengan meletakkan stetoskop pada sela iga II kanan di dekat sternum, sepanjang tepi kiri sternum dari sela iga II sampai V dan di apeks. Bagian diafragma stetoskop dipergunakan untuk auskultasi bunyi jantung dengan nada tinggi seperti BJ1 dan BJ2, bising dari regurgitasi aorta dan mitral serta bising gesek perikardium. Bagian mangkuk stetoskop (bell) yang diletakkan dengan tekanan ringan lebih sensitif untuk suara-suara dengan nada rendah seperti BJ3 dan BJ4 serta bising pada stenosis mitral. Letakkan bagian mangkuk stetostop pada apeks lalu berpindah ke medial sepanjang tepi sternum ke arah atas. Cara askultasi : 1. Lakukan auskultasi di seluruh prekordium dengan posisi pasien terlentang. 2. Pasien berbaring miring ke kiri (left lateral decubitus) sehingga ventrikel kiri lebih dekat ke permukaan dinding dada (gambar 9). - Tempatkan bagian mangkuk dari stetoskop di daerah impuls apeks (iktus). - Posisi ini membuat bising-bising area katub mitral (misalnya pada stenosis mitral) dan bunyi jantung akibat kelainan bagian kiri jantung (misalnya BJ3 dan BJ4) lebih jelas terdengar. 3. Pasien diminta untuk duduk dengan sedikit membungkuk ke depan (gambar 10) - Mintalah pasien untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi maksimal kemudian sejenak menahan nafas. - Bagian diafragma dari stetoskop diletakkan pada permukaan auskultasi dengan tekanan ringan. - Lakukan auskultasi di sepanjang tepi sternum sisi kiri dan di apeks, dengan secara periodik memberi kesempatan pasien untuk mengambil nafas. - Posisi ini membuat bising-bising yang berasal dari daerah aorta lebih jelas terdengar. Yang harus dinilai bila terdengar bising jantung adalah kapan terdengar, bentuk, lokasi di mana bising terdengar paling keras, radiasi/ transmisi bising dari tempatnya paling keras terdengar, intensitas bising, nada dan kualitas bising. 1. Kapan bising terdengar : Bising sistolik terdengar antara BJ1 dan BJ2. Bising diastolik terdengar antara BJ2 dan BJ1. Palpasi nadi karotis sambil mendengarkan bising jantung dapat membantu menentukan bising terjadi saat sistolik atau diastolik. Bising yang terdengar bersamaan dengan denyut karotis adalah bising sistolik. Bising sistolik terjadi pada penyakit katub, namun dapat juga terjadi pada jantung tanpa kelainan anatomis, sementara bising diastolik terjadi pada gangguan katub. Penting untuk mengidentifikasi kapan bising terdengar selama fase sistolik dan diastolik (hanya pada awal, di tengah, pada akhir atau selama sistolik dan diastolik). - Bising midsistolik : mulai terdengar setelah BJ1, menghilang sebelum BJ2 terdengar (ada gap antara bising dan bunyi jantung). Bising midsistolik sering berkaitan dengan aliran darah yang melalui katub-katub semilunaris. - Bising holosistolik (pansistolik) : mengisi seluruh fase sistolik, tidak ada gap antara bising dan bunyi jantung. Biasanya berkaitan dengan regurgitasi darah melalui katub atrioventrikuler. pada MI atau VSD - Bising late systolic : mulai terdengar pada pertengahan atau akhir sistolik. Biasanya terjadi pada prolaps katub mitral. Sering didahului dengan klik sistolik. - Bising early diastolic : terdengar segera setelah BJ2, tanpa adanya gap yang jelas. Menghilang sebelum terdengar BJ1. Biasanya terjadi pada regurgitasi karena inkompetensi katub-katub semilunaris, misal Aortic Insufficiency atau Pulmonal Insufficiency. - Bising mid diastolik : terdengar setelah BJ2 (ada gap dengan BJ2). Bising makin melemah atau menyatu dengan bising late diastolic. - Bising late diastolic (presistolik) : mulai terdengar pada akhir fase diastolik, dan biasanya berlanjut dengan BJ1. Bising mid diastolik dan bising late diastolic (presistolik) mencerminkan turbulensi aliran darah yang melewati katub atrioventrikularis, misalnya stenosis mitral. - Bising sistolik sering ditemukan pada stenosis aorta, stenosis pulmonal, Ventricle Septum Defect (VSD), insufisiensi mitral (Mitral Insufficiency/ MI). Bising diastolik sering terjadi pada insufisiensi aorta (Aortic Insufficiency/ AI). - Bising menerus atau continuous murmur : bising terdengar terus menerus, baik pada fase sistolik maupun diastolik. Sering terdapat pada Patent Ductus Arteriosus (PDA). 2. Bentuk : Bentuk atau konfigurasi bising adalah intensitas bising dari waktu ke waktu selama terdengar. a.Bising crescendo : intensitas makin keras (misalnya bising presistolik pada stenosis mitral). b.Bising decrescendo : intensitas makin berkurang (misalnya bising early diastolic pada regurgitasi katub aorta) c Bising crescendo-decrescendo : mula-mula intensitas bising makin meningkat, kemudian menurun (misalnya bising midsistolik pada stenosis aorta atau bising innocent) d.Bising plateau : intensitas bising tetap (misalnya bising pansistolik pada regurgitasi mitral). 3. Lokasi di mana bising terdengar paling keras : Tempat di mana bising terdengar paling jelas berkaitan dengan asal bising. Dideskripsikan menggunakan komponen sela iga keberapa dan hubungannya dengan sternum, apeks, linea midsternalis, midklavikularis atau aksilaris anterior, misalnya ³bising paling jelas terdengar di sela iga ke-2 kanan, dekat tepi sternum´ menunjukkan asal bising dari katub aorta. 4. Radiasi/ transmisi bising dari tempatnya terdengar paling keras : Transmisi bising tidak saja menunjukkan asal bising tetapi juga intensitas bising dan arah aliran darah. Lakukan auskultasi di beberapa area di sekeliling lokasi di mana bising paling jelas terdengar dan tentukan sampai di mana bising masih dapat didengar. Misalnya bising pada stenosis aorta bisa terdengar demikian jauh sampai ke leher (mengikuti aliran darah). 5. Intensitas bising : Gradasi intensitas bising dibagi dalam 6 skala dan dinyatakan dalan bentuk pecahan (misalnya grade 2/6) -Grade 1 : sangat lembut, baru terdengar setelah pemeriksa sungguh-sungguh berkonsentrasi, tidak terdengar pada semua posisi. -Grade 2 : lembut, tapi dapat segera terdengar begitu stetostop diletakkan pada area auskultasi. -Grade 3 : cukup keras -Grade 4 : keras, teraba thrill -Grade 5 : sangat keras, disertai thrill, dapat terdengar dengan sebagian stetoskop diangkat dari permukaan auskultasi. -Grade 6 : sangat keras, disertai thrill, dapat didengar dengan seluruh bagian stetostok sedikit diangkat dari permukaan auskultasi. 6.Nada : dikategorikan sebagai nada tinggi, sedang dan rendah. 7.Kualitas bising : kualitas bising dideskripsikan sebagai blowing, harsh, rumbling, dan musikal. Karakteristik yang lain yang harus dinilai dari bunyi jantung dan bising adalah pengaruh perubahan posisi tubuh, respirasi atau manuver pemeriksaan terhadap bunyi jantung dan bising. Bising yang berasal dari sisi kanan jantung biasanya cenderung berubah bila ada perubahan posisi pasien. Sehingga deskripsi lengkap pelaporan bising adalah sebagai berikut : misalnya pada regurgitasi aorta : ´pada auskultasi terdengar bising decrescendo dengan kualitas bising seperti tiupan (blowing), terdengar paling keras pada sela iga ke-4 kiri, dengan penjalaran ke arah apeks.

Makalah personal hygiene dan lingkungan

A. Pendahuluan Kebersihan diri maupun lingkungan merupakan hal yang fundamental, dan tidak terlepas dari kehidupan kita sehari – hari, begitupula kita seringkali diingatkan dengan slogan “Kebersihan sebagian dari pada iman “ yang berarti bahwa kebersihan mencerminkan kekuatan iman seseorang, kembali lagi hal tersebut merupakan hal dasar yang perlu kita pahami dan kita lakukan secara berkesinambungan dari kita lahir sampai kita tutup usia pada nantinya. Dalam kehidupan sehari – hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang.Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan.Hal –hal yang sangat berpengaruh itu diantaranya kebudayaan, social, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan. Jika seseorang sakit, biasanya masalah kebersihan kurang diperhatikan, hal ini terjadi karena kita menganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat mempengaruhi kesehatan secara umum.(Tarwoto, Watonah, 2006 :78). Dari pernyataan di atas, dapat kita simpulkan bahwa Kebersihan diri dan lingkungan merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari; kemudian bagaimana dengan kebersihan diri dan lingkungan yang mempengaruhi hygiene klien di Rumah Sakit ? Pasien atau klien adalah individu yang tidak terlepas dari adanya masalah kesehatan. Bagi pasien yang mengalami masalah kesehatan, maka dimungkinkan kebutuhan dasarnya menjadi terganggu salah satunya adalah masalah dalam hal kebersihan diri atau Personal Hygiene. Kebutuhan dasar manusia merupakan focus dalam asuhan keperawatan, dalam hal ini perawat harus mempunyai pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien melalui proses keperawatan, Proses keperawatan adalah metode pengorganisasian yang sistematis dalam melakukan asuhan keperawatan pada individu, kelompok dan masyarakat yang memfokuskan pada identifikasi dan pemecahan masalah dari respons pasien terhadap penyakitnya. (Tarwoto, Watonah, 2006 : 2). Untuk itu, makalah ini akan memaparkan tentang konsep kebersihan diri dan lingkungan, Macam-Macam Personal Hygiene, Faktor – Faktor yang mempengaruhi PH, Faktor lingkungan yang mempengaruhi hygiene klien di RS, Pengkajian pada klien berhubungan dengan kebersihan diri (PH), Diagnosa Keperawatan dan Tindakan Keperawatannya, serta dapat membantu mahasiswa dalam belajar pada mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia pada kompetensi B. Konsep dasar kebersihan diri dan lingkungan Kebersihan diri atau personal hygiene dan lingkungan merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari, oleh karena itu sudah seharusnya kita sebagai manusia untuk selalu memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan kita agar terhindar dari berbagai macam penyakit. Perawat hendaknya mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai kebersihan diri dan lingkungan ini, sebagai bekal untuk merawat dirinya sendiri juga untuk merawat orang lain dalam hal ini adalah pasien, baik di Rumah Sakit, Keluarga maupun di masyarakat. 1. Konsep Dasar Personal Hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene yang berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. (Tarwoto, Wartonah, 2006 : 78). 2. Macam-macam personal hygiene a. Perawatan kulit kepala dan rambut b. Perawatan mata c. Perawatan hidung d. Perawatan telinga e. Perawatan kuku dan tangan f. Perawatan genetalia g. Perawatan kulit seluruh tubuh h. Perawatan tubuh secara keseluruhan 3. Tujuan Perawatan Personal Hygiene a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang b. Memelihara kebersihan diri seseorang c. Memperbaiki personal hygiene yang kurang d. Pencegahan penyakit e. Meningkatkan percaya diri seseorang f. Menciptakan keindahan 4. Faktor – factor yang mempengaruhi personal hygiene a. Body image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya. b. Praktik social Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene. c. Status Sosial Ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya. d. Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan, misalnya pada pasien penderita Diabetes Melitus ia harus selalu menjaga kebersihan kakinya. C. Asuhan Keperawatan pada klien berhubungan dengan kebersihan diri (PH) Sangat disayangkan masih banyak orang – orang yang mengabaikan kebersihan diri dan lingkungannya, terbukti semakin banyaknya jumlah penyakit yang diakibatkan karena adanya kebersihan diri dan lingkungannya yang kurang baik, contohnya penyakit kulit yang disebabkan karena jamur (tinea pedis, tinea kruris, tinea kapitis, dll) serta karena sanitasi lingkungan yang kurang baik dapat mengakibatkan penyakit yang banyak ditemukan pada pasien anak – anak dimana perantaranya adalah nyamuk Aedes Aegypty yaitu DHF yang lebih familiar kita sebut dengan demam berdarah. Tugas kita sebagai perawat apabila menemukan pasien dengan gangguan yang berhubungan dengan PH adalah memberikan asuhan keperawatan, melalui proses keperawatan. Proses keperawatan adalah salah satu alat bagi perawat untuk memecahkan masalah yang terjadi pada pasien. (Aziz Alimul Hidayat, 2002 : 8). Proses keperawatan mengandung unsure – unsure yang bermanfaat bagi perawat dan klien. Perawat dan klien membutuhkan proses asuhan keperawatan dari bagaimana melakukan pengkajian untuk mendapatkan data, membuat diagnosa, merencanakan, melaksanakan dan menilai hasil dari asuhan keperawatan. 1. Pengkajian pada klien berhubungan dengan kebersihan diri (PH) Sebelum melakukan pengkajian, perawat hendaknya dibekali pengetahuan yang berkaitan dengan dasar – dasar tentang struktur kulit, rambut dan kuku, agar data yang ditemukan pada pasien dengan gangguan PH bisa akurat dan sesuai. a. Struktur Kulit Kulit terdiri dari dua lapisan, yaitu epidermis dan dermis. Epidermis merupakan lapisan terluar, dan aksesori – aksesorinya (rambut, kuku, kelenjar sabasea dan kelenjar keringat). 1. Rambut Rambut tumbuh dari invaginasi tubular pada epidermis yang disebut folikel, dan folikel rambut beserta kelenjar sabasea disebut sebagai ‘unit pilosebasea’.Ada tiga tipe rambut yaitu rambut lanugo yang halus dan lembut terdapat sewaktu dalam kandungan dan menghilang pada waktu usia janin mencapai bulan kedelapan; rambut velus yang tipis dan halus menutupi sebagian besar tubuh kecuali pada tempat – tempat dimana rambut terminal tumbuh; rambut terminal yang tebal dan berpigmen, terdapat pada kulit kepala, alis dan bulu mata yang tumbuh sebelum pubertas.struktur rambut medulla, korteks kutikula. 2. Kuku Kuku merupakan lempengan keratin transparan yang berasal dari invaginasi epidermis pada dorsum falang terakhir dari jari. Lempengan kuku merupakan hasil pembelahan sel di dalam matriks kuku, yang tertanam dalam lipatan kuku bagian proksimal, tetapi yang tampak hanya sebagian yang berbentuk seperti bulan separuh (lanula) berwarna pucat pada bagian bawah kuku. Lempengan kuku melekat erat pada dasar kuku (nail bed) di bawahnya. Kutikula merupakan perluasan stratum korneum pada lipatan kuku proksimal ke atas lempengan kuku. 3. Kelenjar keringat dan sabasea Kelenjar keringat ekrin penting dalam pengaturan suhu tubuh, fungsinya untuk mensekresi air, elektrolit, laktat, urea dan ammonia.Kelenjar sabasea terdapat disetiap tempat pada kulit mulai dari tangan sampai kaki. Tempat yang memiliki jumlah kelenjar yang banyak dan menonjol adalah kepala, leher, dada dan punggung. b. Dermis Adalah lapisan jaringan ikat yang terletak di bawah epidermis, dan merupakan bagian terbesar dari kulit. Fungsi kulit a. Mencegah terjadinya kehilangan cairan tubuh yang esensial b. Melindungi dari masuknya zat-zat kimia beracun dari lingkungan dan mikroorganisme c. Fungsi-fungsi imunologis d. Melindungi dari kerusakan akibat radiasi UV e. Mengatur suhu tubuh f. Sintesis vitamin D g. Berperan penting dalam daya tarik seksual dan interaksi social PENGKAJIAN a. Rambut  Keadaan rambut yang kusam  Keadaan tekstur b. Kepala  Botak / alopesia  Ketombe  Berkutu  Adakah eritema  Kebersihan c. Mata  Apakah sclera ikterik  Apakah konjungtiva pucat  Kebersihan mata  Apakah gatal / mata merah d. Hidung  Adakah pilek  Alergi  Adakah pendarahan  Adakah perubahan penciuman  Kebersihan hidung  Bagaimana membrane mukosa  Adakah septum deviasi e. Mulut  Keadaan mukosa mulut  Kelembapannya  Adakah lesi  Kebersihan f. Gigi  Adakah karang gigi  Adakah karies  Kelengkapan gigi  Pertumbuhan  Kebersihan g. Telinga  Adakah kotoran  Adakah lesi  Bagaimana bentuk telinga  Adakah infeksi h. Kulit  Kebersihan  Adakah lesi  Keadaan turgor  Warna kulit  Suhu  Teksturnya  Pertumbuhan bulu i. Kuku tangan dan kaki  Bentuknya bagaimana  Warnanya  Adakah lesi  Pertumbuhannya j. Genetalia  Kebersihan  Pertumbuhan rambut pubis  Keadaan kulit  Keadaan lubang uretra  Keadaan skrotum, testis pada pria  Cairan yang dikeluarkan k. Tubuh secara umum  Kebersihan  Normal  Keadaan postur Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi (Rencana Keperawatan) 1. Gangguan Integritas Kulit Definisi : Keadaan dimana kulit seseorang tidak utuh Kemungkinan berhubungan dengan : a. bagian tubuh yang lama tertekan b. imobilisasi c. terpapar zat kimia Kemungkinan data yang ditemukan : a. kerusakan jaringan kulit b. gangrene c. dekubitus d. kelemahan fisik Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada : a. stroke b. Fraktur femur c. Koma d. Trauma medulla spinalis Tujuan yang diharapkan : a. pola kebersihan diri pasien normal b. keadaan kulit, rambut kepala bersih c. klien dapat mandiri dalam kebersihan diri sendiri Intervensi : 1. Kaji kembali kebutuhan personal hygiene pasien Rasional : data dasar dalam melakukan intervensi 2. Kaji keadaan luka pasien Rasional : menentukan intervensi lebih lanjut 3. Jaga kulit agar tetap utuh dan kebersihan kulit pasien dengan cara membantu mandi pasien Rasional : menghindari resiko infeksi kulit 4. Jaga kebersihan tempat tidur, selimut bersih dan kencang Rasional : mengurangi tekanan dan menghindari luka dekubitus 5. Lakukan perawatan luka dengan teknik steril sesuai program Rasional : penyembuhan luka 6. Obesrvasi tanda – tanda infeksi Rasional : pencegahan infeksi secara dini 7. Lakukan pijat pada kulit dan lakukan perubahan posisi setiap 2 jam Rasional : mencegah dekubitus 2. Gangguan membrane mukosa mulut Definisi : kondisi dimana mukosa mulut pasien mengalami luka Kemungkinan berhubungan dengan : a. trauma oral b. pembatasan intake cairan c. pemberian kemoterapi dan radiasi pada kepala dan leher Kemungkinan data yang ditemukan : a. iritasi / luka pada mukosa mulut b. peradangan / infeksi c. kesulitan dalam makan dan menelan d. keadaan mulut yang kotor Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada : a. stroke b. stomatitis c. koma Tujuan yang diharapkan : a. Keadaan mukosa mulut, lidah dalam keadaan utuh, warna merah muda b. Inflamasi tidak terjadi c. Klien mengatakan rasa nyaman d. Keadaan mulut bersih Intervensi : 1. Kaji kembali pola kebersihan mulut Rasional : data dasar dalam melakukan intervensi 2. Lakukan kebersihan mulut sesudah makan dan sebelum tidur Rasional : membersihkan kotoran dan mencegah karang gigi 3. Gunakan sikat gigi yang lembut Rasional : mencegah pendarahan 4. gunakan larutan garam atau baking soda dan kemudian bilas dg air bersih rasional : larutan garam atau soda membantu melembabkan mukosa, meningkatkan granulasi dan menekan bakteri 5. Lakukan pendidikan kesehatan tentang kebersihan mulut Rasional : mencegah gangguan mukosa 6. laksanakan program terapi medis rasional : membantu menyembuhkan luka atau infeksi 3. Kurangnya perawatan diri / kebersihan diri Definisi : kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya. Kemungkinan berhubungan dengan : a. Kelelahan fisik b. Penurunan kesadaran Kemungkinan data yang ditemukan : a. Badan kotor dan berbau b. Rambut Kotor c. Kuku panjang dan kotor d. Bau mulut dan kotor Kondisi Klinis kemungkinan terjadi pada : a. Stroke b. Fraktur c. Koma Tujuan yang diharapkan : a. Kebersihan diri sesuai pola b. Keadaan badan, mulut, rambut dan kuku bersih c. Pasien merasa nyaman Intervensi : 1. Kaji kembali pola kebersihan Rasional : Data dasar dalam melakukan intervensi 2. Bantu klien dalam kebersihan badan, mulut, rambut dan kuku Rasional : mempertahankan rasa nyaman 3. Lakukan pendidikan kesehatan a. pentingnya kebersihan diri b. pola kebersihan diri c. cara kebersihan Rasional : meningkatkan pengetahuan dan membuat klien lebih kooperatif Implementasi (Tindakan Keperawatan) 1. Kebersihan Lingkungan a. Merapikan Tempat Tidur Pengertian : membuat tempat tidur menjadi bersih dan rapi Tujuan : memberikan kenyamanan pada pasien dalam memenuhi kebutuhan dirinya Prosedur : terlampir b. Mengganti alat tenun Pengertian : mengganti alat tenun kotor dengan alat tenun yang bersih pada tempat tidur pasien dengan pasien di atas tempat tidur dan pada tempat tidur kosong. Tujuan : • Menciptakan lingkungan yang bersih, tenang dan nyaman • Menghilangkan hal – hal yang dapat mengiritasi kulit dengan menciptakan alat tidur dan selimut yang bebas dari kotoran / lipatan • Meningkatkan gambaran diri dan harga diri pasien dg menciptakan tempat tidur yang bersih, rapid an nyaman. • Mengontrol penyebaran mikroorganisme. Prosedur : terlampir 2. Kebersihan Diri a. Memandikan pasien di atas tempat tidur Pengertian : membersihkan seluruh tubuh pasien terbaring di atas tempat tidur Tujuan : • Menghilangkan minyak yang menumpuk, keringat, sel-sel kulit yang mati dan bakteri. • Menghilangkan bau badan yang berlebihan • Menstimulasi sirkulasi / peredaran darah • Meningkatkan perasaan segar dan nyaman bagi pasien • Memberikan kesempatan pada perawat untuk mengkaji kondisi kulit pasien Prosedur : Terlampir b. Merawat rambut • Menyisir rambut Tujuan : • Untuk merangsang sirkulasi pembuluh darah di kulit kepala • Meratakan minyak rambut dan meningkatkan kesehatan rambut • Meningkatkan rasa nyaman pasien • Memantau adanya masalah pada rambut dan kulit kepala (contoh : kutu atau ketombe) Prosedur : terlampir c. Mencuci rambut Pengertian : menghilangkan kotoran rambut dan kulit kepala dengan menggunakan sampo atau sabun. Tujuan : • merangsang sirkulasi pembuluh darah di kulit kepala dengan memberi pijatan / massage. • Membersihkan rambut dan meningkatkan rasa nyaman pasien. • Mengurangi rasa gatal pada kepala. • Menghilangkan ketombe. Prosedur : terlampir d. Menggosok gigi Pengertian : membersihkan gigi dengan menggunakan sikat dan pasta gigi. Tujuan : • Mengangkat sisa makananan dari sekeliling gigi • Menghindari bau mulut dan meningkatkan kesegaran mulut • Mencegah gigi berlubang dan infeksi di jaringan mulut • Meningkatkan daya tahan tubuh Prosedur : terlampir e. Memotong kuku Pengertian : merawat kuku pada pasien yang tidak mampu merawat kuku secara mandiri. Tujuan : Menjaga kebersihan kuku dan mencegah timbulnya luka atau infeksi akibat kuku yang panjang. Prosedur : terlampir D. Penutup Makalah ini memaparkan tentang kebersihan diri dan lingkungan sebagai dasar bagi mahasiswa untuk belajar pada mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia, serta proses bagi penulis dalam menyelesaikan kuliah. Referensi 1. Aziz Alimul Hidayat, 2002. “Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan”, Penerbit : EGC. Jakarta. 2. Juli Soemirat Slamet, 2004.” Kesehatan Lingkungan”, Penerbit : Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 3. Robin Graham-Brown, Tony Burns, 2005. “Dermatologi” Penerbit : Erlanggga.Jakarta. 4. Tarwoto, Wartonah, 2006. “Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan”, Penerbit :Salemba Medika .Jakarta. 5. Yulia Suparmi, dkk, 2008. “Panduan Praktik Keperawatan Kebutuhan Dasar Manusia”.Penerbit : PT.Citra Aji Parama.Yogyakarta.

Personal Hygiene

Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat pentinu dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri dangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu di antaranya kebudayaan , sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan. Jika seseorang sakit, biasanya masalah kebersihan kurang diperhatikan. Hal ini terjadi karena kita menganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat mempengaruhi kesehatan secara umum.  Fisiologi Kulit Sistem integumen terdiri atas kulit, lapisan subkutan di bawah kulit dan pelengkapnya, seperti kelenjar dan kuku. Kulit terdiri atas 2 lapisan yaitu lapisan epidermis yang terdapat pada bagian atas yang banyak mengandung sel-sel epitel. Sel-sel epitel ini mudah sekali mengalami regeneras. Lapisan ini tidak mengandung pembuluh darah. Lapisan kedua adalah lapisan dermis yang terdiri atas jaringan otot, saraf folikel rambut dan kelenjar. Pada kulit terdapat 2 kelenjar : pertama kelnejar sebasea yang menghasilkan minyak yang disebut sebun yang berfungsi meminyaki kulit dan rambut. Kedua, kelenjar serumen yang terdapat dalam telingga yang berfungsi sebagai pelumas dan berwarna cokelat. Fungsi Kulit : 1. Proteksi tubuh 2. Pengaturan temperatur tubuh 3. Pengeluaran pembuangan air 4. Sensasi dari stimulus lingkungan 5. Membantu keseimbangan carian da eletrolit 6. Memproduksi dan mengabsorpsi vitamin D A. Pengertian Personal Hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan seseoang adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseoran untuk kesejahteraan fisik dan psikis. B. Macam-macam Personal Hygiene 1. Perawatan kulit kepala dan rambut 2. Perawatan mata 3. Perawatan hidung 4. Perawatan telingga 5. Perawatan kuku kaki dan tangan 6. Perawatan genetalia 7. Perawatan kulit seruruh tubuh 8. Perawatan tubuh secara keseluruhan C. Tujuan Personal Hygiene 1. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang 2. Memelihara kebersihan diri seseorang 3. Memperbaiki personal hyiene yang kurang 4. Mencagah penyakit 5. Menciptakan keindahan 6. Meningkatkan rasa percaya diri D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene 1. Body image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya. 2. Praktik sosial Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola Personal Hygiene 3. Status sosial-ekonomi Personal Hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya 4. Pengetahuan Pengetahuan Personal Hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita DM ia harus menjaga kebersihan kakinya. 5. Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan. 6. Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan seseorang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan dirinya seperti penggunaan sabun, sampo, dan lain-lain. 7. Kondisi fisik Pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya. E. Dampak yang Sering Timbul pada Masalah Personal Hyiene 1. Dampak Fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku. 2. Dampak Psikososial Masalah social yang berhubungan dengan Personal Hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial. DAFTAR PUSTAKA 1. Aziz Alimul Hidayat, 2002. “Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan”, Penerbit : EGC. Jakarta. 2. Juli Soemirat Slamet, 2004.” Kesehatan Lingkungan”, Penerbit : Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 3. Robin Graham-Brown, Tony Burns, 2005. “Dermatologi” Penerbit : Erlanggga.Jakarta.

makalah mobilisasi

Sebelum melaksanakan asuhan keperawatan pemenuhan aktifitas perawat terlebih dahulu harus mempelajari konsep – konsep tentang mobilisasi. Di Makalah ini akan di bahas beberapa uraian penting antara lain :  Pengertian mobilisasi  Menjelaskan tujuan mobilisasi  Faktor – faktor yang mempengaruhi mobilisasi  Macam persendian diartrosis dan pergerakannya.  Tanda – tanda terjadinya intolerasi aktifitas  Masalah fisik akibat kurangnya mobilitas (Immobilisasi)  Menjelaskan upaya pencegahan masalahyang timbul akibat kurangnya mobilisasi.  Macam – macam posisi klien di tempat tidur A. Pengertian mobilisasi Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan bebas (kosier, 1989). B. Tujuan dari mobilisasi antara lain : 1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia 2. Mencegah terjadinya trauma 3. Mempertahankan tingkat kesehatan 4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari 5. Mencgah hilangnya kemampuan fungsi tubuh. C. Faktor - faktor yang mempengaruhi Mobilisasi 1. Gaya hidup Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk 2. Proses penyakit dan injuri Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler. 3. Kebudayaan Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya. 4. Tingkat energy Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari. 5. Usia dan status perkembangan Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit. D. Tipe persendian dan pergerakan sendi Dalam sistim muskuloskeletal dikenal 2 maca persendian yaitu sendi yang dapat digeragan (diartroses) dan sendi yang tidak dapat digerakan (siartrosis). E. Toleransi aktifitas Penilaian tolerasi aktifitas sangat penting terutama pada klien dengan gangguan kardiovaskuler seperti Angina pektoris, Infark, Miocard atau pada klien dengan immobiliasi yang lama akibat kelumpuhan.Hal tersebut biasanya dikaji pada waktu sebelum melakukan mobilisai, saat mobilisasi dan setelah mobilisasi. Tanda – tanda yang dapat di kaji pada intoleransi aktifitas antara lain (Gordon, 1976). a) Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan, irama tidak teratur b) Tekanan darah biasanya terjadi penurunan tekanan sistol / hipotensi orthostatic. c) Pernafasan terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat dangkal. d) Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan. e) Kecepatan dan posisi tubuh.disini akan mengalami kecepatan aktifitas dan ketidak stabilan posisi tubuh. f) Status emosi labil. F. Masalah fisik Masalah fisik yang dapt terjadi akibat immobilitasi dapat dikaji / di amati pada berbagai sistim antara lain : a) Masalah muskuloskeletal Menurunnya kekuatan dan kemampuan otot, atropi, kontraktur, penurunan mineral, tulang dan kerusakan kulit. b) Masalah urinary Terjadi statis urine pada pelvis ginjal, pengapuran infeksi saluran kemih dan inkontinentia urine. c) Masalah gastrointestinal Terjadinya anoreksia / penurunan nafsu makan diarrhoe dan konstipasi. d) Masalah respirai Penurunan ekspansi paru, tertumpuknya sekret dalam saluran nafas, ketidak seimbangan asam basa (CO2 O2). e) Masalah kardiofaskuler Terjadinya hipotensi orthostatic, pembentukan trombus. G. Upaya mencegahkan terjadinya masalah akibat kurangnya mobilisasi antara lain : 1. Perbaikan status gisi 2. Memperbaiki kemampuan monilisasi 3. Melaksanakan latihan pasif dan aktif 4. Mempertahankan posisi tubuh dengan benar sesuai dengan bady aligmen (Struktur tubuh). 5. Melakukan perubahan posisi tubuh secara periodik (mobilisasi untuk menghindari terjadinya dekubitus / pressure area akibat tekanan yang menetap pada bagian tubuh. H. Macam – macam posisi klien di tempat tidur 1. Posisi fowler (setengah duduk) 2. Posisi litotomi 3. Posisi dorsal recumbent 4. Posisi supinasi (terlentang) 5. Posisi pronasi (tengkurap) 6. Posisi lateral (miring) 7. Posisi sim 8. Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki) Mobilisasi Dengan Memberikan Posisi Miring Tujuan : 1. Mempertahankan bady aligment 2. Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi 3. Mengurangi Meningkatkan rasa nyaman 4. kemungkinan terjadinya cedera pada perawat maupun klien 5. Mengurangi kemungkinan tekanan yang menetap pada tubuh akibat posisi yang menetap Indikasi : 1. Penderita yang mengalami kelumpuhan baik hemiplegi maupun para plegi 2. Penderita yang mengalami kelemahan dan pasca operasi 3. Penderita yang mengalami pengobatan (immobilisasi) 4. Penderita yang mengalami penurunan kesadaran Persiapan : 1. Berikan penjelasan kepada klien maksud dan tujuan di lakukan tindakan mpobilisasi ke posisi lateral. 2. 2. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan untuk membatasi penyebaran kuman ? micro organisme. 3. Pindahkan segala rintangan sehingga perawat leluasa bergerak. 4. Siapkan peralatan yang di perlukan. 5. Yakinkan bahwa klien cukup hangat dan privasy terlindungi. Saran – saran atau hal – hal yang harus di perhatikan : 1. Perawat harus mengetahui teknik mobilisasi yang benar 2. Bila klien terlalu berat pastikan mencari pertolongan 3. Tanyakan kepada dokter tentang indikasi dan kebiasaan dilakukannya mobilisasi Persiapan alat : 1. Satu bantal penopang lengan 2. Satu bantal penopang tungkai 3. Bantal penopang tubuh bagian belakang Cara kerja : 1. Angkat / singkirkan rail pembatas tempat tidur pada sisi di mana perawat akan melakukan mobilisasi 2. Pastikan posisi pasien pada bagian tengah tempat tidur, posisi supinasi lebih mudah bila di lakukan mobilisasi lateral 3. Perawat mengambil posisi sebagai berikut : a. Perawat mengambil posisi sedekat mungkin menghadap klien di samping tempat tidur lurus pada bagian abdomen klien sesuai arah posisi lateral (misalnya; mau memiringkan kekana, maka perawat ada di samping kanan klien b. Kepala tegak dagu di tarik ke belakang untuk mempertahankan punggung pada posisi tegak. c. Posisi pinggang tegak untuk melindungi sendi dan ligamen. d. Lebarkan jarak kedua kaki untuk menjaga kestabilan saat menarik tubuh klien e. Lutut dan pinggul tertekuk / fleksi 4. Kemudian letakan tangan kanan lurus di samping tubuh klien untuk mencegah klien terguling saat di tarik ke posisi lateral (sebagai penyangga). 5. Kemudian letakan tangan kiri klien menyilang pada dadanya dan tungkai kiri menyilang diatas tungkai kanan dengan tujuan agar memberikan kekuatan sat di dorong. 6. Kemudian kencangkan otot gluteus dan abdomen serta kaki fleksi bersiap untuk melakukan tarikan terhadap tubuh klien yakinkan menggunakan otot terpanjang dan terkuat pada tungkai dengan tujuan mencegah trauma dan menjaga kestabilan. 7. Letakan tangan kanan perawat pada pangkal paha klien dan tangan kiri di letakan pada bahu klien. 8. Kemudian tarik tubuh klien ke arah perawat dengan cara : a. Kuatkan otot tulang belakang dan geser berat badan perawat ke bagian pantat dan kaki. b. Tambahkan fleksi kaki dan pelfis perawat lebih di rendahkan lagi untuk menjaga keseimbangan dan ke takstabil c. Yakinkan posisi klien tetap nyaman dan tetap dapat bernafas lega 9. Kemudian atur posisi klien dengan memberikan ganjaran bantal pada bagian yang penting sebagai berikut : a. Tubuh klien berada di sampingdan kedua lengan berada di bagian depan tubuh dengan posisi fleksi, berat badan klien tertumpu pada bagian skakula dan illeum. Berikan bantal pada bagian kepala agar tidak terjadi abduksi dan adduksi ada sendi leher. b. Kemudian berikan bantal sebagai ganjalan antara kedua lengan dan dada untuk mencegah keletihan otot dada dan terjadinya lateral fleksi serta untuk mencegah / membatasi fungsi internal rotasi dan abduksi pada bahu dan lengan atas. 10. Berikan ganjalan bantal pada bagian belakang tubuh klien bila di perlukan untuk memberikan posisi yang tepat 11. Rapikan pakayan dan linen klien serta bereskan alat yang tidak di gunakan. 12. Dokumentasikan tindakan yang telah di kerjakan. DAFTAR PUSTAKA Barbara Koezeir, Glenora Erb, 1983, Fundamental of Nursing, california Addison – Wesly publishing Division. Barbara Koezeir, Glenora Erb, Oliveri, 1988, Fundamental of Nursing, Philadelpia Addison Wesly publishing Division. Diana Hestings. RGN RCNT. 1986, The Machmillan Guide to home Nursing London, Machmillan London LTD. Ahli bahasa : Prilian Pranajaya, 1980 editor lilian juwono Jakarta, Arcan. Ketheleen Haerth Belland RN. BSN, Mary and Wells RN Msed, 1986, Chlinical Nursing Prosedurs, California Jones and Bardlett Publishers Inc.

Makalah Pemeriksaan Fisik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeriksaan dalam keperawatan menggunakan pendekatan yang sama dengan pengkajian fisik kedokteran, yaitu dengan pendekatan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi . Pengkajian fisik kedokteran dilakukan untuk menegakkan diagnosis yang berupa kepastian tentang penyakit apa yang diderita klien . pengkajian fisik keperawatan pada prinsipnya dikembangkan berdasarkan model keperawatan yang lebih difokuskan pada respon yang ditimbulkan akibat masalah kesehatan yang dialami. Pengkajian fisik keperawatan harus mencerminkan diagnosa fisik yang secara umum perawat dapat membuat perencanaan tindakan untuk mengatasinya. Untuk mendapatkan data yang akurat sebelum pemeriksaan fisik dilakukan pengkajian riwayat kesehatan, riwayat psikososial, sosek, dll. Hal ini memungkinkan pengkajian yang fokus dan tidak menimbulkan bias dalam mengambil kesimpulan terhadap masalah yang ditemukan. B. Tujuan 1. Mengetahui maksud dari pemeriksaan fisik. 2. Mengetahui cara melakukan pemeriksaan fisik dengan baik dan benar C. Manfaat 1. Dapat mengetahui maksud dari pemeriksaan fisik 2. Dapat mengetahui cara pemeriksaan fisik dengan baik dan benar 3. Mampu memehami pemeriksaan fisik D. Rumusan masalah 1. Apa yang di maksud dengan pemeriksaan fisik? 2. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fisik? BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik adalah suatu teknik pengumpulan data. Dalam keperawatan digunakan untuk mendapatkan data objektif dari riwayat keperawatan klien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan bersamaan dengan wawancara. Fokus pengkajian fisik keperawatan adalah pada kemampuan fungsional klien. Tujuan dari pemeriksaan fisik dalam keperawatan adalah untuk menentukan status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah klien dan mengambil data dasar untuk menentukan rencana tindakan keperawatan. B. Ada 4 teknik dalam pemeriksaan fisik yaitu : 1. Inspeksi Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan. Cahaya yang adekuat diperlukan agar perawat dapat membedakan warna, bentuk dan kebersihan tubuh klien. Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, simetris. Dan perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya. Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain. 2. Palpasi Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya tentang : temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama palpasi :  Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai.  Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering  Kuku jari perawat harus dipotong pendek.  Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir. Misalnya : adanya tumor, oedema, krepitasi (patah tulang), dan lain-lain. 3. Perkusi Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan tujuan menghasilkan suara. Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan. Perawat menggunakan kedua tangannya sebagai alat untuk menghasilkan suara. Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :  Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.  Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-paru pada pneumonia.  Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah jantung, perkusi daerah hepar.  Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong, misalnya daerah caverna paru, pada klien asthma kronik. 4. Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus. Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :  Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya pada klien pneumonia, TBC.  Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema paru.  Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.  Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura. Pendekatan pengkajian fisik dapat menggunakan : 1. Head to toe (kepala ke kaki) Pendekatan ini dilakukan mulai dari kepala dan secara berurutan sampai ke kaki. Mulai dari : keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan tenggorokan, leher, dada, paru, jantung, abdomen, ginjal, punggung, genetalia, rectum, ektremitas. 2. ROS (Review of System / sistem tubuh) Pengkajian yang dilakukan mencakup seluruh sistem tubuh, yaitu : keadaan umum, tanda vital, sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem persyarafan, sistem perkemihan, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal dan integumen, sistem reproduksi. Informasi yang didapat membantu perawat untuk menentukan sistem tubuh mana yang perlu mendapat perhatian khusus. 3. Pola fungsi kesehatan Gordon, 1982 Perawat mengumpulkan data secara sistematis dengan mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus meliputi : • Persepsi kesehatan • Penatalaksanaan kesehatan, nutrisi • Pola metabolisme, pola eliminasi, pola tidur • Istirahat, kognitif-pola perseptual, peran • Pola berhubungan, aktifitas-pola latihan, seksualitas • Pola reproduksi, koping • Pola toleransi stress, nilai • Pola keyakinan Doengoes (1993). Mencakup : aktivitas / istirahat, sirkulasi, integritas ego, eliminasi, makanan dan cairan, hygiene, neurosensori, nyeri / ketidaknyamanan, pernafasan, keamanan, seksualitas, interaksi sosial, penyuluhan / pembelajaran.

Selasa, 21 Februari 2012

Sholat Istikhoroh

Sholat Istikoroh adalah sholat sunah dua rakaat untuk memohon kepada Allah, mendapatkan petunjuk, dalam keraguan memutuskan mana yang terbaik diantara dua perkara yang diragukan. Apabila anda hendak melakukan sesuatu, lalu timbul keraguan dalam hati untuk memilih atau mengambil keputusan yang terbaik, maka lakukan sholat sunah Istikhoroh. Hadits : Rasulullah bersabda: “Jika salah seorang dari kalian menghendaki suatu perkara, maka sholatlah dua rakaat dari selain sholat fardu, kemudian hendaklah mengucapkan: 'Ya Allah, aku beristikharah kepada-Mu dengan ilmu-Mu, aku meminta penilaian-Mu dengan kemampuan-Mu dan aku meminta kepada-Mu dari karunia-Mu yang sangat besar. Sesungguhnya Engkau kuasa sedangkan aku tidak kuasa, Engkau mengetahui sedangkan aku tidak mengetahui, dan Engkau Maha mengetahui perkara-perkara yang ghaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui perkara ini lebih baik bagiku dalam urusan agamaku, kehidupanku, dan kesudahan urusanku -atau urusan dunia dan akhiratku, maka putuskanlah dan mudahkanlah urusan ini untukku, kemudian berkahilah untukku di dalamnya. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa itu buruk bagiku, baik dalam urusan agamaku, kehidupanku maupun kesudahan urusanku -atau urusan dunia dan akhiratku- maka palingkanlah ia dariku dan palingkanlah aku darinya serta putuskanlah yang terbaik untukku di mana pun berada, kemudian ridhailah aku dengannya. Dan hendaklah ia menyebutkan hajatnya. (H.R. Bukhari, At-Tirmidzi, An-Nasai dan lainnya) Cara melaksanakan : Lafaz niat: : Ushalli Sunnatal Istikharaati Rak’ataini Lillahi Ta’aala, artinya : Sahaja Aku sembahyang sunnat istikharah 2 rakat tunai kerana Allah Ta’ala Rakaat pertama, membaca surah Al-fatihah dan surah Al-kafirun Rakaat kedua, membaca surah Al-fatihah dan surah Al-ikhlas Doa istikharah Setelah selesai solat, berdoa seperti yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW: doa-istikhaerah Allaahumma inni astakhiiruka bi’ilmika, wa astaqdiruka biqudratika wa as aluka min fadhlikal azhiim. Fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wata’lamu wa laa a’lamu, wa anta allaamul ghuyuub. Allaahumma inkunta ta’lamu anna haadzal amra khairun lii fii diinii wama’aasyii wa ‘aaqibati amrii, ‘aajili amrii wa aajilihi faqdurhu lii wa yassirhu lii tsumma baarikliifiihi. Wa inkunta ta’lamu anna haadzal amra syarrun lii fii diinii wa ma’aasyii wa ‘aaqibatu amrii ‘aajili amrii wa aajilihi fashrif annii washrifni ‘anhu waqdur liyal khairahaytsu kaana tsumma ardhinii bihi, innaka ‘alaa kulli syai-in qadiir Artinya: “Ya Allah, aku memohon petunjuk memilih yang baik dalam pengetahuanMu, aku mohon ditakdirkan yang baik dengan kudratMu, aku mengharapkan kurniaMu yang besar. Engkau Maha Kuasa dan aku adalah hambaMu yang dhaif. Engkau Maha Tahu dan aku adalah hambaMu yang jahil. Engkau Maha Mengetahui semua yang ghaib dan yang tersembunyi. Ya Allah, jika hal ini sebutkan maksud anda apa? dalam pengetahuanMu adalah baik bagiku, baik pada agamaku, baik pada kehidupanku sekarang dan masa datang, takdirkanlah dan mudahkanlah bagiku kemudian berilah aku berkah daripadanya. Tetapi jika dalam ilmuMu hal ini sebutkan maksud anda apa? akan membawa bencana bagiku dan bagi agamaku, membawa akibat dalam kehidupanku baik yang sekarang ataupun pada masa akan datang, jauhkanlah ia daripadaku dan jauhkanlah aku daripadanya. Semoga Engkau takdirkan aku pada yang baik, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas setiap sesuatu.”

Tiga Sifat Yang Dibenci Allah Dan Disukai Setan

Berikut ini saya akan menulis tentang tiga sifat manusia yang sangat dibenci Allah dan sangat di sukai setan yaitu sfat dengki, Rakus dan sombong. semoga saja tulisan ini bermanfaat untuk mengingatkan kita bahwa setan selalu mengintip kelemahan kita untuk di ajaknya kejalan yang sesat dengan tujuan utama agar kelak kita dapat menemaninya di neraka. Dengki adalah suatu sifat tercela yang timbul karena kebencian dan kemarahan yang disebabkan oleh perasaan cemburu atau iri hati yang amat sangat.Dengan dengki manusia tidak akan bisa melihat kebaikan orang yang di dengkinya, bahkan orang yang dikuasai penyakit dengki hidupnya tak akan pernah merasa tentram apalagi bahagia, karenana hatinya akan selalu diliputi hawa paanas apabila melihat kemajuan atau kesuksesan orang yang didengkinya. karenanya Allah mengingatkan manusia dalam Alquran dalam surat An-Nisa ayat 32: وَلا تَتَمَنَّوا ما فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعضَكُم عَلىٰ بَعضٍ ۚ لِلرِّجالِ نَصيبٌ مِمَّا اكتَسَبوا ۖ وَلِلنِّساءِ نَصيبٌ مِمَّا اكتَسَبنَ ۚ وَسـَٔلُوا اللَّهَ مِن فَضلِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كانَ بِكُلِّ شَيءٍ عَليمًا ﴿٣٢ Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Dan dalam surat Al-Falaq ayat 5: وَمِن شَرِّ حاسِدٍ إِذا حَسَدَ “dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki”. Dengki adalah sifat setan, setan menyesatkan manusia dengan berbagai cara salah satunya dengan memasukan perasaan dengki pada hati manusia.oleh karenanya kita harus menyadari itu dan sebisa mungkin untuk menjauhi perasaan itu, karena perasaan itu akan merugikan kita baik di dunia maupun di ahirat, karena seorang pendengki tak akan pernah hidup bahagia di dunia dan matipun akan masuk neraka apabila sampai ahir hayat belum bertobat. jadi daripada memelihara sifat dengki tersebut lebih baik kita hidup berdampingan silih asah silih asuh seperti perintah Rasulallah berikut ini: Diriwayatkan oleh Abu Hurairah,ra. Rasululloh SAW bersabda, “Janganlah kalian saling mendengki, saling menfitnah (untuk suatu persaingan yang tidak sehat), saling membenci, saling memusuhi dan jangan pula saling menelikung transaksi orang lain. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslimnya yang lain, ia tidak menzhaliminya, tidak mempermalukannya, tidak mendustakannya dan tidak pula melecehkannya. Takwa tempatnya adalah di sini -seraya Nabi SAW menunjuk ke dadanya tiga kali. Telah pantas seseorang disebut melakukan kejahatan, karena ia melecehkan saudara muslimnya. Setiap muslim atas sesama muslim yang lain adalah haram darahnya, hartanya dan kehormatannya. ” (HR. Muslim) Selain sifat dengki adalagi sifat manusia yan sengaja selalu di bisikan oleh setan agar selalu ada dalam diri manusia yaitu sifat rakus, jika seseorang sedang dikuasai kerakusan terhadap sesuatu maka kerakusan itu akan mambuatnya menjadi buta dan tuli sehingga ia terbawa keapada kesesatan dengan kerakesanya manusia akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan yang diinginkanya. di dalam alquran surat Al-Araf ayat 31 dan 176 Allah mengingatkan manusia dengan firmanya: يٰبَنى ءادَمَ خُذوا زينَتَكُم عِندَ كُلِّ مَسجِدٍ وَكُلوا وَاشرَبوا وَلا تُسرِفوا ۚ إِنَّهُ لا يُحِبُّ المُسرِفينَ ﴿٣١ Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.(Al-Araf 31) وَلَو شِئنا لَرَفَعنٰهُ بِها وَلٰكِنَّهُ أَخلَدَ إِلَى الأَرضِ وَاتَّبَعَ هَوىٰهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الكَلبِ إِن تَحمِل عَلَيهِ يَلهَث أَو تَترُكهُ يَلهَث ۚ ذٰلِكَ مَثَلُ القَومِ الَّذينَ كَذَّبوا بِـٔايٰتِنا ۚ فَاقصُصِ القَصَصَ لَعَلَّهُم يَتَفَكَّرونَ ﴿١٧٦ Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.(Q>S Al-Araf 176) Sifat yang ketiga yang amat di benci Allah dan di senangi setan adalah sifat sombong selalu beranjak dari asumsi bahwa dirinya memiliki kelebihan, keistimewaan, keunggulan dan kemuliaan dibandingkan orang lain. Allah membenci makhluk-Nya yang bersifat sombong. Kesombongan adalah sifat mutlak Allah yang tidak dibenarkan untuk dimiliki oleh selain-Nya. Manusia yang menyombongkan diri berarti telah merampas sifat mutlak Allah. Ia telah berusaha menyamai Allah yang Maha Kuasa. Dan, berarti mensekutukan Allah yang Maha Tunggal.Allah berfirman dalam surat Al-baqarah:34 وَإِذ قُلنا لِلمَلٰئِكَةِ اسجُدوا لِءادَمَ فَسَجَدوا إِلّا إِبليسَ أَبىٰ وَاستَكبَرَ وَكانَ مِنَ الكٰفِرينَ ﴿٣٤ “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “”Sujudlah kamu kepada Adam,”” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” Nah demikanlah semoga kita bisa menjauhkan ketiga sifat itu dari hati kita. Imam Al Hasan mengatakan pangkal kejahatan itu ada tiga rakus, dengki dan sombong. Sikap sombong inilah yang membuat iblis enggan bersujud kepada Adam, sikap rakus ini yang mengeluarkan Adam dari surga, dan sikap dengkilah yang mendorong putra Adam membunuh adiknya sendiri.

Minggu, 19 Februari 2012

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN UROLITHIASIS

TINJAUAN PUSTAKA KONSEP DASAR UROLITHIASIS Pengertian Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam velvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah. Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan batu a. Faktor Endogen Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria dan hiperoksalouria. b. Faktor Eksogen Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air minum. c. Faktor lain a) Infeksi Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan Batu Saluran Kencing (BSK) Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH Urine menjadi alkali. b) Stasis dan Obstruksi Urine Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah Infeksi Saluran Kencing. c) Jenis Kelamin Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan perbandingan 3 : 1 d) Ras Batu Saluran Kencing lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia. e) Keturunan Anggota keluarga Batu Saluran Kencing lebih banyak mempunyai kesempatan f) Air Minum Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat. g) Pekerjaan Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk. h) Suhu Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringan. i) Makanan Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka morbiditas Batu Saluran Kencing berkurang. Penduduk yang vegetarian yang kurang makan putih telur lebih sering menderita Batu Saluran Kencing (buli-buli dan Urethra). Patogenesis Sebagian besar Batu Saluran Kencing adalah idiopatik, bersifat simptomatik ataupun asimptomatik. Teori Terbentuknya Batu a. Teori Intimatriks Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi organik Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu. b. Teori Supersaturasi Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu. c. Teori Presipitasi-Kristalisasi Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat. d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya Batu Saluran Kencing. PENGKAJIAN DATA DASAR 1. Riwayat atau adanya faktor resiko a. Perubahan metabolik atau diet b. Imobilitas lama c. Masukan cairan tak adekuat d. Riwayat batu atau Infeksi Saluran Kencing sebelumnya e. Riwayat keluarga dengan pembentukan batu 2. Pemeriksaan fisik berdasarka pada survei umum dapat menunjukkan : a. Nyeri. Batu dalam pelvis ginjal menyebabkan nyeri pekak dan konstan. Batu ureteral menyebabkan nyeri jenis kolik berat dan hilang timbul yang berkurang setelah batu lewat. b. Mual dan muntah serta kemungkinan diare c. Perubahan warna urine atau pola berkemih, Sebagai contoh, urine keruh dan bau menyengat bila infeksi terjadi, dorongan berkemih dengan nyeri dan penurunan haluaran urine bila masukan cairan tak adekuat atau bila terdapat obstruksi saluran perkemihan dan hematuri bila terdapat kerusakan jaringan ginjal 3. Pemeriksaan Diagnostik a. Urinalisa : warna : normal kekuning-kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis. b. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia. c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine. d. Foto Rontgen : menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang uriter. e. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter). f. Sistoureteroskopi : visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu atau efek ebstruksi. g. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu. Penatalaksanaan a. Menghilangkan Obstruksi b. Mengobati Infeksi c. Menghilangkan rasa nyeri d. Mencegah terjadinya gagal ginjal dan mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi. Komplikasi a. Obstruksi Ginjal b. Perdarahan c. Infeksi d. Hidronefrosis Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul 1. Gangguan rasa nyaman (nyeri pada daerah pinggang) berhubungan dengan cedera jaringan sekunder terhadap adanya batu pada ureter atau pada ginjal 2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya obstruksi (calculi) pada renal atau pada uretra. 3. Kecemasan berhubungan dengan kehilangan status kesehatan. 4. Kurangnya pengetahuan tentang sifat penyakit, tujuan tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan diagnostik berhubungan dengan kurangnya informasi. II. PERENCANAAN TINDAKAN PERAWATAN TGL DIAGNOSA KEPERAWATAN/DATA PENUNJANG TUJUAN/KRITERIA RENCANA TINDAKAN RASIONAL NAMA PERAWAT / MAHASISWA 1 April 2002 Gangguan rasa nyaman (nyeri pada daerah pinggang) berhubungan dengan cedera jaringan sekunder terhadap adanya batu pada ureter atau pada ginjal Data Penunjang : - Kolik yang berlebihan - Lemes, mual, muntah, keringat dingin - Pasien gelisah Tujuan : Rasa sakit dapat diatasi/hilang Kriteria : - Kolik berkurang/hilang - Pasien tidak mengeluh nyeri - Dapat beristirahat dengan tenang - Kaji intensitas, lokasi dan tempat/area serta penjalaran dari nyeri. - Observasi adanya abdominal pain - Kaji adanya keringat dingin, tidak dapat istirahat dan ekspresi wajah. - Jelaskan kepada pasien penyebab dari rasa sakit/nyeri pada daerah pinggang tersebut. - Anjurkan pasien banyak minum air putih 3 – 4 liter perhari selama tidak ada kontra indikasi. - Berikan posisi dan lingkungan yang tenang dan nyaman. - Ajarkan teknik relaksasi, teknik distorsi serta guide imagine - Kolaborasi dengan tim dokter : • Pemberian Cairan Intra Vena • Pemberian obat-obatan Analgetic, Narkotic atau Anti Spasmodic. - Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian obat-obat Narkotic, Analgetic dan Anti Spasmodic. - Peningkatan nyeri adalah indikatif dari obstruksi, sedangkan nyeri yang hilang tiba-tiba menunjukkan batu bergerak. Nyeri dapat menyebabkan shock. - Kemungkinan adanya penyakit/komplikasi lain. - Kemungkinan salah satu tanda shock - Memberikan informasi tentang penyebab dari rasa sakit/nyeri pada daerah pinggang tersebut. - Cairan membantu membesihkan ginjal dandapat mengeluarkan batu kecil. - Untuk mengurangi sumber stressor - Untuk mengurangi/menghilang kan nyeri tanpa obat-obatan • Untuk memudahkan pemberian obat serta pemenuhan cairan bila mual, muntah dan keringat dingin terjadi. • Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri/kolik yang berlebihan - Untuk mengetahui efek samping yang tidak diharapkan dari pemberian obat-obatan tersebut. 2 April 2002. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya obstruksi (calculi) pada renal atau pada uretra. Data Penunjang : Urine out put  30 cc per jam Daerah perifer dingin pucat TD  100/70 mmHg, HR > 120 X/mt, RR > 28 X/mt. Pengisian kapiler > 3 detik Tujuan : Gangguan perfusi dapat diatasi Kriteria : - Produksi urine 30 – 50 cc perjam. - Perifer hangat - Tanda-tanda vital dalam batas normal : • Sistolik 100 – 140 mmHg. • Diastolik 70 – 90 mmHg. • Nadi 60 – 100 X/mt • Pernafasan 16 – 24 X/mt - Pengisian kapiler  3 detik - Observasi tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah dan pernafasan). - Observasi Produksi urine setiap jam. - Observasi perubahan tingkat kesadaran. - Kolaborasi dengan tim kesehatan: • Pemeriksaan laboratorium : kadar ureum/kreatinin, Hb, urine HCT. • Pemberian diet rendah protein, rendah kalsium dan posfat • Pemberian ammonium chloride dan mandelamine. - Untuk mendeteksi dini terhadap masalah - Untuk mendeteksi dini terhadap masalah - Untuk mendeteksi dini terhadap masalah • Untuk mendeteksi dini terhadap masalah • Untuk mencegah/ mengurangi masalah • Untuk mencegah/ mengurangi masalah 3 April 2002. Kecemasan berhubungan dengan kehilangan status kesehatan. Data Penunjang : - Ekspresi wajah tegang, gelisah, tidak bisa tidur. - Tidak kooperatif dalam pengobatan. - HR = 125 X/mt Tujuan : Rasa cemas dapat diatasi/berkurang. Kriteria : - Pasien dapat nenyatakan kecemasan yang dirasakan. - Pasien dapat beristirahat dengan tenang. - Nadi dalam batas normal. - Ekspresi wajah ceria/rileks. - Berikan dorongan terhadap tiap-tiap proses kehilangan status kesehatan yang timbul. - Berikan privacy dan lingkungan yang nyaman. - Batasi staf perawat/petugas kesehatan yang menangani pasien. - Observasi bahasa non verbal dan bahasa verbal dari gejala-gejala kecemasan. - Temani pasien bila gejala-gejala kecemasan timbul. - Berikan kesempatan bagi pasien untuk mengekspresikan perasaannya . - Hindari konfrontasi dengan pasien. - Berikan informasi tentang program pengobatan dan hal-hal lain yang mencemaskan pasien. - Lakukan intervensi keperawatan dengan hati-hati dan lakukan komunikasi terapeutik. - Anjurkan pasien istirahat sesuai dengan yang diprogramkan. - Berikan dorongan pada pasien bila sudah dapat merawat diri sendiri untuk meningkatkan harga dirinya sesuai dengan kondisi penyakit. - Hargai setiap pendapat dan keputusan pasien. - Untuk mengurangi rasa cemas - privacy dan lingkungan yang nyaman dapat mengurangi rasa cemas. - Untuk dapat lebih memberikan ketenangan. - Untuk mendeteksi dini terhadap masalah - Untuk mengurangi rasa cemas - Kemampuan pemecahan masalah pasien meningkat bila lingkungan nyaman dan mendukung diberikan. - Untuk mengurangi ketegangan pasien - Informasi yang diberikan dapat membantu mengurangi kecemasan/ansietas - Untuk menghindari kemungkinan yang tidak diinginkan - Untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan pasien - Untuk mengurangi ketergantungan pasien - Untuk meningkatkan harga diri pasien. 4 April 2002. Kurangnya pengetahuan tentang sifat penyakit, tujuan tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan diagnostik berhubungan dengan kurangnya informasi. Data Penunjang : - Pasien menyatakan belum memahami tentang penyakitnya. - Pasien bertanya-tanya tentang proses penyakit dan pengobatan. - Pasien kurang kooperatif dalam program pengobatan Tujuan : Pengetahuan pasien tentang penyakitnya meningkat Kriteria - Pasien dapat menjelaskan kembali tentang sifat penyakit, tujuan tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan diagnostik. - Pasien tidak bertanya lagi tentang keadaan penyakit dan program pengobatannya. - Pasien kooperatif dalam program pengobatan. - Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit dan pengobatannya. - Berikan penjelasan tentang penyakit, tujuan pengobatan dan program pengobatan. - Berikan kesempatan pasien dan keluarga untuk mengekspresikan perasaannya dan mengajukan pertanyaan terhadap hal-hal yang belum dipahami. - Diskusikan pentingnya banyak minum air putih 3 – 4 liter perhari selama tidak ada kontra indikasi. - Diskusikan tentang pentingnya diet rendah protein, rendah kalsium dan posfat. - Batasi aktifitas fisik yang berat. - Pengetahuan membantu mengembangkan kepatuhan pasien dan keluarga terhadap rencana terapeutik - Untuk menambah pengetahuan pasien - Meningkatkan kemampuan pasien untuk memecahkan masalah - Untuk menambah pengetahuan pasien bahwa cairan dapat membantu pembersihan ginjal dan dapat mengeluargan batu kecil - Untuk menambah pengetahuan pasien dan mencegah kekambuhan - Untuk mencegah kekambuhan DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta. Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta. Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I (terjemahan). PT EGC. Jakarta. Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung. Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. J