Jumat, 09 Maret 2012

LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

A. DEFENISI Merupakan penyakit yang terdapat pada anak dan remaja atau orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah 2 hari pertama (Arif Mansjour dkk, Kapita Selekta Kedokteran, 2001) B. ETIOLOGI Penyebab penyakit DBD ini adalah “Virus Dengue” termasuk group B Arthropodborn Virus (Arbovirusses) dan sekarang dikenal sebagai genus flavinus, family flaviridiae dan mempunyai 4 serotype, yaitu: DEN I, DEN II, DEN III, dan DEN IV. Infeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotype yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype yang lain (Demam Berdarah Dengue, FK UI, Hal 80). C. CARA PENULARAN Terdapat 3 faktor yang berperan pada penularan infeksi dengue, yaitu: manusia, virus, dan faktor perantara. Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Nyamuk Aedes Albopictus, Aedes Polinesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat pula menularkan virus dengue tetapi kurang berperan. Nyamuk aedes tersebut dapat menularkan virus dengue kepada manusia, baik secara langsung yaitu setelah menggigit orang yang sedang mengalami viremia, maupun secara tidak langsung yaitu setelah melalui masa inkubasi didalam tubuhnya selama 8-10 hari (Ekstrinsic Incubation Period). Pada manusia diperlukan waktu 4-6 hari (Instrinsic Incubation Period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk kedalam tubuh Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak didalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaaan viremia yaitu antara 3-5 hari. (Demam Berdarah Dengue, FK UI, hal 80-81) D. PATOGENESIS Virus ini merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup dalam sel hidup maka dalam kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (Host) terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh pejam, persaingan akan sembuh sempurna dan timbul antibody atau perjalanan penyakit menjadi berat dan bahkan dapat menyebabkan kematian E. PATOFISIOLOGI Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti sebagai vektor ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Setelah manusia terkontaminasi oleh virus tersebut maka akan terjadi infeksi yang pertama kali yang dapat memberikan gejala sebagai DBD. DBD dapat tejadi bila seorang yang telah terinfeksi pertama kali dapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Virus akan bereplikasi dinodus limpatikus regional dan menyebar kejaringan lain, terutama ke sistem retikuloendotelial dan kulit secara brobkogen maupun hematogen. Tubuh akan membentuk kompleks virus antibody dalam sirkulasi darah sehingga akan mengaktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya anafilaktoksin C3a dan Csa sehingga permeablitas dinding pembuluh darah meningkat dan akan terjadi juga agregasi trombosit yang melepaskan ADP, trombosit melepaskan vasoaktif yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit. Faktor-faktor yang merangsang koagulasi intravaskuler. Terjadinya aktivasi faktor homogen (faktor VII) akan menyebabkan pembekuan intravaskuler yang meluas dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah. Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam dan bintik-bintik merah pada kulit (petechie) dan hal-hal yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa. Peningkatan Permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan kurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokensentrasi (peningkatan hematokrit 20%) menunjukkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga hematokrin menjadi lebih penting untuk menjadi ukuran patokan pemberian cairan intravena. Setelah pemberian cairan intravena peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengakibatkan renjatan. Jika renjatan dan hipovolemia berlangsung lama, maka akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada penderita DHF, menyangkut 3 faktor yaitu: 1. Perubahan vaskuler 2. Trombositopenia 3. Gangguan koagulasi F. MANIFESTASI KLINIS Masa inkubasi dari dengue antara 3-15 hari namun rata-rata 5-7 hari. Tanda dini infeksi dengue, adalah: 1. Demam tinggi 2. Facial flushing 3. Tidak ada tanda-tanda ISPA 4. Tidak tampak fokal infeksi 5. Uji tourniket positif 6. Trombositopenia 7. Hematokrit meningkat Indikator fase syok: 1. Hari sakit ke 4-5 2. Suhu turun 3. Nadi cepat tanpa demam 4. Tekanan darah turun/hipotensi 5. Leukopenia (< 5000/mm¬3) WHO memberikan pedoman untuk membantu menegakkan diagnosis demam berdarah secara dini disamping menentukan derajat beratnya penyakit Klinis :  Demam mendadak tinggi  Perdarahan (termasuk uji rumpelleede +) seperti: petechie, epistaksis, hematemesis dan melena  Hepatomegali  Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan darah turun atau hipotensi disertai gelisah dan akral dingin Klasifikasi Demam Berdarah Dengue:  Derajat I (Ringan): terdapat demam mendadak selama 2-7 hari disertai gejala klinis lain dengan manifestasi perdarahan ringan: uji Touniket +  Derajat II : ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi perdarahan lain.  Derajat III : ditemukan tanda-tanda dini renjatan  Derajat IV : termasuk DSS dengan nadi dan tekanan darah yang tidak terukur. G. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pada DBD dijumpai trombositopenia dan hemakonsentrasi Laboratorium:  Trombositopenia (< 100.000/mm3)  Hemokonsentrasi (kadar Ht > 20% dari normal) 2. Air Seni, mungkin ditemukan albuminnya ringan 3. Uji Serologi memakai serum ganda yaitu:serum diambil pada masa akut dan konvalesen yaitu uji peningkatan komplemen (PK), uji netralisasi (MT), dan uji dengue Blok. Pada uji ini dicari kenaikan antibodi (antidengue) minimal 4x 4. Isolasi virus, yang diperiksa adalah darah Klien dan jaringan H. Penatalaksanaan / Terapi Pada dasarnya penatalaksanaan DBD bersifat supportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Untuk merawat Klien DBD dengan baik, diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, serta bank darah yang senantiasa siap jika diperlukan. (Demam Berdarah Dengue, FK, UI. Hal. 104). Menurut WHO:  DBD derajat I o Minm banyak (1,5-2 liter perhari) o Kompres hangat o Jika klien muntah-muntah infus RL / Asering.  DBD derajat II o Minum banyak (1,5-2 liter perhari) o Infus RL / Asering  DBD derajat III o Infus RL /Asering 20 ml atau 20 cc/kg/BB/jam  DBD derajat IV o Infus RL / Asering tetapi diguyur atau dicor terlebih dahulu sampai nadi teraba dan tekanan darah sudah mulai terukur o Bila ada panas atau demam berikan kompres hangat dan paracetamol o Bila ada perdarahan, tes Hb, jika Hb < 10 berikan PRC(Pack Red Cell/Eritrosit) sampai Hb lebih dari 10. o Bila terdapat infeksi sekunder atau renjatan yang berulang-ulang berikan antibiotik o Bila terjadi kesadaran menurun dengan kejang-kejang berikan dexamethasone I. Proses Keperawatan 1. Pengkajian Kaji adanya peningkatan suhu tubuh, tanda-tanda perdarahan, mual muntah, anoreksia, nyeri uluhati dan nyeri sendi Tanda-tanda renjatan: nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab, trauma pada ekstermitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran. 2. Diagnosa Keperawatan a. Hypertermi b/d viremia b. Nyeri b/d proses patologis penyakit c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah dan anoreksia d. Gangguan aktivitas sehari-hari b/d kondisi tubuh yang lemah e. Gangguan pola tidur b/d sakit kepala dan pegal-pegal seluruh tubuh f. Gangguan mobilisasi b/d nyeri g. Risiko terjadinya perdarahan intra abdominal b/d trombositopenia h. Risiko terjadnya syok hipovolemik b/d kehilangan cairan tubuh i. Gangguan pola eliminasi b/d konstipasi j. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan DBD b/d kurangnya informasi k. Ansietas b/d kondisi Klien yang memburuk dan perdarahan yang dialami Klien l. Gangguan proses keluarga b/d anggota keluarga yang dirawat dirumah sakit m. Risiko infeksi b/dtindakan invasif n. Kurang volume cairan tubuh peningkatan permeabilitas dinding plasma o. Risiko terjadi plebitis b/d pemasangan infus p. Risiko terjadinya kelebihan cairan b/d pemberian cairan intravena 3. Intervensi NO. TUJUAN INTERVENSI RASIONAL 1. Perawat akan menangani dan meminimalkan terjadinya syk hipovolemik 1. Pantau status cairan dan evaluasi - Pemasukan (mulut dan intravena) - Pengeluaran dan kehilangan lain, seperti: urine dan muntah 2. Pantau tanda-tanda dan gejala syok, seperti: - Peningkatan frekuensi nadi disertai dengan tekanan darah yang normal atau sedikit menurun - Pengeluaran urine <30 cc/jam - Kelelahan, agitasi atau penurunan kesadaran - Penurunan frekuensi pernapasan dan kehausan - Penurunan nadi perifer - Kulit dingin, pucat, lembab atau sianosis - Penurunan Hb dan Ht 3. Jika syok terjadi, tempatkan Klien dengan posisi terlentang dengan kaki tinggikan 4. Pasang infus dan gunakan jarum yang besar jika pemberian darah sudah diantisipasi, lakukan penanganan sesuai dengan prosedur 5. Kolaborasi dengan dokter untuk penggantian cairan yang hilang dengan jumlah yang cukup 6. Batasi penjelasan dan aktivitas klien 7. Berikan penjelasan yang singkat dan dukungan psikologis dalam menurunkan ansietas Deteksi kekurangan cairan dini akan dapat melakukan intervensi yang segera untuk mencegah syok Respon komplikasi pada penurunan sirkulasi bertujuan meningkatkan pengiriman oksigen dengan cara peningkatan frekuensi jantung, pernapasan dan penurunan sirkulasi didaerah perifer (yang ditandai dengan nadi perifer tidak teraba dan kulit dingin) Nilai Hb dan Ht menurun jika terjadi perdarahan yang bermakna Meningkatkan pengembalian darah ke jantung (reload) Misalnya dengan pengobatan vasopressor, meningkatkan tahanan perifer dan meningkatkan tekanan darah Mengganti kehilangan cairan akibat evaporasi Membantu menurunkan kebutuhan O2 jaringan Ansietas yang tinggi meningkatkan kebutuhan metabolisme akan O2 2. Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan 1. Pantau suhu tubuh Klien 2. Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alkohol 3. Berikan anti piretik 4. Anjurkan Klien minum banyak Suhu tubuh 38,9 C – 44,1 C menunjukkan prosespenyakit infeksius Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan alkohol mungkin menyebabkan kedinginan, peningkatan suhu secara actual. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentral pada hipothalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi Mengganti kehilangan cairan akibat evaporasi Dikutip dari: 1. Carpenito, Diagnosa Keperawatan. EGC 2. Dongoes, Rencana Asuhan Keperawatan. EGC PENYIMPANGAN KDM DAFTAR PUSTAKA 1. Christanti Effendy, 1995. Perawatan Pasien DHF. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta 2. Doenges Marylinn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3, penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta. 3. H.M. Sjaeffollah Noer, dkk., 1996. Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi ketiga, balai penerbit FKUI, Jakarta. 4. Sri Reseki H. Hadinegoro, dkk., 1999. Demam Berdarah Dengue Naskah Lengkap. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. M DENGAN GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI “DBD/DHF” DIRUANG TRIAGE RSUP SANGLAH DENPASAR Tgl. 09 – 11 Mei 2006 I. Pengkajian Biodata A. Identitas Klien 1. Nama : Tn M 2. Umur : 24 tahun 3. JK : Laki-laki 4. Alamat : Jl. Gunung Maliawan 5. Pendidikan : SMA 6. Pekerjaan : Wiraswasta 7. Status : belum menikah 8. Tgl. Masuk : 09 Mei 2006 9. Tgl. Pengkajian : 09 Mei 2006 10. Diagnosa Medik : DHF B. Identitas Penanggung Jawab 1. Nama : Ny. A 2. Umur : 40 tahun 3. Jenis Kelamin : perempuan 4. Hubungan dgn Klien : Ibu klien II. Keluhan Utama Klien mengatakan badannya panas III. Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kluhan Utama Klien demam selama 3 hari sebelum MRS (tgl 06 Mei 2006). Demam disertai dengan sakit kepala, mual dan muntah. Kemudian demamnya turun setelah berobat ke bidan. Demam timbul kembali 1 hari yang lalu (tgl 08 Mei 2006), dimana demamnya tidak terus menerus (naik-turun). Karna keluarga klien sudah tidak dapat menangani maka klien dibawa ke RSUP Sanglah Denpasar untuk berobat. Nyeri tenggorokan (-), batuk pilek (-), perdarahan langsung (-), RL (+), mual dan muntah 3x selama klien masuk RS. Hal yang memperberat keluhan jika klien banyak beraktifitas dan hal yang memperingan jika klien beristrahat dan minum obat. b. Riwayat Keluhan Masa Lalu Klien mengatakan pernah menderita influenza, klien mengatakan tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya. Tidak ada riwayat alergi pada obat-obatan, klien tidak pernah masuk RS sebelumnya, dan klien tidak pernah dioperasi. IV. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum Klien lemah, ekspresi wajah tegang b. TTV  Tekanan darah : 120/80 mmHg  Nadi : 100 x/m  Pernapasan : 28 x/m  Suhu : 38 C c. Sistem Pernapasan Hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada sekret, tidak menggunakan alat bantu pernapasan, dan tidak ada bunyi nafas tambahan d. Sistem Kardiovaskuler Konjunctiva tidak anemis, bibir kering dan pecah-pecah, denyut nadi kuat, tidak ada perdarahan e. Sistem Pencernaan Sklera tidak ikterus, bibir kering, tidak ada stomatitis, kemampuan menelan baik, mual dan muntah 3x selama klien masuk RS. f. Sistem Indera Mata : bola mata simetris kiri dan kanan, grakan bola mata kesegala arah, dan ketajaman penglihatan baik Hidung : simetris kiri dan kanan, tidak polip dan epistaksis, fungsi penciuman baik Telinga : daun telinga simetris kiri dan kanan, fungsi pendengaran baik, tidak massa dan nyeri g. Sistem saraf Fungsi serebral : orientasi baik, klien mampu mengenal waktu, tempat, dan orang. Mampu mengingat kejadian yang lalu dan mampu berbahasa dengan kata-kata yang jelas dengan kesadaran komposmentis Fungsi Cranial : Nervus I (olfaktorius) : fungsi penciuman baik, mampu membedakan bau Nervus II (optikus) : fungsi penglihatan baik, mampu melihat objek Nervus III, IV, VI (okulomotorius, trakhealis, abdusen) : klien dapat menggerakkan bola matanya kekiri dan kekanan refleks pupil + (isokor) Nervus V (Trigeminus): Klien dapat merasakan dan membedakan sensasi panas dan dingin Nervus VII ( Facialis) : klien dapat merasakan sensasi pada wajah Nervus VIII (Acustikus) : fungsi pendengaran baik yaitu mampu mendengar dan menoleh jika dipanggil matanya Nervus IX (Galssofaringeus) : fungsi pengecapan baik yaitu dapat membedakan rasa manis, pahit, asam dan asin Nervus X (Vagus) : kemampuan menelan baik Nervus XI (Acesorius) : mampu menoleh dan menahan tahanan Nervus XII (Hipoglosus) : Klien dapat menjulurkan lidahnya h. Sistem Muskuloskeletal Bentuk kepala mesocephal, klien dapat menggerakkan kepala kekiri dan kanan, tidak ada pembengkakan pada kaki dan lutut tidak kaku i. Sistem Integumen Tubuh klien teraba demam, bibir klien kering dan pecah-pecah, rambut hitam, tidak mudah rontok, kulit warna sawo matang dan kulit kepala bersih j. Sistem endokrin Tidak adanya pembesaran kelenjar tyroid. k. Sistem Perkemihan Klien tidak mengalami poliuri, nokturia dan disuri, tidak terpasang kateter. l. Sistem Imunitas Klien tidak allergi dengan makanan dan obat-obatan m. Status Neurologi 1. Tingkat kesadaran “Composmentis” (GCS : 15) E4 : membuka mata M6 : mengikuti perintah V5 : orientasi baik 2. Koordinasi klien baik, tidak terjadi gangguan keseimbangan 3. Memory klien baik, klien mampu mengingat kejadian-kejadian masa lampau 4. Orientasi baik, klien dapat membedakan orang, tempat dan waktu 5. Tidak terjadi gangguan sensasi, klien dapat membedakan suhu panas dan dingin V. Pemeriksaan Diagnostik Tanggal 09 Mei 2006 Hasil Laboratorium: Normal • WBC : 6.2 103 /ul 4,5 – 11,0 • RBC : 4,85 m/ul 4,60 – 6,20 • HGB : 12,0 13,5 – 18,0 • HCT : 49,1 % 4,00 – 54,0 • RDW : 15,2 % 11,5 – 14,3 • PLT : 138 k/ul 150 – 450 103/ul Pemeriksaan Rontgen : Tgl 09 Mei 2006 Kesan : Tidak tampak adanya efusi pleura Uji tourniket (+) Tgl 09 Mei 2006 Terdapat Petechie > 20 disekitar lengan kanan yang diuji VI. Pengobatan dan Perawatan a. Pengobatan  IVFD RL 28 tts/i  Paracetamol 3x1 tabl.  Cefotaxim 3x1 tabl. b. Perawatan  Memberikan kompres hangat  Menganjurkan Klien banyak minum  Observasi TTV  Membantu Klien minum obat paracetamol dan cefotaxim masing-masing 1 tabl. Yang Membuat Ketua Tim, Agnes Elvi H VI. Data Fokus DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF - Klien mengatakan badannya panas - Klien mengatakan mual disertai muntah sebanyak 3 x selama klien masuk RS - Klien mengatakan sering haus - Klien mengatakan bibirnya terasa kering - Klien mengatakan tidak mengerti akan penyakitnya - Tubuh klien teraba demam - Uji RL (+) - Terdapat Petechie pada lengan kanan - Klien nampak lemah - Ekspresi wajah tegang - Bibir klien kering dan pecah-pecah - Klien mual dan muntah - Tanda-tanda vital :  Tekanan darah : 120/80 mmHg  Nadi : 100 x/m  Pernapasan : 28 x/m  Suhu : 38 C - Pemeriksaan Laboratorium:  HGB : 12,0  HCT : 49,1 %  PLT : 138 k/ul VII. Analisa Data Nama : Tn. M Umur : 24 tahun NO. DATA ETIOLOGI MASALAH 1. DS: - Klien mengatakan badannya panas - Klien mengatakan bibirnya terasa kering - Klien mengatakan sering haus DO : - Tanda-tanda vital :  Tekanan darah : 120/80 mmHg  Nadi : 100 x/m  Pernapasan : 28 x/m  Suhu : 38 C - Tubuh klien teraba demam - RL (+) - Bibir klien kering dan pecah-pecah - Pemeriksaan Laboratorium:  HGB : 12,0  HCT : 49,1 %  PLT : 138 k/ul Invasi Virus Dengue melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti Merangsang sel-sel monosit, eusinofil, neutrofil, dan makrofag untuk mengeluarkan zat-zat pirogen-endogen Impuls disampaikan ke hipothalamus bagian thermoregulator Metabolisme tubuh meningkat Hypertermi Peningkatan Suhu Tubuh 2. DS: - DO: - Tubuh klien teraba demam - Klien nampak lemah - Klien mual dan muntah - Tanda-tanda vital :  Tekanan darah : 120/80 mmHg  Nadi : 100 x/m  Pernapasan : 28 x/m  Suhu : 38 C Kebocoran plasma Permeabilitas kapiler meningkat Timbul panas sebagai kompensasi tubuh akan terjadi evaporasi; penguapan air Risiko terjadi kekurangan volume cairan Risiko terjadinya kekurangan volume cairan 3. DS: - Klien mengatakan tidak mengerti akan penyakitnya DO: - Ekspresi wajah tegang - Tanda-tanda vital:  Tekanan darah : 120/80 mmHg  Nadi : 100 x/m  Pernapasan : 28 x/m  Suhu : 38 C Perubahan status kesehatan Kurangnya pengetahuan dan informasi tentang penyakitnya Stressor bagi klien Cemas Kecemasan VIII. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan Tgl. Ditemukan Tgl Teratasi 1. Peningkatan suhu tubuh b/d viremia DS: - Klien mengatakan badannya panas - Klien mengatakan bibirnya terasa kering - Klien mengatakan sering haus DO : - Tanda-tanda vital :  Tekanan darah : 120/80 mmHg  Nadi : 100 x/m  Pernapasan : 28 x/m  Suhu : 38 C - Tubuh klien teraba demam - RL (+) - Bibir klien kering dan pecah-pecah - Pemeriksaan Laboratorium:  HGB : 12,0  HCT : 49,1 %  PLT : 138 k/ul 09 Mei 2006 2. Risiko terjadinya kekurangan volume cairan b/d peningkatan permeabilitas dinding plasma DS: - DO: - Tubuh klien teraba demam - Klien nampak lemah - Klien mual dan muntah - Tanda-tanda vital :  Tekanan darah :120/80 mmHg  Nadi : 100 x/m  Pernapasan : 28 x/m  Suhu : 38 C 09 Mei 2006 3. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi yang tidak adekuat DS: - Klien mengatakan tidak mengerti akan penyakitnya DO: - Ekspresi wajah tegang - Tanda-tanda vital:  Tekanan darah : 120/80 mmHg  Nadi : 100 x/m  Pernapasan : 28 x/m  Suhu : 38 C 09 Mei 2006 IX. Rencana Tindakan NDX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL 1. 2. 3. Klien akan menunjukkan demamnya teratasi, dengan kriteria:  Suhu tubuh normal (36-37 C)  TD dalam batas normal (110/90–130/90 mmhg)  Ht normal (40-54 %)  Trombosit normal (100.000-400.000/mm3 Gangguan keseimbangan cairan dan elekrolit teratasi dengan kriteria :  Klien tidak mual muntah  Mulut dan bibir lembab  Turgor kulit baik Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria :  Klien tidak mual muntah  Porsi makan dihabiskan  Klien tidak lemah  Nafsu makan meningkat 1. Observasi TTV 2. Berikan kompres hangat 3. Anjurkan klien untuk banyak minum 4. Anjurkan klien banyak istirahat 5. Kolaborasi pemberian obat antipiretik dan antibiotik 1. Observasi TTV 2. Anjurkan klien untuk banyak minum 3. Observasi intake dan out put 4. Kolaborasi pemberian cairan infus 5. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium. 1. Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering 2. Hindari makanan yang merangsang mual muntah 3. Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi 4. Kontrol makanan pasien sesuai diet 5. kolaborasi pemberian obat antiemetik 1. Untuk mengetahui perkebangan kesehatan 2. akan terjadi vasodilatasi yang dapat menurunkan suhu tubuh 3. Menghindari terjadinya dehidrasi akibat metabolisme tubuh meningkat 4. Memantau menurunkan demam 5. Membantu menurunkan demam dan infeksi 1. Untuk mengetahui perkembangan kesehatan dan menentukan intervensi selanjutnya 2. Mencegah dehidrasi 3. untuk mengetahui pemasukan dan pengeluaran cairan lebih dini sehingga dapat dilakukan intervensi segera untuk mencegah syok 4. Untuk memenuhi kebutuhan cairan sehingga terjadi dehidrasi 5. Mengetahui perkembangan kesehatan klien 1. membantu memenuhi kebutuhan nutrisi 2. agar tidak merangsang peningkatan asam lambung yang dapat menyebabkan mual muntah 3. Merangsang nafsu makan klien 4. Mengawasi pemenuhan klien 5. mencegah mual muntah Yang membuat, Ketua Tim Agnes Elvi H X. Catatan Tindakan No. Jam Tindakan Keperawatan Dan Hasil Paraf 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 07.30 07.35 07.40 07.45 08.00 08.05 08.10 10.00 10.20 13.00 - Mengobservasi tanda vital dengan hasil : TD : 110/80 mmHg N : 100 x/mnt S : 38,5 o C P : 25x/mnt - Melakukan kompres hangat - Menganjurkan pasien untuk banyak minum dengan hasil klien mau mium sedikit - Menganjurkan klien untuk banyak istirahat - Memberikan obat paracetamol 500 mg dan amoxcillin 500mg - Mengobservasi tanda vital dengan hasil : TD : 110/80 mmHg N : 100 x/mnt S : 38,5 o C P : 25x/mnt - Menganjurkan klien untuk banyak minum; klien minum sebanyak 100 ml - Menginfus RL 30 tts/mnt - Mengobservasi suhu tubuh 37,50 C - Pengambilan darah untuk pemeriksaan lab. (pem. Darah lengkap) - Menganjurkan klien makan sedikit tapi sering dan menjelaskan pentingnya kebutuhan makan - Menganjurkan klien untuk menghindari makanan yang merangsang mual seperti makanan yang kecut atau asam - Memberikan obat antiemetik 1 tablet (B6) XI. Catatan Perkembangan HARI/TGL NO. DX JAM EVALUASI/SOAP Selasa, 09/05/06 1. 2 3. 13.00 S : Klien mengatakan badannya masih panas O : badan lien masih teraba panas, suhu 37,5 0C A : Masalah belum teratasi P : Lanjutkan intervensi 1-5 1. Observasi TTV 2. Berikan kompres hangat 3. Anjurkan klien untuk banyak minum 4. Anjurkan klien banyak istirahat 5. Kolaborasi pemberian obat antipiretik dan antibiotik S : Klien mengatakan malas minum O : bibir klien nampak kering,nampak terpasang cairan RL 30 tts/mnt A : masalah teratasi P : Lanjutkan intervensi 1-5 1. Observasi TTV 2. Anjurkan klien untuk banyak minum 3. Observasi intake dan out put 4. Kolaborasi pemberian cairan infus 5. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium. S : klien mengatakan tidak ada nafsu makan O : klien nampak lemah A : masalah belum teratasi P : Lanjutkan intervensi 1-5 1. Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering 2. Hindari makanan yang merangsang mual muntah 3. Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi 4. Kontrol makanan pasien sesuai diet 5. kolaborasi pemberian obat antiemetik

Askep Non Hemoragik Stroke

Askep Non Hemoragik Stroke A. Definisi Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA (Cerebro Vaskular Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono,1996, hal 67) Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak dan yang sering ini adalah kulminasi penyakit cerebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131) Penyakit ini merupakan peringkat ketiga penyebab kematian di United State. Akibat stroke pada setiap tingkat umur tapi yang paling sering pada usia antara 75 – 85 tahun. (Long. C, Barbara;1996, hal 176). B. Etiologi Penyebab-penyebabnya antara lain: 1. Trombosis (Bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak) 2. Embolisme cerebral (Bekuan darah atau material lain) 3. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak) (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131) C. Faktor resiko pada stroke 1. Hipertensi 2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif) 3. Kolesterol tinggi 4. Obesitas (Kegemukan) 5. Peningkatan hematokrit (Resiko infark serebral) 6. Diabetes Melitus (Berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi) 7. Kontrasepasi oral (Khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi) 8. Penyalah gunaan obat (Kokain) 9. Konsumsi alkohol (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131) D. Manifestasi klinis Gejala - gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu.Gejala-gejala itu antara lain bersifat: 1. Sementara Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient Ischemic Attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap. 2. Sementara,namun lebih dari 24 jam Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini disebut Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RIND) 3. Gejala makin lama makin berat (Progresif) Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut Progressing Stroke atau Stroke Inevolution 4. Sudah menetap/permanen (Harsono,1996, hal 67) Gangguan yang muncul tertulis pada tabel. NO DEFISIT NEUROLOGIK MANIFESTASI 1. DEFISIT LAPANG PENGLIHATAN 1. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan) 2. Kehilangan penglihatan perifer 3. Diplopia 1. Tidak menyadari orang/objek ditempat kehilangan peglihatan 2. Mengabaikan salah satu sisi tubuh 3. Kesulitan menilai jarak 4. Kesulitan melihat pada malam hari 5. Tidak menyadari objekatau batas objek 6. Penglihatan ganda 2 DEFISIT MOTORIK 1. Hemiparese 2. Hemiplegia 3. Ataksia 4. Disatria 5. Disfagia 1. Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama 2. Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama 3. Berjalan tidak mantap, tegak 4. Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas 5. Kesulitan dalam membentuk kata 6. Kesulitan dalam menelan 3. DEFISIT SENSORI Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi) 1. Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh 2. Kesulitan dalam proprisepsi 4 DEFISIT VERBAL 1. Afasia ekspresif 2. Afasia reseptif 3. Afasia global 1. Ketidakmampuan menggunakan simbol berbicara 2. Tidak mampu menyusun kata-kata yang diucapkan 3. Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif 5. DEFISIT KOGNITIF 1. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang 2. Penurunan lapang perhatian 3. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi 4. Alasan abstrak buruk 5. Perubahan penilaian 6. DEFISIT EMOSIONAL 1. Kehilangan kontrol diri 2. Labilitas emosional 3. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres 4. Menarik diri 5. Rasa takut, bermusuhan dan marah 6. Perasaan isolasi E. Patway 1. Download Pathway Stroke Non Hemoragic F. Pemeriksaan Penunjang 1. CT Scan Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark 2. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri Pungsi Lumbal 1. Menunjukan adanya tekanan normal 2. Mekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan 3. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik. 4. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik 5. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena 6. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal (DoengesE, Marilynn,2000 hal 292) G. Penatalaksanaan 1. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral 2. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131) H. KOMPLIKASI 1. Hipoksia Serebral 2. Penurunan darah serebral 3. Luasnya area cedera (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131) I. Pengkajian 1. Aktivitas dan istirahat 1. Data Subyektif: 1. Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis. 2. Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot) 3. Perubahan tingkat kesadaran 4. Perubahan tonus otot (flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum. 5. Gangguan penglihatan 2. Sirkulasi 1. Data Subyektif: 1. Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial), polisitemia. 2. Data obyektif: 1. Hipertensi arterial 2. Disritmia, perubahan EKG 3. Pulsasi : kemungkinan bervariasi 4. Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal 3. Integritas ego : 1. Data Subyektif : 1. Perasaan tidak berdaya, hilang harapan 2. Data obyektif : 1. Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan, kegembiraan 2. Kesulitan berekspresi diri 4. Eliminasi : 1. Data Subyektif : 1. Inkontinensia, anuria 2. istensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus(ileus paralitik) 5. Makan/ minum : 1. Data Subyektif: 1. Nafsu makan hilang 2. Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK 3. Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia 4. Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah 2. Data obyektif : 1. Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring) 2. Obesitas (faktor resiko) 6. Sensori neural : 1. Data Subyektif : 1. Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA ) 2. Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid. 3. Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati 4. Penglihatan berkurang 5. Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama) 6. Gangguan rasa pengecapan dan penciuman 2. Data obyektif : 1. Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif 2. Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral) 3. Wajah: paralisis / parese (ipsilateral) 4. Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/kesulitan berkata kata, reseptif/kesulitan berkata kata komprehensif, global/kombinasi dari keduanya. 5. Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil 6. Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik 7. Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral 7. Nyeri / kenyamanan : 1. Data Subyektif : 1. Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya 2. Data obyektif : 1. Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial 8. Respirasi : 1. Data Subyektif : 1. Perokok (faktor resiko) 2. Tanda : 1. Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas 2. Timbulnya pernapasan yang sulit dan/atau tak teratur 3. Suara nafas terdengar ronchi/aspirasi 9. Keamanan : 1. Data obyektif : 1. Mottrik/sensorik : masalah dengan penglihatan 2. Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit 3. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali 4. Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh 5. Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri 10. Interaksi sosial : 1. Data obyektif : 1. Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi 11. Pengajaran / pembelajaran : 1. Data Subjektif : 1. Riwayat hipertensi keluarga, Stroke 2. Penggunaan kontrasepsi oral 12. Pertimbangan rencana pulang : 1. Menentukan regimen medikasi / penanganan terapi 2. Bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan diri dan pekerjaan rumah (DoengesE, Marilynn,2000 hal 292) J. Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan terputunya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral 1. Dibuktikan oleh : 1. Perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori 2. Perubahan respon sensorik / motorik, kegelisahan 3. Defifit sensori, bahasa, intelektual dan emosional 4. Perubahan tanda tanda vital 2. Tujuan Pasien / Kriteria evaluasi : 1. Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motor 2. Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK 3. Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan 3. Intervensi Keperawatan : 1. Independen : 1. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi individu/ penyebab koma / penurunan perfusi serebral dan potensial PTIK 2. Monitor dan catat status neurologist secara teratur 3. Monitor tanda tanda vital 4. Evaluasi pupil: ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya 5. Bantu untuk mengubah pandangan, misalnay pandangan kabur, perubahan lapang pandang / persepsi lapang pandang 6. Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan fungsi 7. Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral . 8. Pertahankan tirah baring, sediakan lingkungan yang tenang, atur kunjungan sesuai indikasi 2. Kolaborasi : 1. Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi 2. Berikan medikasi sesuai indikasi : 3. Antifibrolitik, missal aminocaproic acid (amicar) 4. Antihipertensi 5. Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine. 6. Manitol 2. Ketidakmampuan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuscular, ketidakmampuan dalam persespi kognitif 1. Dibuktikan oleh : 1. Ketidakmampuan dalam bergerak pada lingkungan fisik: kelemahan, koordinasi, keterbatasan rentang gerak sendi, penurunan kekuatan otot. 2. Tujuan Pasien / Kriteria evaluasi : 1. Tidak ada kontraktur, foot drop. 2. Adanya peningkatan kemampuan fungsi perasaan atau kompensasi dari bagian tubuh 3. Menampakan kemampuan perilaku / teknik aktivitas sebagaimana permulaanya 4. Terpeliharanya integritas kulit 3. Intervensi Keperawatan : 1. Independen : 1. Rubah posisi tiap dua jam (prone, supine, miring) 2. Mulai latihan aktif / pasif rentang gerak sendi pada semua ekstremitas 3. Topang ekstremitas pada posis fungsional , gunakan foot board pada saat selama periode paralysisi flaksid. Pertahankan kepala dalam keadaan netral 4. Evaluasi penggunaan alat bantu pengatur posisi 5. Bantu meningkatkan keseimbangan duduk 6. Bantu memanipulasi untuk mempengaruhi warna kulit edema atau menormalkan sirkulasi 7. Awasi bagian kulit diatas tonjolan tulang 2. Kolaboratif : 1. onsul kebagian fisioterapi 2. Bantu dalam meberikan stimulasi elektrik 3. Gunakan bed air atau bed khusus sesuai indikasi 3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi serebral, gangguan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial / mulut, kelemahan umum / letih. 1. Ditandai : 1. Gangguan artikulasi 2. Tidak mampu berbicara / disartria 3. Ketidakmampuan modulasi wicara, mengenal kata, mengidentifikasi objek 4. Ketidakmampuan berbicara atau menulis secara komprehensip 2. Tujuan pasien / Kriteria evaluasi : 1. Pasien mampu memahami problem komunikasi 2. Menentukan metode komunikasi untuk berekspresi 3. Menggunakan sumber bantuan dengan tepat 3. Intervensi Keperawatan : 1. Independen : 1. Bantu menentukan derajat disfungsi 2. Bedakan antara afasia denga disartria 3. Sediakan bel khusus jika diperlukan 4. Sediakan metode komunikasi alternatif 5. Antisipasi dan sediakan kebutuhan paien 6. Bicara langsung kepada pasien dengan perlahan dan jelas 7. Bicara dengan nada normal 2. Kolaborasi : 1. Konsul dengan ahli terapi wicara 4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penerimaan perubahan sensori transmisi, perpaduan (trauma / penurunan neurologi), tekanan psikologis (penyempitan lapangan persepsi disebabkan oleh kecemasan) 1. Ditandai : 1. Disorientasi waktu, tempat, orang 2. Perubahan pola tingkah aku 3. Konsentrasi jelek, perubahan proses pikir 4. Ketidakmampuan untuk mengatakan letak organ tubuh 5. Perubahan pola komunikasi 6. Ketidakmampuan mengkoordinasi kemampuan motorik. 2. Tujuan / Kriteria hasil : 1. Dapat mempertahakan level kesadaran dan fungsi persepsi pada level biasanya. 2. Perubahan pengetahuan dan mampu terlibat 3. Mendemonstrasikan perilaku untuk kompensasi 3. Intervensi Keperawatan : 1. Independen : 1. Kaji patologi kondisi individual 2. Evaluasi penurunan visual 3. Lakukan pendekatan dari sisi yang utuh 4. Sederhanakan lingkungan 5. Bantu pemahaman sensori 6. Beri stimulasi terhadap sisa sisa rasa sentuhan 7. Lindungi psien dari temperature yang ekstreem 8. Pertahankan kontak mata saat berhubungan 9. Validasi persepsi pasien 5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuro muskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol /koordinasi otot 1. Ditandai dengan : 1. Kerusakan kemampuan melakukan ADL misalnya ketidakmampuan makan, mandi, memasang/melepas baju, kesulitan tugas toiletng 2. Kriteria hasil: 1. Melakukan aktivitas perwatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri 2. Mengidentifikasi sumber pribadi / komunitas dalam memberikan bantuan sesuai kebutuhan 3. Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kenutuhan perawatan diri 3. Intervensi Keperawatan : 1. Independen : 1. Kaji kemampuan dantingkat kekurangan (dengan menggunakan skala 1-4) untuk melakukan kebutuhan ssehari-har 2. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasiensendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuha 3. Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya untuk menghindari dan atau kemampuan untuk menggunakan urinal,bedpan 4. Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikanpada kebiasaan pola nornal tersebut. Kadar makanan yang berserat,anjurkan untuk minum banyak dan tingkatkan aktivitas 5. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya. 2. Kolaborasi : 1. Berikan supositoria dan pelunak feses 2. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/okupasi 6. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi lendir 1. Kriteria hasil: 1. Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas 2. Ekspansi dada simetris 3. Bunyi napas bersih saat auskultasi 4. Tidak terdapat tanda distress pernapasan 5. GDA dan tanda vital dalam batas normal 2. Intervensi Keperawatan: 1. Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi 2. Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memmberikan pengeluaran sekresi yang optimal 3. Penghisapan sekresi 4. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam 5. Berikan oksigenasi sesuai advis 6. Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi 7. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan reflek menelan turun,hilang rasa ujung lidah 1. Ditandai dengan: 1. Keluhan masukan makan tidak adekuat 2. Kehilangan sensasi pengecapan 3. Rongga mulut terinflamasi 2. Kriteria evaluasi : 1. Pasien dapat berpartisipasi dalam intervensi specifik untukmerangsang nafsu makan 2. BB stabil 3. Pasien mengungkapkan pemasukan adekuat 3. Intervensi Keperawatan : 1. Independen : 1. Pantau masukan makanan setiap har 2. Ukur BB setiap hari sesuai indikas 3. Dorong pasien untukmkan diit tinggi kalori kaya nutrien sesuai progra 4. Kontrol faktor lingkungan (bau, bising), hindari makanan terlalu manis, berlemak dan pedas. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan 5. Identifikasi pasien yang mengalami mual muntah 2. Kolaborasi : 1. Pemberian anti emetik dengan jadwal reguler 2. Vitamin A,D,E dan B6 3. Rujuk ahli diit 4. Pasang / pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral (DoengesE, Marilynn,2000 hal 293-305) DAFTAR PUSTAKA 1. Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996 2. Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993 3. Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 1996 4. Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC ,2002 5. Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000 6. Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university press, 1996

Jumat, 02 Maret 2012

laporan pendahuluan Non hemoragik stroke

A. Konsep Dasar 1. Pengertian Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006, hlm. 1110) Stroke non hemoregik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000, hlm. 17) Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008, hlm. 130) 2. Etiologi Menurut Arif Muttaqin (2008, hlm. 128) penyebab Stroke non hemoragik diakibatkan oleh: a. Trombosis yang terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkano edema dan kongesti disekitarnya. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan trombosis otak: Ateroskelosis, hiperkoagulasi pada polisetimia, arthritis dan emboli. b. Embolisme Serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara.Menurut Arif Muttaqin (2008, hlm. 129) faktor – faktor resiko stroke non hemoragik adalah: Hipertensi, Diabetes Mellitus, merokok, minum alkohol, strees dan gaya hidup yang salah, Kontrasepsi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi), Kolesterol tinggi, Penyalahgunaan obat (kokain), makanan lemak dan faktor usia. 3. Patofisiologi Stroke adalah penyakit gangguan peredaran darah ke otak, disebabkan oleh karena penyumbatan yang dapat mengakibatkan terputusnya aliran darah ke otak sehingga menghentikan suplay oksigen, glukosa dan nutrisi lainya kedalam sel otak yang mengalami serangan pada gejala – gejala yang dapat pulih, seperti kehilangan kesadaran, jika kekurangan oksigen berlanjut lebih dari beberapa menit dapat meyebabkan nekrosis mikroskopis neuron – neuron, area nekrotik disebut infak.(Arif Muttaqin, 2008, hlm. 131) Mekanisme iskemik (non-hemoragik) terjadi karena adanya oklusi atau sumbatan di Pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya stroke, yang disebut stroke iskemik. Stroke iskemik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Penyumbatan dapat terjadi karena penumpukan timbunan lemak yang mengandung koleserol (plak) dalam pembuluh darah besar (ateri karotis) atau pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh darah kecil. Plak menyebabkan dinding dalam arteri menebal dan kasar sehingga aliran darah tidak lancar, mirip aliran air yang terhalang oleh batu. Darah yang kental akan tertahan dan menggumpal (trombosis), sehingga alirannya menjadi semakin lambat. Akibatnya otak akan mengalami kekurangan pasokan oksigen. Jika kelambatan pasokan ini berlarut, sel-sel jaringan otak akan mati. Tidak heran ketika bangun tidur, korban stroke akan merasa sebelah badannya kesemutan. Jika berlajut akan menyebabkan kelumpuhan. Penyumbatan aliran darah biasanya diawali dari luka kecil dalam pembuluh darah yang disebabkan oleh situasi tekanan darah tinggi, merokok atau arena konsumsi makanan tinggi kolesterol dan lemak. Seringkali daerah yang terluka kemudian tertutup oleh endapan yang kaya kolesterol (plak). Gumpalan plak inilah yang menyumbat dan mempersempit jalanya aliran darah yang berfungsi mengantar pasokan oksigen dan nutrisi yang diperlukan otak. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 2 jenis, yaitu : 1. Stroke Trombotik Pada stroke trombotik didapati oklusi ditempat arteri serebral yang bertrombus. Trombosis merupakan bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher dan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberal menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat-tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat-tempat khusus tersebut. Pembuluh-pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbatan fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna. 2. Stroke Embolik Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli serebral berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya akan menyumbat bagian-bagian yang sempit. Tempat yang paling sering terserang embolus sereberal adalah arteria serebral media, terutama bagian atas. 4. Manifestasi Klinis Menurut Suzzane C. Smelzzer, dkk, (2001, hlm. 2133-2134) menjelaskan ada enam tanda dan gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Adapun gejala Stroke non hemoragik adalah: a. Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter. Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron atas pada sisi yang belawanan dari otak. Disfungsi neuron paling umum adalah hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan dan hemiparises (kelemahan salah satu sisi tubuh) b. Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut: (1) Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan bicara. (2) Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif. (3) Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya. c. Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan penglihatan d. Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh. e. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin terganggu. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi. f. Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol motorik. 5. Klasifikasi stroke non hemoragik Menurut Tarwoto, dkk (2007, hlm. 69) Stroke non hemoragik dapat diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu: a. TIA (Trans Ischemic Attack) Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. b. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defisit) Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu. c. Stroke in Volution (progresif) Perkembangan stroke terjadi perlahan – lahan sampai akut, munculnya gejala makin memburuk, proses progresif berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari. d. Stroke Komplit Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent, dari sejak awal serangan dan sedikit tidak ada perbaikan. 6. Penatalaksanaan Medis Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi: a. Pengobatan Konservatif Menurut Suzzane C. Smelzzer, dkk. (2001, hlm. 2137) pengobatan konservatif meliputi: 1. Diuretika: Untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral. 2. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi dari tempat lain dalam kardiovaskuler. 3. Anti trombosit: dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi. b. Pengobatan pembedahan Menurut Arif Muttaqin, (2008, hlm. 142) tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral 1. Endosteroktomi karotis (lihat pada gambar 2.7)membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher. 2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA 7. Pemeriksaan Penunjang dan komplikasi a. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan diagnostik menurut Arif Muttaqin (2008, hlm. 139) yaitu: 1. CT Scan (Computer Tomografi Scan) Pembidaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemerikasaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak. 2. Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik okulasi atau raftur. 3. Pungsi Lumbal Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan. 4. Magnatik Resonan Imaging (MRI):  Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik. 5. Ultrasonografi Dopler :  Mengidentifikasi penyakit arteriovena. 6. Sinar X Tengkorak:  Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal. 7. Elektro Encephalografi (EEG)  Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. Pemeriksaan Laboratorium Lumbal pungsi, pemeriksaan likuor merah biasanya di jumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal sewaktu hari – hari pertama. Pemeriksaan kimia darah, pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg didalam serum. b. Komplikasi Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral dan luasnya area cidera (Suzzane C. Smelzzer, dkk, 2001, hlm. 2137) a. Hipoksia serebral Otak bergantung pada ketersedian oksigen yang dikirimkan ke jaringan. b. Penurunan darah serebral Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. c. Luasnya area cidera Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibralsi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan menurunkan aliran darah serebral. Distritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian thrombus lokal. B. Konsep Keperawatan 1. Pengkajian a. Pengkajian Primer  Airway Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk  Breathing Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi  Circulation TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut b. Pengkajian Sekunder 1. Aktivitas dan istirahat Data Subyektif:  kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.  mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot ) Data obyektif:  Perubahan tingkat kesadaran  Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.  gangguan penglihatan 2. Sirkulasi Data Subyektif:  Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia. Data obyektif:  Hipertensi arterial  Disritmia, perubahan EKG  Pulsasi : kemungkinan bervariasi  Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal 3. Integritas ego Data Subyektif:  Perasaan tidak berdaya, hilang harapan Data obyektif:  Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan  kesulitan berekspresi diri 4. Eliminasi Data Subyektif:  Inkontinensia, anuria  distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus( ileus paralitik ) 5. Makan/ minum Data Subyektif:  Nafsu makan hilang  Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK  Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia  Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah Data obyektif:  Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )  Obesitas ( factor resiko ) 6. Sensori neural Data Subyektif:  Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )  nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.  Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati  Penglihatan berkurang  Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )  Gangguan rasa pengecapan dan penciuman Data obyektif:  Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif  Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral )  Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )  Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.  Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil  Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik  Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral 7. Nyeri / kenyamanan Data Subyektif: Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya Data obyektif: Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial 8. Respirasi Data Subyektif: Perokok ( factor resiko )\ 9. Keamanan Data obyektif:  Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan  Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit  Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali  Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh  Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri 10. Interaksi social Data obyektif: Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi. 2. Diagnosa Keperawatan a. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah: penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral. b. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, flaksid / paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan perceptual / kognitif. c. Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis b.d kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus / kontrol otot fasial / oral, kelemahan/kelelahan umum. d. Kurang perawatan diri b.d kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi otot. e. Kurang pengetahuan, mengenai kondisi dan pengobatan b.d kurang pemajanan, keterbatasan kognitif, kesalahan interpestasi informasi. f. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan 3. Rencana Keperawatan a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan oklusif, edema serebral. Tujuan :  Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif dan motorik/sensori.  Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak adanya tanda-tanda peningkatan Tekana Intra Kranial.  Menunjukan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan kembali. Perencanaan tindakan :  Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya.  Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab khusus selama koma/penurunan perfusi jaringan serebral dan potensial terjadinya peningkatan Tekanan Intra Kranial.  Pantau tanda-tanda vital seperti adanya hipertensi/hipotensi, bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan.  Catat frekuensi dan irama dari pernapasan, auskultasi adanya murmur.  Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutuhan, gangguan lapang pandang atau kedalam persepsi.  Letakan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis.  Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung/aktivitas pasien sesuai dengan indikasi. Berikan istirahat secara periodik antara aktivitas perawatan, batasi lamanya setiap prosedur.  Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara.  Cegah terjadinya mengejan saat defikasi dan pernapasan yang memaksa (batuk terus-menerus).  Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, seperti masa protrombin, kadar dilatin. b. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, flaksid/paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan perceptual/kognitif. Tujuan :  Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, foot drop.  Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi.  Mendemontrasikan tehnik/prilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas, dan mempertahankan integritas kulit. Perencanaan tindakan:  Kaji kemampuan secara fungsionalnya/luasnya kerusakan awal dan dengan cara teratur.  Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakan dalam posisi bagian yang terganggu.  Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan lakukan latihan seperti latihan kuadrisep/gluteal, meremas bola karet, melakukan jari-jari dan kaki/telapak.  Tinggikan tangan dan kepala.  Observasi daerah yang tertekan termasuk warna, edema, atau tanda lain dari gangguan sirkulasi.  Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol secara teratur. Lakukan massage secara hati-hati pada daerah kemerahan dan beriakan alat bantu seperti bantalan lunak kulit sesuai dengan kebutuhan.  Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan mengguanakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/menggerakan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.  Konsultasikan dengan ahli fisiotrapi secara aktif, latihan resestif, dan ambulasi pasien. c. Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis b.d kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/kontrol otot fasial/oral, kelemahan/kelelahan umum. Tujuan :  Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi.  Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan.  Menggunakan sumber-sumber dengan tepat Perencanaan tindakan :  Kaji tipe atau derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.  Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan memberikan umpan balik.  Tunjukan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut.  Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti SH atau pus.  Minta pasien untuk menulis nama atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek.  Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien.  Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara. d. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan dan ketahanan. Tujuan :  Mendemonstrasikan tekhnik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.  Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri. Perencanaan tindakan:  Kaji kemampun dari tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari – hari.  Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan  Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya untuk menghindari atau kemampuan untuk menggunakan urinal, bedpen. Bawa pasien ke kamar mandi dengan teratur interval waktu tertentu untuk berkemih jika memungkinkan.  Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi. e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi kurang mengingat. Tujuan :  Berpartisipasi dalam belajar  Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan terapeutik.  Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan. Perencana tindakan:  Kaji ulang tingkat pemahaman klien tentang penyakit  Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada individu  Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri  Berikan informasi mengenai penyebab penyakit stroke, penyebab dan pencegahan, dan makan yang berpengaruh  Rujuk atau tegaskan perlu evaluasi dengan tim ahli rehabilitasi, seperti ahli fisioterapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara. f. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan Tujuan : Pola nafas pasien efektif Kriteria Hasil:  RR 18-20 x permenit  Ekspansi dada normal. Intervensi :  Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.  Auskultasi bunyi nafas.  Pantau penurunan bunyi nafas.  Pastikan kepatenan O2 binasal.  Berikan posisi yang nyaman : semi fowler.  Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam.  Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan. DAFTAR PUSTAKA 1. Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta. EGC. 2. Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C. 2000. Edisi 3. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta.EGC. 3. Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Pertama. Jakarta. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 4. Price, Sylvia A. 1995.Edisi 4. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta. EGC

Kamis, 01 Maret 2012

Laporan Pendahuluan Diare

A. Konsep Dasar 1. Pengertian Diare adalah keadaan kekerapan dan keenceran buang air besar dimana frekuensinya lebih dari tiga kali per hari dan banyaknya lebih dari 200 – 250 gram. 2. Etiologi a. Faktor Infeksi Infeksi enternal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. 1. Infeksi bakteri : Vibrio coma, Ecserchia coli, Salmonella, Shigella, Compilobacter, Yersenia dan Acromonas. 2. Infeksi virus : Entero virus (Virus echo, Coxechasi dan Poliomyelitis), Adeno virus, Rota virus dan Astrovirus. 3. Infeksi parasit : Cacing, protozoa dan jamur. 4. Infeksi parental, yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alatpencernaan, sepertiOtitis Media Akut, Tonsilopharingitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak dibawah 2 tahun. b. Bukan faktor infeksi 1. Alergi makanan : susu dan protein. 2. Gangguan metabolik atau malabsorbsi. 3. Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan. 4. Obat-obatan seperti antibiotik. 5. Penyakit usus seperti Colitis ulserative, crohn disease dan enterocolitis. 6. Faktor psikologis : rasa tahut dan cemas. 7. Obstruksi usus. 3. Patofisiologi a. Gangguan osmotic Makanan atau zat yang tidak dapat diserap menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, hal ini menyebabkan isi rongga usus berlebihan sehingga merangsang usus mengeluarkannya (diare). b. Gangguan sekresi Toxin pada dinding usus meningkatkan sekresi air dan lektrolit kedalam usus, peningkatan isi rongga usus merangsang usus untuk mengeluarkannya. c. Gangguan motalitas usus Hyperperistaltik menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan. Atau peristaltik yang menurun menyebabkan bakteri tumbuh berlebihan menyebabkan peradangan pada rongga usus sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat hal ini menyebabkan absorsi rongga usus menurun sehingga terjadilah diare. 4. Manifestasi Klinik Gejal klinik yang timbul tergantung dari intensitas dan tipe diare, namun secara umum tanda dan gejala yang sering terjadi adalah : a. Sering buang air besar lebih dari 3 kali dan dengan jumlah 200 – 250 gr. b. Anorexia. c. Vomiting. d. Feces encer dan terjadi perubahan warna dalam beberapa hari. e. Terjadi perubahan tingkah laku seperti rewel, iritabel, lemah, pucat, konvulsi, flasiddity dan merasa nyeri pada saat buang air besar. f. Respirasi cepat dan dalam. g. Kehilangan cairan/dehidrasi dimana jumlah urine menurun, turgor kulit jelek, kulit kering, terdapat fontanel dan mata yang cekung serta terjadi penurunan tekanan darah. 5. Penatalaksanaan Dasar-dasar penatalaksanaan diare pada anak adalah : (5 D) 1. Dehidrasi. 2. Diagnosis. 3. Diet. 4. Defisiensi disakarida 5. Drugs Pada dehidrasi ringan diberikan : a. Oralit + cairan b. ASI/susu yang sesuai c. Antibiotika (hanya kalau perlu saja) Pada dehidrasi sedang, penderita tidak perlu dirawat dan diberikan : a. Seperti pengobatan dehidrasi ringan b. Bila tidak minum ASI : 1. Kurang dari 1 tahun LLM dengan takaran 1/3, 2/3 penuh ditambah oralit. 2. Untuk umur 1 tahun lebih , BB 7 kg lebih : teh, biskuit, bubur dan seterusnya selain oralit. Formula susu dihentikan dan baru dimulai lagi secara realimentasi setalh makan nasi. Pada dehidrasi berat, penderita harus dirawat di RS. Pengobatan diare lebih mengutamakan pemberian cairan, kalori dan elektrolit yang bisa berupa larutan oralit (garam diare) guna mencegah terjadinya dehidrasi berat, sedangkan antibiotika atau obat lain hanya diberikan bila ada indikasi yang jelas. Spasmolitika dan obstipansia pada diare tidak diberikan karena tidak bermanfaat bahkan dapat memberatkan penyakit. 6. Klasifikasi diare Tahapan dehidrasi menurut Ashwill dan Droske (1977) : 1. Dehidrasi ringan : dimana berat badan menurun 3 – 5 % dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 ml/kgBB. 2. Dehidrasi sedang : dimana berat badan menurun 6 – 9 % dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 – 90 ml/kgBB. 3. Dehidrasi berat : dimana berat badan menurun lebih dari 10 % dengan volume cairan yang hilang sama dengan atau lebih dari 100 ml/kgBB. 7. Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi pada anak yang menderita diare adalah : 1. Dehidrasi 2. Hipokalemi. 3. Hipokalsemi 4. Cardiac disrythmias 5. Hiponatremi. 6. Syok hipovolemik 7. Asidosis. B. Konsep keperawatan 1. Pengkajian Dasar data pengkajian klien : 1. Aktivitas/Istirahat Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare. Merasa gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas/kerja s/d efek proses penyakit. 2. S i r k u l a s i Tanda : Takhikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses imflamasi dan nyeri). Kemerahan, area ekimosis (kekurangan vitamin K). Hipotensi termasuk postural. Kulit/membran mukosa : turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi). 3. Integritas Ego Gejala : Ansietas, ketakutan, emosi kesal, mis. Perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan. Faktor stress akut/kronis mis. Hubungan dengan keluarga/pekerjaan, pengobatan yang mahal. Faktor budaya – peningkatan prevalensi. Tanda : Menolak, perhatian menyempit, depresi. 4. E l i m i n a s i Gejala : Tekstur feses bervariasi dari bentuk lunak sampai bau atau berair. Episode diare berdarah tidak dapat diperkirakan, hilang timbul, sering tidak dapat dikontrol, perasaan dorongan/kram (tenesmus). Defakasi berdarah/pus/mukosa dengan atau tanpa keluar feces. Peradarahan perektal. Tanda : Menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik atau adanya peristaltik yang dapat dilihat. Haemoroid, oliguria. 5. Makanan/Cairan Gejala : Anoreksia, mual/muntah. Penurunan BB. Tidak toleran terhadap diet/sensitive mis. Buah segar/sayur, produk susu, makanan berlemak. Tanda : Penurunan lemak subkutan/massa otot. Kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk. Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut. 6. H i g i e n e Tanda : Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri. Stomatitis menunjukkan kekurangan vitamin. Bau badan. 7. Nyeri/Kenyamanan Gejala : Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kanan bawah (mungkin hilang dengan defakasi). Titik nyeri berpindah, nyeri tekan, nyeri mata, foofobia. Tanda : Nyeri tekan abdomen/distensi. 8. K e a m a n a n Gejala : Anemia hemolitik, vaskulitis, arthritis, peningkatan suhu (eksaserbasi akut), penglihatan kabur. Alergi terhadap makanan/produk susu. Tanda : Lesi kulit mungkin ada, ankilosa spondilitis, uveitis, konjungtivitis/iritis. 9. Interaksi Sosial Gejala : Masalah hubungan/peran s/d kondisi, ketidakmampuan aktif dalam sosial. 11. Penyuluhan Pembelajaran Gejala : Riwayat keluarga berpenyakit Diare. 2. Penetapan Diagnosa Keperawatan, Tujuan, Rasionalisasi Yang Lazim Terjadi 1. Diare b/d imflamasi, iritasi dan malabsorpsi usus, adanya toksin dan penyempitan segemental usus ditandai dengan : - Peningkatan bunyi usus/peristaltik. - Defakasi sering dan berair (fase akut) - Perubahan warna feses. - Nyeri abdomen tiba-tiba, kram. Tujuan : - Keluarga akan melaporkan penurunan frekuensi defakasi, konsistensi kembali normal. - Keluarga akan mampu mengidentifikasi/menghindari faktor pemberat. Intervensi : a. Observasi dan catat ferkuensi defakasi, karekteristik, jumlah dan faktor pencetus. R/ : Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya episode. b. Tingkatkan tirah baring, berikan alat-alat disamping tempat tidur. R/ : Istirahat menurunkan motalitas usus juga menurunkan laju metabolisme bila infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi. Defakasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa tanda dan dapat tidak terkontrol, peningkatan resiko inkontinensia/jatuh bila alat-alat tidak dalam jangkauan tangan. c. Buang feses dengan cepat dan berikan pengharum ruangan. R/ : Menurunkan bau tak sedap untuk menghindari rasa malu klien. d. Identifikasi makanan/cairan yang mencetuskan diare. R/ : Menghindari iritan dan meningkatkan istirahat usus. e. Observasi demam, takhikardi, lethargi, leukositosis/leukopeni, penurunan protein serum, ansietas dan kelesuan. R/ : Tanda toksik megakolon atau perforasi dan peritonitis akan terjadi/telah terjadi memerlukan intervensi medik segera. f. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian : - Antikolinergik. R/ : Menurunkan motalitas/peristaltik GI dan menurunkan sekresi digestif untuk menghilangkan kram dan diare. - Steroid R/ : Diberikan untuk menurunkan proses inflamasi. - Antasida R/ : Menurunkan iritasi gaster, mencegah inflamasi dan menurunkan resiko infeksi pada kolitis. - Antibiotik R/ : Mengobati infeksi supuratif lokal. g. Bantu/siapkan intervensi bedah. R/ : Mungkin perlu bila perforasi atau obstruksi usus terjadi atau penyakit tidak berespon terhadap pengobatan medik. 2. Resiko kurang volume cairan b/d Kehilangan banyak melalui rute normal (diare berat, muntah), status hipermetabolik dan pemasukan terbatas. Tujuan : Klien akan menampakkan volume cairan adekuat/mempertahankan cairan adekuat dibuktikan oleh membran mukosa lembab, turgor kulit baik dan pengisian kapiler baik, TTV stabil, keseimbangan masukan dan haluaran dengan urine normal dalam konsentrasi/jumlah. Intervensi : a. Awasi masukan dan haluaran urine, karakter dan jumlah feces, perkirakan IWL dan hitung SWL. R/ : Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan. b. Observasi TTV. R/ : Hipotensi (termasuk postural), takikardi, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan/atau efek kehilangan cairan. c. Observasi adanya kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit, prngisisan kapiler lambat. R/ : Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi. d. Ukur BB tiap hari. R/ : Indikator cairan dan status nutrisi. e. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring dan hindari kerja. R/ : Kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan kehilangan cairan usus. f. Catat kelemahan otot umum dan disritmia jantung R/ : Kehilangan cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidak seimbangan elektrolit. Gangguan minor pada kadar serum dapat mengakibatkan adanya dan/atau gejala ancaman hidup. g. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian : - Cairan parenteral, transfusi darah sesuai indikasi. R/ : Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggatntian cairan untuk memperbaiki kehilangan/anemia. - Anti diare. R/ : Menurunkan kehilangan cairan dari usus. - Antiemetik R/ : Digunakan untuk mengontrol mual/muntah pada eksaserbasi akut. - Antipiretik R/ : Mengontrol demam. Menurunkan IWL. - Elektrolit tambahan R/ : Mengganti kehilangan cairan melalui oral dan diare. 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ganguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik, secara medik masukan dibatasi ditandai dengan : - Penurunan BB, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus otot buruk. - Bunyi usus hiperaktif. - Konjungtiva dan membran mukosa pucat. - Menolak untuk makan. Tujuan : Klien akan menunjukkan/menampakkan BB stabil atau peningkatan BB sesuai sasaran dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi. Intervensi : a. Timbang BB setiap hari atau sesuai indikasi. R/ : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet/keefektifan terapi. b. Dorong tirah baring dan/atau pembatasan aktifitas selama fase sakit akut. R/ : Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi. c. Anjurkan istirahat sebelum makan. R/ : Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan. d. Berikan kebersihan mulut terutama sebelum makan. R/ : Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan. e. Ciptakan lingkungan yang nyaman. R/ : Lingkungan yang nyaman menurunkan stress dan lebih kondusif untuk makan. f. Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen, flatus. R/ : Mencegah serangan akut/eksaserbasi gejala. g. Dorong klien untuk menyatakan perasaan masalah mulai makanan/diet. R/ : Keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan oleh takut makan akan menyebabkan eksaserbasi gejala. h. Kolaborasi dengan tim gizi/ahli diet sesuai indikasi, mis : cairan jernih berubah menjadi makanan yang dihancurkan, rendah sisa, protein tinggi, tinggi kalori dan rendah serat. R/ : Memungkinkan saluran usus untuk mematikan kembali proses pencernaan. Protein perlu untuk penyembuhan integritas jaringan. Rendah serat menurunkan respon peristaltik terhadap makanan. i. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian : - Preparat Besi. R/ : Mencegah/mengobati anemi. - Vitamin B12 R/ : Penggantian mengatasi depresi sumsum tulang karena proses inflamasi lama, Meningkatkan produksi SDM/memperbaiki anemia. - Asam folat. R/ : Kehilangan folat umum terjadi akibat penurunan masukan/absopsi. - Nutrisi parenteral total, terapi IV sesuai indikasi. R/ : Program ini mengistirahatkan GI sementara memberikan nutrisi penting. 4. Nyeri b/d Hiperperistaltik,diare lama, iritasi kulit/jaringan, ekskoriasi fisura perirektal ditandai dengan : - Laporan nyeri abdomen kolik/kram/nyeri menyebar. - Perilaku distraksi, gelisah. - Ekspresi wajah meringis - Perhatian pada diri sendiri. Tujuan : - Klien akan melaporkan nyeri hialng/terkontrol. - Klien akan menampakkan perilaku rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat. Intervensi : a. Dorong klien/keluarga untuk melaporkan nyeri yang dialami oleh klien. R/ : Mencoba untuk mentoleransi nyeri daripada meminta analgesik. b. Observasi laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas (skala 0 – 10), selidiki dan laporkan perubahan karakteristik nyeri. R/ : Nyeri sebelum defakasi sering terjadi dengan tiba-tiba dimana dapat berat dan terus menerus. Perubahan pada karakterisik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit/terjadinya komplikasi. c. Amati adanya petunjuk nonverbal , selidiki perbedaan petunjuk verbal dan nonverbal. R/ : Bahasa tubuh/petunjuk nonverbal dapat secara psikologis dan fisiologis dapat digunakan pada hubungan petunjuk verbal untuk untuk mengidentifikasi luas/beratnya masalah. d. Kaji ulang faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya/menghilangnya nyeri. R/ : Dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor pemberat atau mengidentifikasi terjadinya komplikasi. e. Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, ubah posisi dan aktifitas senggang. R/ : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping. f. Observasi/catat adanya distensi abdomen dan TTV. R/ : Dapat menunjukkan terjadinya obstruksi usus karena inflamasi, edema dan jaringan parut. g. Kolaborasi dengan timgizi/ahli diet dalam melakukan modifikasi diet dengan memberikan cairan dan meningkatkan makanan padat sesuai toleransi. R/ : Istirahat usus penuh dapat menurunkan nyeri/kram. h. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian : - Analgesik R/ : Nyeri bervariasi dari ringan sampai berat dan perlu penanganan untuk memudahkan istirahat secara adekuat dan prose penyembuhan. - Antikolinergik R/ : Menghilangkan spasme saluran GI dan berlanjutnya nyeri kolik. - Anodin supp. Merilekskan otot rectal dan menurunkan nyeri spasme. 5. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan ditandai dengan : - Eksaserbasi penyakit tahap akut. - Peningkatan ketegangan, distress, ketakutan. - Menunjukkan masalah tentang perubahan hidup. - Perhatian pada diri sendiri. Tujuan : - Orang tua akan menampakkan perilaku rileks dan melaporkan penurunan kecemasan sampai tingkat mudah ditangani. - Orang tua akan menyatakan kesadaran perasaan kecemasan dan cara sehat menerimanya. Intervensi : a. Amati petunjuk perilaku mis : gelisah, peka rangsang, menolak, kurang kontak mata, perilaku menarik perhatian. R/ : Indikator derajat kecemasan/stress. Hal ini dap terjadi akibat gejala fisik kondisi juga reaksi lain. b. Dorong orang tua untuk mengeksplorasi perasaan dan berikan umpan balik. R/ : Membuat hubungan teraupetik. Membantu klien/orang terdekat dalammengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress. Klien dengan diare berat/konstipasi dapat ragu-ragu untuk meminta bantuan karena takut terhadap staf. c. Berikan informasi nyata/akurat tentang apa yang dilakukan mis : tirah baring, pembatasan masukan peroral dan posedur. R/ : Keterlibatan klien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan kecemasan. d. Berikan lingkungan tenang dan istitahat. R/ : Memindahkan klien dari stress luar meningkatkan relaksasi dan membantu menurunkan kecemasan. e. Dorong orang tua untuk menyatakan perhatian, perilaku perhatian. R/ : Tindakan dukungan dapat membantu klien merasa stress berkurang, memungkinkan energi dapat ditujukan pada penyembuhan/perbaikan. f. Bantu orang tua untuk mengidentifikasi/memerlukan perilaku koping yang digunakan pada masa lalu. R/ : Perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah/stress saat ini, meningktkan rasa kontrol diri klien. g. Bantu orang tua belajar mekanisme koping baru mis : teknik mengatasi stress, keterampilan organisasi. R/ : Belajar cara baru untuk mengatasi masalah dapat membantu dalam menurunkan stress dan kecemasan, meningkatkan kontrol penyakit. 6. Kurang pengetahun orang tua (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis kebutuhan pengobatan b/d kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat dan tidak mengenal sumber informai ditandai dengan : - Pertanyaan, meminta informasi, pernyataan salah konsep. - Tidak akurat mengikuti instruksi. - Terjadi komplikasi/eksaserbasi yang dapat dicegah. Tujuan : - Orang tua akan menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan pengobatan. - Orang tua akan dapat mengidentifikasi situasi stress dan tindakan khusus untuk menerimanya. - Orang tua akan berpartisipai dalam program pengobatan. - Orang tua akan melakukan perubahan pola hidup tertentu. Intervensi : a. Kaji persepsi orang tua tentang proses penyakit yang diderita anaknya. R/ : Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu. b. Jelaskan tentang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang menimbulkan gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor penyebab. Dorong orang tua untuk mengajukan pertanyaan. R/ : Pengetahuan dasar yang akurat memberikan orang tua kesempatan untuk membuat keputusan informasi/pilihan tentang masa depan dan kontrol penyakit kronis. Meskipun kebanyakan klien tahu tentang proses penyakitnya sendiri, merek dapat mengalami informai yang tertinggal atau salah konsep. c. Jelaskan tentang obat yang diberikan, tujuan, frekuensi, dosis dan kemungkinan efek samping. R/ : Meningkatkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program. d. Tekankan pentingnya perawatan kulit mis : teknik cuci tangan dengan baik dan perawatan perineal yang baik. R/ : Menurunkan penyebran bakteri dan risiko iritasi kulit/kerusakan, infeksi. 3. E v a l u a s i Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah utama diare dikatakan berhasil/efektif jika : 1. Klien mampu menampakkan hilangnya diare melalui fungsi usus optimal/stabil. 2. Komplikasi minimal/dapat dicegah. 3. Stres mental/emosi keluarga (orang tua) minimal/dapat dicegah dengan menerima kondisi dengan positif. 4. Orang tua mampu mengetahui/memahami/menyebutkan informasi tentang proses penyakit, kebutuhan pengobatan dan aspek jangka panjang/potensial komplikasi berulangnya penyakit. DAFTAR PUSTAKA 1. Catzel Pincus dan Roberts. Kapita Selekta Pediatri. Edisi II. EGC. Jakarta. 1992 2. Doenges ME. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta. 2000 3. Issesbacher, dkk. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta. 2000 4. Soegeng, Prof. DR. dr, SpA (K) . Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan Penatalaksanaan. 5. Sacharin, RM. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. EGC. Jakarta. 1996. 6. Wong Donna L. Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. EGC. Jakarta. 2004

ASKEP KLIEN DENGAN REMATIK

I. KONSEP MEDIS A. PENGERTIAN Pengertian Penyakit reumatik /rematik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 ) B. PENYEBAB / ETIOLOGI Penyebab utama penyakit Reumatik masih belum diketahui secara pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab Artritis Reumatoid, yaitu: 1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus. 2. Endokrin 3. Autoimmun 4. Metabolik 5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan Pada saat ini Artritis rheumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita. C. EPIDEMIOLOGI Penyakit Artritis Rematoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar diseluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik. Artritis rheumatoid sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita denga pria sebesar 3: 1. kecenderungan wanita untuk menderita Artritis rheumatoid dan sering dijumpai remisi pada wanita yang sedang hamil, hal ini menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. D. MANIFESTASI KLINIK Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang lazim ditemukan pada penderita Reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi. a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya. b. Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang. c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam. d. Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang . e. Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi. f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat. g. Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi): reumatik juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis siccs yang merupakan sindrom SjÖgren, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai pada myocardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati. E. DIAGNOSTIK Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen. Kriteria Artritis rematoid menurut American reumatism Association ( ARA ) adalah: 1. Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari ( Morning Stiffness ). 2. Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi. 3. Pembengkakan ( oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan ) pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu. 4. Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain. 5. Pembengkakan sendi yanmg bersifat simetris. 6. Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor. 7. Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid 8. Uji aglutinnasi faktor rheumatoid F. PENATALAKSANAAN / PERAWATAN Oleh karena kausa pasti arthritis Reumatoid tidak diketahui maka tidak ada pengobatan kausatif yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Hal ini harus benar-benar dijelaskan kepada penderita sehingga tahu bahwa pengobatan yang diberikan bertujuan mengurangi keluhan/ gejala memperlambat progresifvtas penyakit. Tujuan utama dari program penatalaksanaan/ perawatan adalah sebagai berikut : § Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan § Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita § Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi § Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain. Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas, yaitu : a. Pendidikan Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus. b. Istirahat Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat. c. Latihan Fisik dan Termoterapi Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang bisa diatur serta mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di rumah. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya penyakit. d. Diet/ Gizi Penderita Reumatik tidak memerlukan diet khusus. Ada sejumlah cara pemberian diet dengan variasi yang bermacam-macam, tetapi kesemuanya belum terbukti kebenarannya. Prinsip umum untuk memperoleh diet seimbang adalah penting. e. Obat-obatan Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan penyakit reumatik. Obat-obatan yang dipakai untuk mengurangi nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit. Pemeriksaan Diagnostik Artritis Reumatoid Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus. Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas. Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas. LED : Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi. SDP: Meningkat pada waktu timbul proses inflamasi. JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang. Ig ( Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai penyebab AR. Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan. Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ). Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas. Prioritas Keperawatan 1. Menghilangkan nyeri 2. Meningkatkan mobilitas. 3. Meningkatkan monsep diri yang positif 4. mendukung kemandirian 5. Memberikan informasi mengenai proses penyakit/ progno DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. NYERI AKUT/ KRONIS Dapat dihubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi. Dapat dibuktikan oleh : Keluhan nyeri,ketidaknyamanan, kelelahan. Berfokus pada diri sendiri/ penyempitan fokus Perilaku distraksi/ respons autonomic Perilaku yang bersifart ahti-hati/ melindungi Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan: Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan. Mengikuti program farmakologis yang diresepkan Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri. Intervensi dan Rasional:. a. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal (R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program) b. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan (R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri) c. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace. (R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi) d. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak. (R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi) e. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya. (R/ Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan) f. Berikan masase yang lembut (R/meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri) g. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas. (R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping)Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu. (R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat) h. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. (R/ Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi) i. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat) (R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.) j. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan (R/ Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut) 2. MOBILITAS FISIK,M KERUSAKAN Dapat dihubungkan dengan : Deformitas skeletal Nyeri, ketidaknyamanan Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot. Dapat dibuktikan oleh : Keengganan untuk mencoba bergerak/ ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik. Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/ kontrol dan massa ( tahap lanjut ). Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan : Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur. Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh. Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas Intervensi dan Rasional:. a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi (R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi) b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.(R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan) c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan (R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi) d. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze (R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit) e. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace (R/ Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor) f. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. (R/ Mencegah fleksi leher) g. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan (R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas) h. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda. (R/ Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh) i. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. (R/ Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat) j. Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan. (R/ Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas) k. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid). (R/ Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut) 3. GANGGUAN CITRA TUBUH/ PERUBAHAN PENAMPILAN PERAN Dapat dihubungkan dengan : Perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas. Dapat dibuktikan oleh : Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit. Bicara negatif tentang diri sendiri, fokus pada kekuatan masa lalu, dan penampilan. Perubahan pada gaya hidup/ kemapuan fisik untuk melanjutkan peran, kehilangan pekerjaan, ketergantungan p[ada orang terdekat. Perubahan pada keterlibatan sosial; rasa terisolasi. Perasaan tidak berdaya, putus asa. Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan : Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan. Menyusun rencana realistis untuk masa depan. Intervensi dan Rasional:. a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan. (R/Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung) b. Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual. (R/Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut) c. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan. (R/ Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri) d. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan. (R/ Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi) e. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan. (R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut) f. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping. (R/ Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri) g. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas. (Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong berpartisipasi dalam terapi) h. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.(R/ Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri) i. Berikan bantuan positif bila perlu. (R/ Memungkinkan pasien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya diri) j. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri, psikolog. (R/ Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan) k. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obat-obatan peningkat alam perasaan. (R/ Mungkin dibutuhkan pada sat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemapuan koping yang lebih efektif) 4. KURANG PERAWATAN DIRI Dapat dihubungkan dengan : Kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi. Dapat dibuktikan oleh : Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari. Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan : Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual. Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri. Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri. Intervensi dan Rasional:. a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi. (R/ Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini). b. Pertakhankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. (R/ Mendukung kemandirian fisik/emosional) c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan. (R/ Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri) d. Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. (R/ Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran) e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan evaluasi setelahnya. (R/ Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat kemampuan aktual) f. Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan rumah, ahli nutrisi. (R/ Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk persiapan situasi di rumah) 5. PENATALAKSANAAN PEMELIHARAAN RUMAH, KERUASAKAN, RESIKO TINGGI TERHADAP Faktor risiko meliputi : Proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat. Dapat dibuktikan oleh : (Tidak dapat diterapkan; adanya tanda dan gejala membuat diagnosa menjadi aktual) Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan : Mempertahankan keamanan, lingkungan yang meningkatkan pertumbuhan. Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang efektif dan tepat. Intervensi dan Rasional:. a. Kaji tingkat fungsi fisik (R/ Mengidentifikasi bantuan/ dukungan yang diperlukan) b. Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan untuk diri sendiri. (R/ Menentukan kemungkinan susunan yang ada/ perubahan susunan rumah untuk memenuhi kebutuhan individu) c. Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi individual. Identifikasi sistem pendukung yang tersedia untuk pasien, mis: membagi tugas-tugas rumah tangga antara anggota keluarga. (R/ Menjamin bahwa kebutuhan akan dipenuhi secara terus-menerus) d. Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan, mis: lift, peninggian dudukan toilet. (R/ Memberikan kesempatan untuk mendapatkan peralatan sebelum pulang) e. Kolaborasi: Koordinasikan evaluasi di rumah dengan ahli terapi okupasi. (R/ Bermanfaat untuk mengidentifikasi peralatan, cara-cara untuk mengubah tugas-tugas untuk mengubah tugas-tugas untuk mempertahankan kemandirian) f. Kolaborasi: Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: pelayanan pembantu rumah tangga bila ada. (R/ Memberikan kemudahan berpindah pada/mendukung kontinuitas dalam situasi rumah). 6. KURANG PENGETAHUAN ( KEBUTUHAN BELAJAR ), MENGENAI PENYAKIT, PROGNOSIS, DAN KEBUTUHAN PENGOBATAN. Dapat dihubungkan dengan : Kurangnya pemajanan/ mengingat. Kesalahan interpretasi informasi. Dapat dibuktikan oleh : Pertanyaan/ permintaan informasi, pernyataan kesalahan konsep. Tidak tepat mengikuti instruksi/ terjadinya komplikasi yang dapat dicegah. Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan : Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan. Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas. Intervensi dan Rasional:. a. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan. (R/ Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi) b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet,obat-obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan istirahat.(R/ Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas) c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stres. (R/ Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakit kronis kompleks) d. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik. (R/ Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis) e. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau antasida pada waktu tidur. (R/ Membatasi irigasi gaster, pengurangan nyeri pada HS akan meningkatkan tidur dan m,engurangi kekakuan di pagi hari) f. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, mis: tinitus, perdarahan gastrointestinal, dan ruam purpuruik. (R/ Memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin dapat mengakibatkan takar lajak. Tinitus umumnya mengindikasikan kadar terapeutik darah yang tinggi) g. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat-obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter. (R/ Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi yang dapat meningkatkan risiko takar layak obat/ efek samping yang berbahaya) h. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein dan zat besi. (R/ Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan jaringan) i. Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan. (R/ Pengurangan berat badan akan mengurangi tekanan pada sendi, terutama pinggul, lutut, pergelangan kaki, telapak kaki) j. Berikan informasi mengenai alat bantu (R/ Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan) k. Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk daripada berdiri untuk mempersiapkan makanan dan mandi (R/ Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian) l. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada sat istirahat maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya menjaga agar sendi tetap meregang , tidak fleksi, menggunakan bebat untuk periode yang ditentukan, menempatkan tangan dekat pada pusat tubuh selama menggunakan, dan bergeser daripada mengangkat benda jika memungkinkan. ( R: mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri ). m. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit lainnya dibawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat. ( R: mengurangi resiko iritasi/ kerusakan kulit ) n. Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan/ pemeriksaan laboratorium, mis: LED, Kadar salisilat, PT. ( R; Terapi obat obatan membutuhkan pengkajian/ perbaikan yang terus menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah takar lajak, efek samping yang berbahaya. o. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan ( R: Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan tehnik atau pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri/ percaya diri.). p. Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: yayasan arthritis ( bila ada). (R: bantuan/ dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan pemulihan maksimal).